Jakarta, Gesuri.id - PDI Perjuangan kembali melakukan Safari Kebangsaan. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka konsolidasi pemenangan Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Beragam kegiatan mewarnai Safari Kebangsaan kali ini. Mulai dari ziarah makam pahlawan, olahraga hingga menikmati kuliner bersama rakyat.
Konsolidasi terhadap mitra koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf pun benar-benar dilakukan. Bahkan, nostalgia koalisi Mega-Bintang dengan PPP di era Orde Baru seperti dihidupkan kembali melalui Safari Kebangsaan ini.
Lantas, seberapa besar dampak dari Safari Kebangsaan ini terhadap perolehan suara PDI Perjuangan di DKI Jakarta? Dan bagaimana strategi partai guna menjaring undecided voters dan swing voters yang masih cukup besar?
Berikut ini cuplikan wawancara Gesuri dengan Wakil Sekjen PDI Perjuangan Eriko Sotarduga di kantor redaksi Gesuri, Senin (21/1) :
Apa yang sebenarnya diharapkan partai dari Safari Kebangsaan ini?
Bagaimanapun juga selama ini ada proses demokrasi yang terjadi menuju Pemilu 2019,yang diikuti hanya oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hal ini memang bisa berdampak positif, yakni pemilu bisa selesai segera. Namun ada juga efek negatifnya, yakni gesekan yang besar dikalangan masyarakat.
Harus kita akui, khususnya di DKI, masih banyak yang belum move on dari Pilgub DKI 2017. Dan gesekan ini berpotensi terulang di Pemilu 2019.
Padahal kan Pemilu itu pesta demokrasi yang harusnya bisa dinikmati dengan gembira oleh semua orang. Perbedaan pilihan politik tidak boleh merusak pesaudaraan dan kemanusiaan.
Melalui Safari Kebangsaan ini, kita ingin mengingatkan semua komponen bangsa agar jangan menghilangkan persaudaraan dan kemanusiaan kita karena politik.
Dan politik itu bisa dilakukan dengan riang gembira. Kalau kita melihat di Safari Kebangsaan kemarin, semua bergembira dan tertawa.
Baik itu diantara sesama kader PDI Perjuangan maupun dengan partai lain, dalam hal ini PPP. Diantara sesama kader PDI Perjuangan, semua berbaur, tak tampak adanya perbedaan antara pengurus partai dengan para kader hingga anak ranting.
Selain itu, bagi kita tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin, kita ingin memperkuat soliditas kita dari berbagai komponen baik itu partai pendukung, relawan maupun komunitas.
Dan kami juga ingin menunjukkan dengan Safari Kebangsaan ini bahwa kita ingin kualitas demokrasi kita dalam pemilu ini semakin meningkat. Pemilu 1955 yang berjalan baik dan damai meski diikuti oleh banyak partai adalah contoh bagus, ketika pesta demokrasi tidak memunculkan gesekan keras.
Kita berharap Pemilu 2019 ini juga bisa berjalan baik. Jangan sampai hoaks dan keinginan untuk mendelegitimasi KPU merusak kualitas demokrasi kita.
Jadi kita ingin tunjukan ke publik bahwa Pemilu adalah momentum mencari pemimpin terbaik tanpa harus menghilangkan esensi demokrasi.
Ibu Megawati sudah memerintahkan seluruh kader untuk turun ke bawah mensosialisasikan partai dan calon presiden. Bagaimana anda selaku kader partai menyikapi hal ini?
Sebenarnya esensi dari perintah Ibu Ketua Umum itu adalah bahwa kita harus tetap waspada. Meski banyak survei menunjukkan PDI Perjuangan dan Pak Jokowi selalu unggul, tapi Ibu Mega tidak mau kita terlena.
Jangan sampai optimisme yang berlebihan mengakibatkan kita merasa sudah menang. Sama sekali belum.
Bila sekarang survei-survei mengunggulkan kita, jangan membuat kita terlena. Karena Pemilu baru berlangsung tanggal 17 April 2019. Inilah esensi dari perintah Ibu Megawati, bahwa seluruh Caleg, struktural maupun kader harus turun menemui rakyat.
Karena sebetulnya berjuang merebut rakyat itu bukan hanya ada di media massa atau media sosial, tapi langsung menemui rakyat dari pintu ke pintu. Kita menyentuh hati mereka.
Dan itu sudah kami lakukan. Rakyat sendiri memang mengatakan bahwa mereka ingin bertemu langsung calon-calon wakilnya, tidak hanya melihat melalui media massa, media sosial, baliho-baliho atau spanduk-spanduk.
Pemilih dalam Pemilu 2019 tentu berbeda dengan Pemilu 2014 lalu. Bagaimana partai melihat perbedaan ini?
Bila kita mau bicara secara jujur, justru hampir tidak ada perbedaan antara pemilih dalam pemilu tahun ini, dengan pemilu sebelumnya. Perbedaannya hanya pada saat ini masyarakat lebih intens berhubungan dengan teknologi, khususnya media sosial.
Bayangkan, dari total 268 juta penduduk Indonesia. ada 175juta yang menggunakan internet. Tetapi saya juga harus ingatkan, dari angka 175 juta tersebut, sekitar 40% yang betul-betul intens dengan teknologi dan media sosial. Jadi angkanya cukup besar.
Jika mereka bisa memilih dengan handphone dalam Pemilu, mereka akan lakukan. Namun bila mereka harus ke TPS (Tempat Pemungutan Suara), mereka belum tentu datang. Inilah yang harus menjadi perhatian kita. Kita harus yakinkan mereka, bahwa suara mereka berharga. Mereka adalah penentu kemenangan dari Jokowi-Ma'ruf Amin.
Bayangkan nanti bila hanya 50-60 persen yang ke TPS, berarti siapapun yang menang, tetap lebih besar yang Golput. Inilah yang tidak kita kehendaki, ketika kualitas demokrasi dan pemilu menjadi turun.
Sekarang masih ada 9-10 persen undecided voters dan swing voters, bagaimana PDI Perjuangan menjangkau suara tersebut?
Sebenarnya bagi PDI Perjuangan sendiri, situasi saat ini sudah hampir fix. Dari semua survey yang ada, memang pemilih PDI Perjuangan sudah hampir 90 persen fix akan memmilih PDI Perjuangan.
Jadi katakanlah suara pemilih sekarang sekitar 24-34 persen, itu sudah 90 persen fix. Jadi kita tinggal meyakinkan yang 10 persen supaya tidak berubah.
Pada prinsipnya, PDI Perjuangan berupaya untuk mempertahankan dan memaksimalkan suara yang sudah baik seperti sekarang ini.
Bagi Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin sendiri, sebenarnya yang belum menentukan pilihan kurang lebih 15 persen. Mereka baru akan menentukan pilihan sekitar H-30 hingga H-1 pemilu.
Namun, seluruh partai koalisi maupun partai yang membela mitra kompetisi kita, itu rata-rata pemilihnya 80 persen. Jadi bila minus 15 persen yang belum menentukan pilihan tadi, berarti baru 65 persen yang mempunyai pilihan. Jadi sebenarnya suara yang diperlukan hanya 15 persen lagi. Ini yang sebenarnya harus kita rebut.
Dan bila kita lihat hampir di semua survei, yang lolos parliamentary threshold nanti minimum 6 partai, maksimum 8 partai.
Anda juga adalah seorang Caleg DPR-RI dari Dapil Jakarta 2, bagaimana upaya Anda untuk bisa menang di Pemilu ini?
Dengan segela kerendahan hati, sebenarnya kami selama ini terus berkomunikasi dengan masyarakat melalui reses dan beragam kegiatan, seperti sosialisasi.
Tetapi itu saja memang tidak cukup. Karena memang yang dijangkau baru 30-40 persen dari basis suara kami. Yang 60 persen lagi harus didatangi, tidak ada pilihan lain.
Bahkan bila kita ingin meningkatkan suara lebih jauh lagi, kita harus memperluas basis kita dan bekerja sama dengan Caleg lain.
Memang ada efek negatif, terkadang basis yang sudah saya bina, dimasuki oleh Caleg lain, bahkan dari partai kita sendiri. Hal inilah yang perlu diatur, agar jangan seorang Caleg masuk ke basis yang sudah dibina Caleg lain. Ini penting untuk memperluas basis agar suara kita maksimum bisa kita tingkatkan, minimum bisa kita pertahankan.
Karena contohnya di DKI Jakarta suara PDI Perjuangan sudah cukup tinggi, pada periode lalu sudah 30 persen. Untuk meningkatkan lagi memang tak bisa terlalu lebih tinggi dari itu, tapi minimum kita bisa mempertahankannya.
Memang saya akui tantangannya berat. Karena masih banyak yang belum bisa move on dari Pilgub DKI Jakarta kemarin. Tapi kita tetap optimis, dan kami para Caleg akan membagi wilayah agar semua Caleg punya kesempatan yang sama.
Pada periode lalu, PDI Perjuangan mendapat 3 kursi dari Jakarta Pusat. Pada Pemilu ini kami berharap bisa mendapat 4 kursi. Itu tidak mudah, sebab berarti sepertiga dari suara di Jakarta Pusat itu harus direbut PDI Perjuangan. Bagaimanapun masyarakat di Jakarta Pusat relatif banyak memahami mengenai situasi politik dan perekonomian, sehingga perlu cara cerdas dan sehat untuk merebut hati mereka.
Namun, dari pengalaman kami turun kemarin, mereka masih berharap banyak pada PDI Perjuangan. Ada tiga hal yang dikagumi dari PDI Perjuangan. Pertama, ada konsistensi dari Ibu Ketua Umum untuk menjadi oposisi selama 10 tahun di era pemerintahan Pak SBY. Kedua, PDI Perjuangan sudah menunjukkan proses regenerasi dan kaderisasi. Hal ini dibuktikan dengan menunjuk Pak Jokowi sebagai calon presiden. Dan Ketiga, kinerja dari Presiden Jokowi banyak memberikan keuntungan luar biasa bagi PDI Perjuangan. Demikian juga dengan citra keluarganya, dan itu merupakan representasi PDI Perjuangan.
Terkait dengan hoaks dan stigma yang kerap dilekatkan pada PDI Perjuangan, seperti 'komunis' dan lainnya, bagaimana upaya Anda menangkal hal itu?
Memang kerap ketika turun di masyarakat, kami mendapat pertanyaaan seperti itu. Tapi asalkan kita bisa menjawabnya dengan sederhana, hal itu bisa ditanggulangi.
Seperti misalnya, bagaimana bisa Pak Jokowi dikatakan PKI, sebab beliau saja lahir tahun 1961. Bagaimana bisa dalam usia balita menjadi PKI. Penjelasan semacam ini bisa mudah diterima masyarakat.
Dan penjelasan ini bisa dilanjutkan diantara masyarakat sendiri dari mulut ke mulut. Ini sangat efektif sekali. Sebab bahasa diantara sesama masyarakat lebih mudah dipahami. Tapi intinya, kita harus bertemu dengan masyarakat agar mereka mendapat penjelasan langsung.
Dan apabila mereka yakin memilih kita, itu terlihat dari binar mata maupun bahasa tubuhnya. Itulah keunggulan dari bangsa kita, yang memiliki hati dan rasa, tidak sekedar rasio.
Jadi, turun menemui masyarakat itu sudah biasa dilakukan kader-kader PDI Perjuangan, seperti ketika Safari Kebangsaan kemarin, saya bersalaman dengan 1.500 orang. Dan mereka pun mengenal kami. Disini saya memang mengakui kedahsyatan media-media online seperti Gesuri, yang membuat kami bisa dikenal masyarakat.
PDI Perjuangan sedang berupaya mengubah diri dari partai oldies menjadi partai yang akrab dengan milenial. Bagaimana PDI Perjuangan melakukan proses itu?
Ya, dalam kehidupan ini tidak ada yang tetap. Yang tetap, ya hanya perubahan itu sendiri.
Dan PDI Perjuangan dibawah kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri sudah menunjukkan transformasi itu. Dengan menunjuk Pak Jokowi yang merupakan kader terbaik dan bukan ketua umum menjadi calon presiden, merupakan bukti PDI Perjuangan telah melakukan transformasi dan regenerasi.
Tantangan kita kedepannya adalah, bagaimana teknologi dan manusia ini bisa hidup berdampingan. Karena apabila teknologi itu tidak berdamai dengan manusia, maka akan berbahaya. Disinilah tantangan kita, bagaimana agar teknologi tidak mengabaikan sisi-sisi kemanusiaan.
Untuk PDI Perjuangan sendiri, memang sangat terbuka dengan dunia milenial saat ini. PDI Perjuangan telah meluncurkan produk RedMe, yang berkolaborasi dengan desainer muda dan seniman mural. Itu adalah bukti PDI Perjuangan bisa memahami dan melakukan transformasi.
Bagaimana kualitas Caleg PDI Perjuangan ditengah proses kaderisasi saat ini?
Memang semakin lama kualitas para Caleg PDI Perjuangan semakin baik. Dengan sistem perekrutan tahun ini yang lebih baik, tentu para Caleg saat ini lebih baik juga dengan kemampuan yang relatif merata. Karena itulah PDI Perjuangan menjadi satu-satunya partai yang mendapat ISO.
PDI Perjuangan juga menjadi partai pertama yang menyeleksi para Caleg melalui psikotes. Dan jenjang perekrutan pun berlaku dari tingkat bawah ke atas sudah berlaku, namun tak menutup peluang untuk masyarakat umum untuk berkiprah di partai.