Ikuti Kami

Bung Karno Tolak Lambang Perbudakan Terhadap Perempuan

Tak hanya Presiden pertama, Bung Karno juga merupakan penggali dasar negara, Pancasila sekaligus Proklamator kemerdekaan RI.

Bung Karno Tolak Lambang Perbudakan Terhadap Perempuan
Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Faozan Amar.

Jakarta, Gesuri.id - Hari ini, 118 tahun lalu, adalah hari kelahiran (harlah) Presiden Pertama Republik Indonesia (RI), Bung Karno. 

Tak hanya Presiden pertama, Bung Karno juga merupakan penggali dasar negara, Pancasila sekaligus Proklamator kemerdekaan RI.

Baca: Djarot Beberkan Kekejaman Orba Terhadap Makam Bung Karno

Ada keistimewaan dari Harlah Bung Karno tahun ini. Ya, di tahun ini, Harlah Bung Karno bertepatan dengan Hari kedua Idul Fitri 1440 Hijriah. 

Dan bukan suatu kebetulan, apabila Bung Karno juga memiliki pemikiran yang kaya dalam hal keIslaman. Bung Karno bahkan memiliki pemikiran yang progresif terkait keIslaman.

Salah satu manifestasi buah pikir progresif dari sang Proklamator itu tampak ketika Bung Karno menolak keras penggunaan 'tabir' yang membatasi laki-laki dan perempuan di rapat-rapat organisasi Islam Muhammadiyah. 

Ketua Bidang Pendidikan dan Pelatihan PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Faozan Amar mengungkapkan bahwa Bung Karno pernah menolak penggunaan tabir pembatas antara laki-laki dan perempuan pada saat rapat-rapat Muhammadiyah. 

Penolakan itu salah satunya tampak ketika pada tahun 1939, Bung Karno meninggalkan rapat Muhammadiyah karena menggunakan tabir pemisah yang menurutnya tidak sesuai dengan keadaan dan kemajuan zaman. 

Hal ini menarik, sebab Bung Karno sendiri mengaku dirinya adalah anggota Muhammmadiyah. 

Faozan pun mengungkapkan, dalam wawancaranya dengan koresponden "Antara" di Bengkulu, Bung Karno mengatakan: 

"Saya masuk di kalangan Muhammadiyah, itu bukanlah berarti saya menyetujui semua hal yang ada di dalamnya. Juga dalam dunia Muhammadiyah ada terdapat elemen-elemen yang di dalam pandangan saya masih kolot sekali. Saya masuk ke Muhammadiyah karena saya ingin mengabdi kepada Islam. Pada azasnya Muhammadiyah adalah mengabdi kepada Islam. Tetapi tidak semua sepak terjangnya saya mufakati."

"Nah, salah satu yang tidak disepakati Bung Karno dari Muhammadiyah kala itu adalah penggunaan tabir pemisah antara laki-laki dan perempuan di rapat-rapat," kata Faozan, yang merupakan Sekretaris LDK PP Muhammadiyah ini. 

Dalam wawancara yang sama, Bung Karno mengatakan lebih baik laki-laki dan perempuan dipisahkan saja oleh jarak tanpa harus menggunakan tabir. 

Faozan melanjutkan, penolakan Bung Karno terhadap tabir itu dia tuangkan juga dalam sebuah tulisan yang muncul di Pandji Islam pada tahun yang sama. Tulisan itu ia beri judul ‘Tabir adalah Lambang Perbudakan’.  

Dalam tulisan itu, Bung Karno bahkan mengatakan tabir pemisah adalah simbol perbudakan perempuan. Dan berdasarkan keyakinan Bung Karno, Islam tidak mewajibkan tabir itu. 

Baca: Soal Ideologi, Jokowi Resapi Api Perjuangan Bung Karno

"Islam memang  tidak mau memperbudakkan perempuan. Sebaliknya Islam mau mengangkat derajat perempuan. Tabir adalah salah satu contoh dari hal yang tidak diperintahkan oleh Islam, tetapi diadakan umat Islam.” demikian kata Bung Karno dalam tulisan itu.

Hal ini menunjukkan Bung Karno memang memiliki pemikiran progresif terkait keIslaman. Pemikiran progresif yang melampaui zamannya.

Quote