Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Gilang Dhielafararez menegaskan penambahan klausul penggunaan ‘pengamatan hakim’ sebagai alat bukti dalam UU KUHAP yang baru tidak boleh melemahkan asas praduga tak bersalah.
Ia menyebut aturan tersebut harus tetap berjalan dalam koridor reformasi hukum yang menjamin keadilan prosedural dan akuntabilitas.
“Pengamatan hakim harus tetap berbasis verifikasi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hak-hak terdakwa,” kata Gilang, dikutip Jumat (21/11/2025).
Gilang menilai perubahan dalam UU KUHAP ini berpotensi menjadi langkah progresif asalkan diterapkan dalam sistem peradilan yang matang secara etik dan kelembagaan. Ia mengingatkan bahwa semangat revisi KUHAP adalah membangun sistem hukum modern yang transparan, akuntabel, serta seimbang antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanusiaan.
“Karena itu, setiap inovasi hukum harus disertai rambu etik, pedoman teknis, dan mekanisme pengawasan yang jelas,” ucap legislator PDI Perjuangan dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Ia mengakui bahwa perluasan alat bukti melalui pengamatan hakim dapat membantu penyelesaian perkara yang sulit dibuktikan karena kekurangan saksi atau bukti forensik. Namun Gilang menekankan pentingnya pedoman yang tegas agar implementasinya tidak merusak prinsip objektivitas dalam pembuktian.
“Tanpa pedoman yang ketat, hal ini berpotensi menggeser keseimbangan asas keadilan dari pembuktian objektif menuju keyakinan subjektif. Keadilan harus tetap dapat diverifikasi, bukan sekadar diyakini,” ujarnya.
Untuk itu, Gilang mendorong adanya pengawasan eksternal yang lebih kuat atas penggunaan kewenangan tersebut, termasuk peran Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dalam menjaga standar integritas dan objektivitas peradilan.
“Ini untuk memastikan hakim yang menggunakan pengamatan tetap tunduk pada kode etik dan standar objektivitas peradilan,”jelasnya.
Selain itu, ia juga mengusulkan adanya pelatihan dan sertifikasi bagi para hakim agar penerapan metode observasi persidangan dilakukan dengan profesional, termasuk sesuai prinsip psikologi hukum.
“Dengan begitu inovasi dari revisi KUHAP tetap berpijak pada prinsip keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan integritas peradilan," ungkapnya.
Seperti diketahui, DPR telah mengesahkan UU Perubahan atas KUHAP pada Selasa, 18 November. Salah satu poin penting dalam undang-undang tersebut adalah ketentuan pada Pasal 222 huruf G yang menegaskan bahwa pengamatan hakim dapat dijadikan alat bukti, dengan tujuan memperkuat keyakinan hakim dalam persidangan, termasuk pada perkara bersifat struktural dan kasus-kasus dengan korban anak.

















































































