Ikuti Kami

Reforma Agraria, Program Estafet dari Soekarno ke Jokowi 

Oleh: Amilan Hatta (Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia/GMNI).

Reforma Agraria, Program Estafet dari Soekarno ke Jokowi 
Amilan Hatta (Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia/GMNI).

Jakarta, Gesuri.id - Reforma agraria terus dilakukan oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Belum lama ini, Pemerintah menyediakan lahan yang cukup untuk dapat dikelola oleh koperasi melalui program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. 

Melalui kebijakan ini, koperasi dapat diberikan hak milik atas lahan ataupun izin pengelolaan selama 35 tahun atas kawasan hutan.

Tak hanya itu, Pemerintah juga menyediakan akses permodalan dan pasar untuk produk-produk koperasi yang bersangkutan, serta keterampilan yang diperlukan para anggota koperasi. 

Baca: Koperasi Dapat Izin Pengelolaan Kawasan Hutan

Sumber lahan Reforma Agraria berasal dari tanah-tanah ex-HGU (hak guna usaha) atau HGU yang tidak diperpanjang, tanah terlantar, lahan transmigrasi, serta kawasan hutan yang dilepaskan untuk pelaksanaan Reforma Agraria.

Sementara untuk lahan Perhutanan Sosial seluruhnya bersumber dari kawasan hutan yang dicadangkan untuk masyarakat sekitar hutan. 

Reforma agraria dan perhutanan sosial merupakan kebijakan pemerataan ekonomi oleh pemerintahan Jokowi. Ketimpangan penguasaaan tanah di negeri ini memang menjadi persoalan serius, karena membuahkan ketimpangan sosial. 

Hal ini berpangkal pada politik agraria rezim Orde Baru yang tidak berpihak pada rakyat kebanyakan seperti petani dan masyarakat adat. 

Politik agraria era Soeharto ini bertolak-belakang dengan kebijakan agraria pemerintahan Soekarno. 

Pada era pemerintahan Soekarno, telah dijalankan kebijakan agraria yang sangat berpihak pada rakyat kebanyakan. Dengan memberlakukan UU No. 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA), pemerintah Soekarno berusaha mengakhiri hukum agraria kolonial (UU Agraria 1870) yang tak berpihak pada rakyat. 

Keberpihakan UUPA No. 5/1960 pada rakyat tampak dari substansinya. Dalam UU tersebut diprioritaskan redistribusi tanah bagi petani miskin dan penegasan fungsi sosial dari tanah. Pihak swasta pun dilarang mendominasi sektor agraria. 

Ada tiga tahap redistribusi tanah yang diamanatkan UUPA No.5/1960. 

Pertama, pendaftaran tanah di seluruh teritori Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)  No. 10 tahun 1961. PP ini merupakan aturan turunan UU No.5/1960. 

Kedua, penentuan tanah yang dikategorikan “tanah lebih” serta pembagiannya kepada petani tak bertanah. Pembagiannya harus berdasarkan PP No 224 tahun 1961. 

Ketiga, pelaksanaan bagi hasil produksi pertanian yang berdasarkan UU No.2/1960 tentang perjanjian bagi hasil (PBH). 

Pemerintahan Soekarno pun melakukan redistribusi tanah secara seksama. Hasilnya, pada bulan Desember 1964 dan Januari 1965, pemerintah melaporkan keberhasilan proses redistribusi tanah-tanah 'lebih' di Jawa, Madura, Lombok, Bali dan Sumbawa. Tanah yang sudah diredistribusi adalah tanah negara dengan luas 454.966 hektar, dan dibagikan kepada 568.862 orang petani penggarap.

Sayangnya, belum tuntas pemerintahan Soekarno melaksanakan amanat UUPA No.5/1960, kemelut politik mendera negeri ini menyusul meletusnya peristiwa Gerakan Satu Oktober (Gestok) 1965. 

Melalui serangkaian proses peralihan kekuasaan, Soekarno pun jatuh. Indonesia memasuki era Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto.

Kebijakan agraria pun berubah total. Dari kebijakan agraria pro rakyat di era Soekarno, menjadi politik agraria pro korporasi dan konglomerasi di masa Soeharto.

Baca: KNPI Tolak Pemulangan Rizieq Sebagai Syarat Rekonsiliasi

Ketimpangan penguasaan lahan yang dibeberapa tempat membuncah menjadi konflik agraria, adalah buah politik agraria Orde Baru.

Kini, pemerintahan Presiden Jokowi berusaha membenahi ketimpangan itu dengan sederet kebijakan yang menjadi bagian dari Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial. Sudah selayaknya upaya ini dilaksanakan konsisten oleh pemerintah, terutama di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi.

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan kini juga harus seiring sejalan dengan kebijakan Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial yang menguntungkan rakyat. Prioritas pemerintah untuk menyelesaikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) melalui RUU ini harus sejalan dengan amanat UUPA No.5/1960, yang telah terbengkalai puluhan tahun lamanya.

Quote