Ikuti Kami

Menanam Pohon untuk Melawan Deforestasi

Oleh: E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2.

Menanam Pohon untuk Melawan Deforestasi
E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2.

Hutan memiliki dampak yang signifikan dan positif dalam pencegahan kekeringan dan degradasi tanah. Selain berperan dalam penangkapan dan penyimpanan karbon, hutan mampu mengelola kondisi air dan tanah, mengurangi erosi yang disebabkan angin, membatasi pergerakan tanah subur ke laut dan mengurangi efek dari bencana alam.

Upaya yang dipimpin PBB lebih dari dua dekade dalam mengekang deforestasi sebagian besar mengalami kegagalan. Setiap tahun Bumi masih menderita kehilangan daerah berhutan sebesar Negara Yunani. Deforestasi bertanggungjawab atas seperlima emisi gas rumah kaca dan mengintensifkan pemanasan global melalui dua cara, mengurangi kapasitas Bumi dalam menyerap karbon dioksida dan melepaskan sejumlah besar gas penghangat di udara.

Oleh karena itu Bumi kita membutuhkan lebih banyak peredam karbon dioksida dalam bentuk pohon sehingga mampu memitigasi perubahan iklim melalui tindakan konservasi dan aforestasi secara lebih besar.

Reboisasi dan Restorasi 

Gagasan menanam pohon setidaknya dapat diartikan untuk dua tujuan, reboisasi dan restorasi. 

Ketika berpikir tentang reboisasi, kita bertujuan untuk menghidupkan kembali areal hutan yang telah digunduli karena aktivitas eksploitasi. Reboisasi, kata lain dari reforestasi, bukanlah berupa menanam kembali tanaman/ pohon asli yang telah ditebang. Dengan kata lain reboisasi hanya menciptakan padang gurun yang benar-benar hijau.

Oleh sebab itu seringkali upaya reboisasi tersebut tidak memperhitungkan kesesuaian pohon dan hubungannya dengan tingkat kesuburan tanah di lokasi serta efek pada serangga dan hewan lainnya seperti pada kondisi pra-deforestasi. Dengan kata lain, mengembalikan hilangnya keanekaragaman spesies dan ekosistem awal tidak menjadi filosofi dalam menanam pohon. 

Restorasi berarti memulihkan kembali. Upaya restorasi dikenal sebagai regenerasi alam yang sering dikatakan dengan “alam menangani pemulihannya”. Namun regenerasi alam tidak mungkin bekerja sendirian. Tetap diperlukan berbagai eksplorasi strategi dan bahkan kemauan politik untuk melindungi daerah-daerah konservasi tersebut. 

Salah satu strategi itu adalah pendekatan kerangka kerja spesies. Pendekatan ini melibatkan penanaman spesies yang cukup untuk mulai menarik penyerbuk dan penyebar benih. Beberapa pohon memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung ekosistem yang berkembang.

Pohon tertentu dapat menghasilkan buah-buahan yang diandalkan burung, kelelawar dan primata serta daun-daunnya merupakan sumber makanan penting bagi hewan lainnya. Semua itu membantu penyerbukan dan penyebaran benih yang mendorong regenerasi hutan.

Strategi restorasi lainnya adalah kooperatif. Strategi ini mengintegrasikan spesies komersial eksotis dengan spesies asli dan dapat memberikan hasil yang menjanjikan baik untuk ekosistem maupun untuk ekonomi. Inilah yang disebut spesies kanopi, yaitu menetapkan pohon yang tumbuh lebih cepat yang dapat memberikan kanopi untuk pohon yang tumbuh lebih lambat.

Spesies kanopi dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat setempat atau sebagai daya tarik bagi perusahaan kayu untuk berpartisipasi dalam proyek restorasi yang mempromosikan keanekaragaman spesies. Bentuk kooperatif ini dinamakan agroforestri karena berpotensi menyediakan sumber penghidupan bagi masyarakat sekitarnya. Ini dapat menjadi faktor pendorong bagi keterlibatan berbagai pihak dan membuat restorasi berhasil-guna.   
         
Agen Pemulihan

Pada tahun 2014, kelompok negara yang tergabung dalam G20 berkomitmen untuk berinvestasi hingga USD 90 triliun dalam infrastruktur global pada tahun 2030. Hal ini mencerminkan dukungan negara-negara tersebut dalam mengekstrasi sumber daya alam dan infrastruktur sebagai jalur menuju pembangunan. Ekstrasi tersebut mengancam tutupan hutan dan hak-hak masyarakat kehutanan karena perluasan eksplorasi sumber daya alam dan pengembangan infrastruktur akan menyebabkan deforestasi. 

Degradasi dan hilangnya hutan lebih disebabkan oleh dampak tidak langsung dari ekstraksi sumber daya alam yang dikombinasikan dengan investasi infrastruktur. Ketika jalan dibangun untuk mengakses sumber daya alam, pemerintah "memberi sinyal" bahwa daerah-daerah itu akan "diselesaikan dan dikembangkan".

Sementara itu Bonn Chalenge, kelompok 47 negara yang didirikan pada tahun 2011, mencanangkan tujuan ambisius untuk memulihkan 150 juta hektar lahan yang terdegradasi pada 2020 dan 200 juta hektar lahan lainnya pada 2030 (World Resources Institute). 

Selain memiliki target besar, terkandung pula resiko besar dan kerangka waktu yang sangat ketat. 

Dalam upaya mendukung program restorasi dalam skala besar, perlu dikembangkan sistem pasokan benih dan bibit serta membangun bank gen dari pohon-pohon asli dan tanaman lainnya. Mekanisme untuk mengumpulkan dan menyimpan benih dan pembibitan untuk meningkatkan benih menjadi sangat penting mengingat banyak spesies pohon – spesies yang akan mengunci paling banyak karbon - tidak selalu menghasilkan bibit setiap tahun.

Intinya, upaya konservasi yang bergerak maju ke depan ini membutuhkan strategi utama yang amat menentukan terutama jika dikaitkan dengan program pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh negara-negara G20.  

Maka untuk melindungi hutan, dan hak asasi manusia, diperlukan pendekatan baru dan berbeda dalam pembangunan untuk memenuhi tujuan investasi sambil mengakomodasi beberapa ekstrasi sumber daya alam dan prioritas agroforestri dan agroindustri. 

Beberapa upaya yang patut dipertimbangkan adalah strategi energi yang difokuskan pada pengurangan ekstrasi sumber daya fosil dan penghilangan batubara, pengelolaan hutan berbasis masyarakat, insentif keuangan untuk mengurangi konversi hutan, mempromosikan manufaktur dan produksi yang bertanggungjawab secara sosial dan ramah lingkungan. Ke depan, persaingan dalam penggunaan lahan demi mencapai integrasi wilayah dengan investasi itulah yang paling menentukan dalam memperlakukan hutan-hutan tersebut.

Pertanyaan pertama dan utama adalah restorasi dilakukan oleh siapa dan untuk siapa. Mungkin banyak pihak yang tidak terlalu perduli dengan perubahan iklim tetapi lebih perduli dengan ketersediaan air. Sehingga kepentingan mereka sebagai pengelola lahan basah perlu diintegrasikan dengan mereka yang memiliki dana untuk restorasi sebagai sarana pengendalian perubahan iklim.

Hal ini bukan hanya tentang hutan tetapi benar-benar tentang manusia. Manusia sebagai agen pemulihan (agents of restoration) demi mewujudkan harapan hijau (green expectations).  

SELAMAT MERAYAKAN GERAKAN MENANAM SATU JUTA POHON.
10 JANUARI 2019

Quote