Ikuti Kami

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer Layak dapat Nobel

Hingga kini, karya-karya Pram telah diterjemahkan dalam lebih dari 41 bahasa di seluruh dunia. 

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer Layak dapat Nobel
Tokoh muda PDI Perjuangan Zuhairi Misrawi.

Jakarta, Gesuri.id - Tokoh muda PDI Perjuangan Zuhairi Misrawi punya kesan tersendiri pada karya-karya sastrawan Pramoedya Ananta Toer. Bagi pria yang akrab disapa Gus Mis itu, membaca karya-karya Pramoedya membuat decak kagum tersendiri. 

Dengan membaca karya sastrawan yang akrab disapa Pram itu, pembaca seakan diajak melanglang buana pada masa lalu yang jauh, tapi kadang masih terasa dekat hingga saat ini. 

"Kita diajak berselancar dalam imajinasi, bahwa hidup harus dilandasi pada sebuah perjuangan dan pengabdian. Revolusi," kata Gus Mis dalam akun Facebooknya, baru-baru ini. 

Baca: Novel Pramoedya Laris, Budaya Literasi Membaik

Kesan Gus Mis tersebut didapatkan setelah dia 'mengkhatamkan' Tetralogi Novel Pramoedya Ananta Toer Bumi Manusia, yakni Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Bumi Manusia. Gus Mis juga sudah membaca beberapa novel Pramoedya lainnya, seperti Calon Arang, Larasati, Pasar Malam, Cerita di Banten Selatan, dan Panggil Aku Kartini.

"Kekaguman saya pada Pram juga pada gaya bahasa yang gagah dan renyah. Bahasa tulisan menjelma bahasa lisan. Dan memang, Pram adalah novelis besar yang layak mendapatkan nobel," kata Gus Mis, yang juga intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) ini. 

Gus Mis pun punya saran pada siapapun yang ingin menjadi penulis besar seperti Pramoedya. 

"Pada mereka yang ingin menjadi penulis besar, saya sarankan membaca karya-karya Pram. Kita akan dilatih untuk menggunakan dan menaklukkan bahasa, dan bahasa pun menjelma sebagai medium pembebasan," pungkas Gus Mis.

Lahir pada tanggal 6 Februari 1925 di Kota Blora, Pramoedya sejatinya merupakan pejuang anti penjajahan. Dia sudah berjuang melawan penjajahan sejak era Jepang. 

Di era pemerintahan Bung Karno, Pram terus berjuang melawan segala hal yang dia anggap tak benar. Dia bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sebuah organisasi seniman dan budayawan yang berhaluan kerakyatan. 

Image result for Pramoedya

Pramoedya terus vokal menentang ketidakadilan, termasuk diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia. Di sisi lain, Pram mendukung orientasi politik Bung Karno yang anti Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). 

Berkuasanya rezim Soeharto menandakan terpasungnya kebebasan Pram. Keterlibatannya dengan Lekra membuat Pram dituduh rezim Soeharto sebagai PKI. Dia pun dibuang ke Pulau Buru pada 1969. 

Namun, dalam pengasingan di Pulau Buru itulah Pram menulis empat novel fenomenal yang dikenal dengan Tetralogi Buru, yaitu Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988).

Baca: Peningkatan Literasi Pendongkrak Kualitas SDM Indonesia

Image result for Karya Pramoedya

Hingga kini, Pram sudah menulis lebih dari 50 buku fiksi maupun non-fiksi. Banyak diantara karyanya bernuansa perlawanan terhadap penjajahan, feodalisme dan diskriminasi. 

Hingga kini, karya-karya Pram telah diterjemahkan dalam lebih dari 41 bahasa di seluruh dunia. 

Seperti diketahui Pram wafat pada tanggal 30 April 2006 karena mengidap penyakit radang paru-paru, serta komplikasi ginjal, jantung dan diabetes.

Quote