Ikuti Kami

Buka Konferda PDI Perjuangan Sulsel, Hasto Kristiyanto: Bangun Visi Samudra, Jalan Masa Depan Bangsa

Tiga Pesan Megawati untuk Kader PDIP Se-Indonesia: Jangan Masuk Zona Nyaman, Kobarkan Fighting Spirit, Perkuat Akar Rumput

Buka Konferda PDI Perjuangan Sulsel, Hasto Kristiyanto: Bangun Visi Samudra, Jalan Masa Depan Bangsa
Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

Makassar, Gesuri.id – Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan komitmen partainya untuk mengusung politik moral yang membangun peradaban sebagai jawaban atas praktik pragmatisme  politik yang sering mengedepankan politik uang. 

Pidato tersebut disampaikan dalam pembukaan Konferensi Daerah (Konferda) dan Konfercab serentak PDIP Sulawesi Selatan di Makassar, Senin (24/11/2025). Hasto didampingi sejumlah pimpinan pusat partai yakni Komaruddin Watubun (Ketua Bidang Kehormatan Partai), Abdullah Azwar Anas (Ketua Bidang Kebijakan Publik dan Reformasi Birokrasi Kerakyatan), dan Yuke Yurike (Wakil Bendahara Umum). Sekitar 1.200 kader dan pengurus PDIP dari semua wilayah di Sulawesi Selatan hadir dipimpin oleh Ketua DPD PDIP Andi Ridwan Wittiri.

Hasto menyoroti bahwa politik telah bergeser hingga menampakkan wajahnya yang pragmatis, wajah ‘political industrial complex’. Dampaknya politik hanya nampak sebagai pertarungan kekuasaan dengan segala cara. 

Baca: Ganjar Ingatkan Anak Muda Harus Jadi Subjek Perubahan

"Ketika kita melihat berbagai kecurangan-kecurangan dalam Pemilu 2024, kita melihat hal tersebut sebagai potret untuk melakukan evaluasi terhadap kualitas demokrasi. Banyak pengamat politik yang mengatakan bahwa berbagai kecurangan Pemilu telah mematikan demokrasi. Meskipun demikian, kita harus mengambil pelajaran terbaik dan menegaskan bahwa PDI Perjuangan selalu setia pada jalan demokrasi," tegas Hasto.

Hasto tidak hanya berhenti pada kritik, karena menurutnya, Indonesia dan PDIP punya rekam jejak sejarah bahwa kedaulatan rakyat adalah di atas segalanya. "Itulah basis politik terpenting, meningkatkan kualitas kehidupan rakyat melalui pendidikan, sistem jaminan sosial, penguasaan teknologi, dan visi sebagai bangsa samudra," tambah Hasto.

Pria asal Yogyakarta itu mengatakan berbagai tantangan yang dihadapi PDIP pada Pemilu 2024 yang lalu masih lebih ringan dibandingan dengan perjuangan Bung Karno dan Megawati. “Bung Karno menghadapi kolonialisme Belanda. Bu Mega menghadapi tekanan otoritarianisme dan mengibarkan Bendera Partai dibawah penindasan rejim penguasa. Karena itulah Konferda dan Konfercab ini untuk menata organisasi agar solid, ideologis, dan makin bergerak guna mendapatkan dukungan rakyat. PDI Perjuangan sudah biasa menghadapi cobaan. Itulah yang menjadikan Partai ini tetap kokoh berdiri dan dipercaya rakyat menang Pemilu Legislatif 3 kali berturut-turut," kata Hasto.

"Kita jadikan berbagai ujian sebagai enerji perjuangan, di situlah kekuatannya. Dari berbagai ujian di penjara hingga diasingkan, Bung Karno malah menyelami kehidupan rakyat marhaen secara mendalam. Pengasingan itu tidak mematikan cita-citanya, justru membuat semangat berkobar-kobar," tambahnya.

Dari perjuangan Bung Karno inilah, Hasto menyampaikan tiga pesan inti Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

Pertama, jangan masuk zona nyaman, karena berpolitik adalah perjuangan. Kedua, kobarkan fighting spirit (semangat bertarung) dengan teguh memegang ideologi. Ketiga, perkuat akar rumput, karena kekuatan sejati ada di rakyat.

"Pahamilah wawasan geopolitik Bung Karno dalam pembangunan Sulawesi Selatan. Jadikan jalur perdagangan dunia yang membentang dari Samudera Hindia, melalui Selat Lombok, bergerak ke Utara melalui Selat Makasar, hingga menuju Pasifik sebagai pusat-pusat pertumbuhan. Laut adalah halaman depan kita," ucap Hasto.
Visi geopolitik tersebut harus mengakar pada kehendak rakyat. Jadikan rakyat sebagai energi pergerakan kepartaian, dan sekaligus luruskan wajah politik yang diwarnai oleh pertarungan kapital.

Sebagai bukti bahwa politik ala Bung Karno masih relevan, Hasto mengangkat kisah Zohran Mamdani, seorang imigran Muslim yang sukses menjadi Wali Kota New York meski hanya bermodal dana kecil, namun didukung gagasan besar.

Baca: Ganjar Pranowo Tak Ambil Pusing

"Dia berani mengatakan, 'We don't need billionaires in our democracy'. Ini membuktikan bahwa 'Rakyat Segalanya' bisa mengalahkan paradigma 'Dana Segalanya'," ucap Hasto.

Untuk mewujudkan komitmen ini, Hasto mengumumkan pembentukan Subkomisi Komunikasi Politik dan Cyber di tubuh partai. Langkah ini dirancang untuk memberikan ruang kepemimpinan bagi kader di bawah 40 tahun, mengakui peran sentral generasi muda dalam transformasi partai.

“Instruksi Ibu Ketua Umum di dalam pembahasan Sidang-sidang Komisi, nanti dapat ditambahkan Subkomisi Komunikasi Politik dan Cyber. Ini anggotanya terdiri dari anak-anak muda yang menjadi utusan yang usianya di bawah 40 tahun," pungkas Hasto.

Quote