Ikuti Kami

Mengapa Buku Tidak Pernah Mati 

Oleh: E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2.

Mengapa Buku Tidak Pernah Mati 
E. Y. Wenny Astuti Achwan, Caleg PDI Perjuangan DPR RI, Dapil NTB 2. (Foto: Dok. Pribadi)

Hari Buku Dunia dirayakan oleh UNESCO dan organisasi terkait lainnya setiap tahun pada tanggal 23 April. Disebut juga sebagai Hari Buku Dunia dan Hak Cipta, hari itu adalah kesempatan untuk mempromosikan kegembiraan membaca buku, menerbitkan buku dan hak cipta. 

Tanggal 23 April ditetapkan UNESCO pada tahun 1995 di Konferensi Umum UNESCO, yang diadakan di Paris, untuk menghormati penulis dan buku di seluruh dunia. 

Hubungan tanggal dengan buku itu dibuat di Spanyol pada tahun 1923, karena hari itu adalah hari peringatan kematian William Shakespeare, Miguel Cervantes dan Inca Garcilaso de la Vega, tokoh chronicler Spanyol terkemuka.

Mengingat kembali jauh ke belakang, sistem penulisan kala peradaban kuno menggunakan tablet tanah liat. Setelah itu manusia beralih menggunakan papirus. Pada abad ke-3 orang China pertama kali membuat sesuatu menyerupai buku seperti yang dikenal saat ini. 

Motif utama perayaan Hari Buku Dunia adalah untuk menyebarkan kesadaran tentang kekuatan membaca buku karena tanpa membaca buku, kita tidak bisa menjadi pembaca yang baik dan kita juga tidak dapat mencapai tujuan hidup kita. 

Untuk mempertahankan perayaan buku dan membaca, UNESCO memilih Sharjah di UEA sebagai World Book Capital 2019. Sedangkan pada tahun 2020, giliran Kuala Lumpur di Malaysia dinyatakan sebagai Ibukota Buku Dunia. 

“Buku adalah mimpi yang Anda pegang di tangan dan pikiran Anda.”

Jembatan Budaya dan Generasi

Melalui hari itu, UNESCO bertujuan untuk memperjuangkan buku-buku dan merayakan kreativitas, keragaman dan akses yang sama ke pengetahuan. 

Hari itu telah menjadi platform bagi orang-orang di seluruh dunia dan terutama para pemangku kepentingan industri buku termasuk penulis, penerbit, guru, pustakawan, lembaga publik dan swasta, LSM kemanusiaan dan media massa untuk bersama-sama mempromosikan literasi dan membantu semua orang untuk memiliki akses ke sumber daya pendidikan.

Hari Buku Dunia diperingati pula untuk mengenali ruang lingkup buku yang dipandang sebagai penghubung antara masa lalu dan masa depan, jembatan antara budaya dan generasi.

“Buku adalah bentuk ekspresi budaya yang hidup dan sebagai bagian dari bahasa yang dipilih. Setiap publikasi dibuat dalam bahasa yang berbeda dan ditujukan untuk pembaca bacaan khusus bahasa. Dengan demikian, sebuah buku ditulis, diproduksi, dipertukarkan, digunakan, dan dihargai dalam latar bahasa dan budaya tertentu.” (Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO)

Bagi UNESCO tahun 2019 ini memiliki dimensi penting karena menandai Tahun Internasional Bahasa Adat untuk menegaskan kembali komitmen masyarakat Internasional dalam mendukung masyarakat adat dalam melestarikan budaya, pengetahuan dan hak-hak mereka.  

Saat ini dominasi raksasa internet telah merambah ke segala bidang informasi ketika dunia penerbitan bergulat memadukan bentuk-bentuk bacaan lama dan baru. Sangat mendesak untuk mempertahankan keragaman dalam apa yang orang baca dan terbitkan sebab raksasa seperti Amazon, Apple dan Google adalah “pesulap logistik tetapi bukanlah penerbit.” 

Dalam mempertahankan keragaman, standar teknis, dan sistem pembayaran yang mempengaruhi cara orang membaca dan mengakses konten, harus dirancang sedemikian rupa untuk melayani pelanggan. Standar teknis adalah alat yang dirancang untuk melayani kebutuhan orang. Para penerbit harus mengembangkan cara-cara baru untuk menarik perhatian pelanggan. 

Negara perlu mendukung kinerja pelaku buku, misalnya kemudahan dan penguatan hak cipta dan penerapan keringanan pajak bagi penerbit, untuk meningkatkan produktifitas penulis dan atau penerjemah sekaligus menjaga animo membaca yang semuanya merupakan penopang budaya bangsa. Dengan kata lain, otoritas tidak mendahulukan segi komersial semata. 

Tidak bisa dihindari, para penulis, penerbit, agen, penerjemah harus merangkul era digital. Itulah sebabnya buku adalah jembatan budaya dan generasi. Buku tidak pernah putus asa dan memutus kesinambungan karena tetap mampu beradaptasi dengan optimisme dan kepercayaan diri untuk masa depan.

Buku Tetap Selalu Hidup 

Buku akan tetap hidup walaupun berada di rak karena Anda membicarakannya, mengingatnya, dan merujuknya dalam percakapan. Anda bisa menghabiskan waktu dengan orang-orang yang telah membaca sebelum Anda membelinya, atau setelah Anda membacanya. Andapun meminjamkannya kepada teman untuk dibaca. Anda akan menemukan ulasan resmi tentang buku itu di berbagai media offline maupun blog. Percakapan, diskusi, pendapat, kritik, berpeluang untuk terus berlangsung bahkan ketika buku itu sudah tidak lagi beredar.

Setelah sebuah buku dijual baik di toko buku atau melalui platform online, buku itu mengalami banyak fase kehidupan. Ia dapat dipinjamkan, diberikan sebagai hadiah, tetapi juga dijual di toko bekas, atau di toko khusus, dan itu bisa berputar penuh dan dijual kembali. Perjalanan seperti yang dibuat dalam kehidupan buku itu jarang diperhitungkan dalam evaluasi publikasi.

Pasar buku atau pameran buku memberi kesempatan hidup baru bagi banyak buku yang masih terlupakan karena mungkin hanya beberapa kali dibaca. Buku adalah obyek material, berapapun usianya, yang mempertahankan kesenangan indrawi yang tiada duanya dan membawa kenangan khusus masa lalu, membawa karya keramat dengan ikatan spesial, atau membawa nostalgia. Pengecer "offline" dan "online" membuat buku tetap hidup. Kadangkala hidupnyapun diperpanjang lagi oleh donatur dan toko amal.

Sampai tahap tertentu, buku hanya tersisa sekumpulan kertas ketika sudah usang dan didaur ulang.

Jaringan Multimedia dan Buku Cetak

Kebangkitan blog pada awal tahun 2.000 menyebabkan peningkatan jumlah ulasan oleh orang-orang awam. Tentu saja, ulasan institusional dan layak berita tetap memainkan perannya dalam mencerahkan masyarakat. 

Peran para blogger yang bersemangat ini menjadi penting karena merekalah “influencer” alami karena kedekatannya dengan publik. Beberapa penerbit telah mengambil manfaat melalui kerjasama dengan para blogger ini, terutama sejauh menyangkut genre khusus seperti komik, manga, novel pop atau fiksi remaja. 

Beberapa toko buku mengkoordinir para kutu buku dan membentuk komunitas, atau setidaknya mereka mendukung buku-buku online maupun di rak toko-toko bukunya dengan mengadakan pertemuan tatap muka. Percakapan adalah kekuatan pemersatu bagi penggemar yang tidak diragukan lagi adalah penyiar terbaik di semua bidang yang luas. 

Platform mendorong pembaca untuk memperluas domain mereka, dengan alasan fans, yang diterbitkan secara online oleh penulis atau pembacanya. Hubungan dengan penulis lebih dekat dari sebelumnya dan jauh lebih langsung.

Buku cetak sebenarnya telah menjadi digital melalui penggunaan platform digital yang memungkinkan mereka untuk diedarkan sebagai obyek atau sebagai percakapan tentang buku. 

Perhatian kolektif yang dibayarkan menciptakan karya permanen dan kolaboratif, sangat berbeda dengan posting yang heboh di media sosial. Pembaca meluangkan waktu untuk membaca, jenis keterlibatan yang berbeda sama sekali dengan frekuensi tinggi pertukaran cepat di media sosial. 

Jaringan yang dibentuk oleh buku merupakan sumber daya utama untuk menarik perhatian. Memang masih bukan sebagai pengganti untuk efek "musim hadiah" yang memandu pembaca massal, tetapi pantas dipertimbangkan lebih kritis, mengingat fakta bahwa penerbit semakin memanfaatkan komunitas aktif ini.

Dengan demikian, terbuka kemungkinan untuk memikirkan buku digital sebagai bagian dari ekosistem buku terkait, daripada memperlakukannya hanya sebagai kloning. Inilah yang disebut homotetik, yang berarti rekreasi yang tepat dari format dan properti buku yang dicetak dalam format digital. 

Maka bisa dibayangkan buku-buku multimedia yang terhubung, dan secara permanen terlibat dengan dialog seputar buku. Ini akan menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda, memberikan nilai tambah yang akan menguatkan harga eceran buku "real time" untuk "file-file" yang sederhana. Karena itu akan menjadi "buku akses" dan yang mungkin akan menarik audiens baru. Namun di atas semua itu akan memperluas kreatifitas kolektif yang sudah ada di sekitar buku-buku cetak.

“Sahabat terbaik saya adalah pria yang akan memberi saya buku yang belum saya baca.” 
(Abraham Lincoln)

SELAMAT HARI BUKU SEDUNIA
23 APRIL 2019

Quote