Ikuti Kami

Kapitra Ampera: Saya Harus Menjadi Jembatan Kebaikan

Kapitra Ampera ingin berjuang demi kebaikan bangsa, demi kebaikan umat manusia.

Kapitra Ampera: Saya Harus Menjadi Jembatan Kebaikan
Caleg DPR RI PDI Perjuangan Dapil Riau 2, Kapitra Ampera. (Foto: gesuri.id/Imanudin)

Please call me cebong” (“Silakan panggil saya cebong”)…. ungkapan itu sempat menjadi begitu viral di pertengahan tahun ini. Pertanyaan selanjutnya siapa yang begitu ingin dipanggil cebong ? 

Dalam ilmu biologi, berudu atau kecebong adalah tahap pra-dewasa (larva) dalam daur hidup sebuah amfibia. Tanpa melewati tahap itu, seekor amfibia tidak akan pernah bisa mencapai tahap dewasa. Kecil, lunak, namun begitu berarti sebab dari sanalah sumber kehidupan itu berawal. 

Namun seperti diketahui dalam dunia perpolitikan di Tanah Air, cebong merupakan istilah yang beredar di dunia maya untuk menyebut pendukung pemerintahan Jokowi.

Ya, dialah seorang Muhammad Kapitra Ampera yang begitu ingin dipanggil cebong sebagai konsekuensi dari pilihan hati nuraninya yang ingin menjadi anak Bangsa yang sesungguhnya, yang mengabdi dan berbakti bagi kesatuan Negara Republik Indonesia tercinta ini.

Please, call me cebong (tolong, sebut saya cebong). Hari ini saya menjadi cebong. Silakan panggil saya cebong, karena persepsi agama saya. Cebong adalah anak katak yang selalu berzikir demi kebaikan bangsa, demi kebaikan umat manusia. Itu yang saya tahu dalam terminologi Islam yang saya tahu," ucap Kapitra Ampera di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa (24/7/2018). Pada hari itu, Kapitra resmi mengumumkan diri maju sebagai calon anggota legislatif DPR RI dari PDI Perjuangan. 

Seperti diketahui, Kapitra Ampera adalah bekas pengacara Rizieq Shihab dan anggota Persaudaraan Alumni (PA) 212. Sebuah kelompok yang menghimpun orang-orang dimana dahulu Kapitra pernah bergerak bersama menuntut Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama, diadili atas kasus penistaan agama.

Terlepas dari pro dan kontra terkait pencalonan dirinya sebagai Caleg PDI Perjuangan, pada 20 September 2018 Kapitra akhirnya masuk ke dalam Daftar Calon Tetap (DCT) dan akan bertarung di Daerah Pemilihan (Dapil) Riau II. Dapilnya meliputi Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Kuantan Singingi.  

Ditemui di Masjid Al-Ittihaad, Tebet, Jakarta Selatan, Gesuri pada Sabtu (20/10) mendapat kesempatan mewawancarainya, selepas melakukan ibadah shalat. Berikut petikan hasil wawancaranya. 

Kesan Anda sebelum dan sesudah bergabung dengan PDI Perjuangan?

Banyak orang menilai bahwa PDI Perjuangan anti-islam, PDI Perjuangan tempat penampungan semua aliran-aliran yang menjauhkan dari agama, termasuk liberalisme, eks-eks PKI, Marxis, Syiah, dan sebagainya, itu yang berkembang.

Namun kenyataanya tentu berbeda. Saya pernah tahu dong stigma yang menyatakan PDI Perjuangan itu adalah PKI. Itu adalah stigma yang menyesatkan. Karena saya tidak melihat adanya indikasi-indikasi bahwa PDI Perjuangan itu sama dengan PKI, kita lihat indikator itu.

Saya juga melihat di sana suasananya cukup sejuk, semua memang seperti keluarga yang besar ya. Untuk bangsa Indonesia semua terbuka di situ, tetapi tidak kehilangan identitas, tidak kehilangan keagamaan, dan juga juga simbol-simbol agama, islam khususnya, tetap terpakai, tetap terbawa ya.

Proses yang akhirnya membawa Anda maju sebagai caleg di PDI Perjuangan?

Saya memang tidak pernah berpikir mau ‘nyaleg’, apalagi masuk PDI Perjuangan (tertawa). Tapi ketika ditawari itu saya tertantang ingin melihat bagaimana sih sebenarnya PDI Perjuangan. Kata pepatah Cina, "Kamu dengar kamu lupa, kamu lihat, kamu bisa, kamu kerjakan, kamu mengerti." Selama ini saya mendengar saja, ketika saya sudah melihat, coba berinteraksi di dalam, oh ternyata berbeda. 

Bagi saya sebagai kewajiban illahiah juga ya untuk menyampaikan kebenaran ke masyarakat tentang apa yang sesungguhnya yang ada di PDI Perjuangan. Jangan orang hanya menelan sesuatu yang hoax, fitnah, yang menyesatkan, kasihan orang-orang yang berprasangka buruk sementara dia sebenarnya tidak tahu di dalamnya seperti apa.

Apakah Anda akan memberitahu ke publik tentang apa yang sebenarnya?

Ya itu kewajiban ketuhanan, illahiah, menyampaikan kebenaran, dan saya sudah melakukan itu. Saya sudah sampaikan ke publik, ke TV dan sebagainya, saya sampaikan apa yang saya lihat, yang saya rasakan juga.

Apa tiga syarat yang diajukan ke PDI Perjuangan untuk pencalegan diri Anda?

Pertama, itu saya harus menjadi jembatan kebaikan, antara yang di luar PDI Perjuangan dan di luar pemerintahan, dengan yang ada di dalam partai dan di dalam pemerintahan. 

Sehingga tidak ada ‘deep disinformation’, tidak ada informasi yang menyesatkan, sehingga apa yang terjadi di luar bisa langsung didengar secara rill oleh yang di dalam, apa yang ada di dalam juga bisa langsung didengar rill oleh yang di luar. 

Kedua, identitas keislaman saya juga mesti terjaga. Identitas islam adalah suatu hal yang prinsipil bagi saya. Ketiga adalah saya tetap membela ulama, agama, dan NKRI. 

Jadi saya tidak boleh lepas dari tugas suci saya selama ini. Dan itu diberi tempat. Diberi tempat, dibawakan “ini ada rumah besar,” masing-masing dijamin kebebasan memeluk agamanya, masing-masing juga punya hak yang sama di hadapan hukum maupun negara. 

Itu ada ruang yang besar di PDI Perjuangan. Ketika ruang besar itu diberikan ya saya pikir itu cukup mewakili aspirasi.

Pasangan Jokowi-Ma'ruf memenuhi kriteria-kriteria yang diamanahkan Al-Quran? 

Saya melihat Pak Jokowi adalah orang Islam, tulen islamnya. Kyai Ma'ruf itu islam dan ulama murni. Dalam Islam saja mengatakan pemimpin yang sudah dipilih oleh rakyat, dibaiat (disumpah, red) oleh rakyat, haram untuk dijatuhkan meskipun dia zalim. 

Dari Surah Taha, disebutkan penguasa paling biadab di muka bumi ini namanya Firaun. Bunuh anak-anak kecil, mengaku sebagai Tuhan. Allah terus mengirim Messenger, dua orang Rasul, Musa dan Harun. Allah katakan “kamu pergi ke Firaun ajak dia dengan baik, sampaikan kebenaran dengan lemah lembut.” 

Bukan dengan teriak-teriak “kafir”, “zalim”, “revolusi”, “perang”, tidak ada. “Ajak dia dengan lemah lembut” dan itu yang diperintahkan rasul dan nabi pula. Ini rasul juga bukan, tapi baru menyampaikan kebenaran menurut dia saja, memaki. Nah ini tidak benar. Katanya orang islam, mana referensinya? Tidak ada di Al-Quran caci-maki itu. 

Soal pencalegan Anda di dapil Riau II, apakah Anda sudah melakukan pemetaan? 

Saya orang Riau. Saya tahu ujung ke ujung Riau. Itu saya paham. Orang sana juga tahu sama saya. Cuma masalahnya saya dipilih apa tidak (tertawa). Mereka itu tahu saya, mereka juga mengerti apa yang pernah saya lakukan. Saya juga tahu dengan mereka. Cuma mereka mau pilih saya atau tidak karena masih ada persepsi yang salah tentang PDI Perjuangan, bukan tentang saya. 

Apakah ada kemungkinan banyak yang tidak akan memilih Anda?

Mereka tidak pilih saya pasti rugi. Siapa lagi yang akan wakilkan mereka. Saya ini pejuang di negeri Riau, di Tanah Melayu, bukan pecundang. Saya berjuang puluhan tahun. 

Saya tidak khawatir orang-orang tidak memilih saya karena maju lewat PDI Perjuangan. Saya Datuk di Riau. Kalau mereka tidak pilih saya, mereka rugi karena tidak ada orang yang lebih vokal lagi yang ingin memperjuangkan mereka. 

Apakah potensi kemenangan Anda cukup besar? 

Tidak bisa menilai. Saya tidak bisa mendahului takdir Tuhan. Bahwa mereka sebagian besar tidak menyukai PDI Perjuangan itu, ya. Tapi kalau mereka membenci saya, ya rugi. Saya memperjuangkan hak-hak dan lain sebagainya. 

Saya juga telah turun ke masyarakat. Saya bikin kantor penyelesaian konflik agraria. Setiap kabupaten saya bikin lembaga bantuan hukum, posko penyelesaian sengketa. Yang mau cerai juga saya bantu. 

Itu sejak tiga hari yang lalu (tertawa). Biasanya memang mereka datang secara ke tempat saya di Pekanbaru. Sekarang saya buka di situ. 

Banyak yang harus diselesaikan di dapil Anda, bisa disebutkan?

Oh banyak. Konflik agraria itu yang paling tinggi.  Itu saya akan berjuang kalau mereka pilih saya. Saya berjuang di DPR. 

Selain masalah agraria, banyak masalah lainnya. Saya puluhan tahun membela orang Riau. Semua permasalahan dari petani sampai pejabat tinggi, dari buruh sampai mahasiswa, nelayan, masyarakat adat, semua saya yang bela.

Bukan hanya ranah hukum, ranah politik juga. Saya bikin Riau Merdeka kok. Tanya saja Bu Mega. Saya pernah bikin Freedom of Republic Riau. Saya pernah bikin Aliansi Merdeka Papua-Aceh-Riau. Waktu itu zaman Habibie sampai zaman Megawati. Terus Megawati mengakomodir, “apa sih masalahnya?” Masalah ketidakadilan. Di zaman Megawati baru saya berhenti. 

Saya punya lawyer banyak sekali. Tentu tidak bisa menyelesaikan semua. Harus ada proses-proses. Kan tidak gampang. Tapi kalau kasus teroris, korupsi, saya tidak mau. 

Bagaimana metode kampanye Anda, apakah ada cara-cara tertentu?

Saya punya strategi lain, tapi tidak bisa diungkapkan. Jelasnya mulai 24 September sudah jalan. Di media sosial sudah mulai, saya sudah mulai perang udara. Instagram saya @kapitra_ampera. Twitter saya @kapitraampera.

Sebagai caleg bagaimana mengampanyekan pasangan Jokowi-Ma'ruf?

Tanpa jadi caleg pun saya akan kampanyekan karena ini adalah suatu kebenaran. Itu sudah oke. Tidak ada problem. Tinggal suruh pilih nomor satu aja. 

Saya juga akan bela Bu Mega, saya akan memperjuangkan Ma'ruf Amin di seluruh Indonesia sebagai bentuk pertanggungjawaban kebenaran kepada Allah. 

Tidak ada resistensi dari orang-orang PDI Perjuangan. Mereka menyambut saya dengan tangan terbuka. Sebagai bukti bahwa PDI Perjuangan itu rumah besar. Terbuka buat siapapun. Yang ada malah dari kawan-kawan yang dulu pernah berjuang bersama. Rumah saya sampai ada yang ngebom pula. Entah siapa yang ngebom. 

Apakah tagline atau semboyan diri Anda? 
“Pilih saya, kalau tidak Anda menyesal.”

Quote