Ikuti Kami

Final ETMC di Lembata, Wilhelmus Sumbang 100 Dus Air Mineral

Final ETMC yang digelar di GOR 99 Lewoleba, Kabupaten Lembata, Kamis (29/9), mempertemukan Persebata Lembata versus Perse Ende. 

Final ETMC di Lembata, Wilhelmus Sumbang 100 Dus Air Mineral
Tokoh Muda PDI Perjuangan Marianus Wilhelmus Lawe Wahang, yang juga penikmat bola asal Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). (istimewa)

Lembata, Gesuri.id - Tokoh Muda PDI Perjuangan Marianus Wilhelmus Lawe Wahang, yang juga penikmat bola asal Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang sedang bekerja di Arab Saudi menyumbangkan 100 dus air mineral untuk dibagikan kepada penonton saat final sepak bola El Tari Memorial Cup (ETMC) XXXI. 

Final ETMC yang digelar di GOR 99 Lewoleba, Kabupaten Lembata, Kamis (29/9), mempertemukan Persebata Lembata versus Perse Ende. 

Baca: Hasto Benarkan Kepentingan AS Picu Keretakan Mega-SBY

“Penonton yang menyaksikan langsung pertandingan final memperoleh air mineral gratis di pintu masuk GOR 99. Saya sadar penonton adalah pemain ke-13 yang sangat menentukan kemeriahan jalannya pertandingan,” kata Lawe, sapaan akrabnya melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (28/9) malam. 

Lawe yang lahir di Lamawolo, Ile Ape, Lembata, menyebutkan pembagian air mineral gratis kepada penonton sepak bola merupakan wujud kecintaannya kepada penggila bola di Lembata. 

“Saat berada di perairan Arab Saudi untuk menunaikan tugas sebagai kepala kamar mesin, saya terpikir untuk membeli air mineral untuk membantu penonton tetap semangat menyemarakkan turnamen paling bergengsi di NTT. Saya tahu cuaca di Lewoleba sangat panas,” ujar lulusan SMP Santo Pius X Lewoleba, Lembata. 

Dia telah menghubungi Kelompok Pemuda Pencinta Lembata untuk membantu membagikan air mineral gratis kepada para penonton sepak bola. "Mereka harus berkoordinasi dengan panitia setempat agar pembagian berjalan lancar," ujarnya. 

Anak Kampung

Kedua orang tua Lawe, yakni Yohanes Barang Waruwahang dan Martha Kenuka Brewumaking, hidup sederhana. Ayahnya adalah petani. Iklim Ile Ape dengan curah hujan tak menentu membuat sebagian wilayah di lereng gunung itu kerap mengalami kekeringan panjang. 

Menurut Lawe, kala itu air bersih sangat sulit diperoleh. Tanaman petani pun menjadi kering. Mereka makan ala kadarnya. Meski demikian, anak-anak seusianya kala itu berlomba-lomba melanjutkan pendidikan. Sang ibu selalu mendorongnya agar tetap bersekolah agar kelak hidup bisa hidup lebih baik. 

Baca: Proyek Saringan Sampah ala Anies, Tak Bisa Atasi Banjir!

Setelah pulang sekolah, ia dan adik-adiknya rajin membantu orang tua di kebun atau mengambil air dari sumur untuk menyiram tanaman. Kadang, ia dan teman-temannya menuju laut untuk mandi atau memancing. Panorama alam pantai sangat indah karena berhadapan lansung dengan Nuhanera, teluk dengan pemandangan indah, terutama saat senja. Nuhanera menjadi salah satu destinasi wisata laut yang selalu ramai dikunjungi wisatawan. 

Saat masih SD, pernah ada kapal kecil yang disewa wisatawan dari Eropa singgah di kampungnya. Sejak saat itu, ia bermimpi bisa ikut berlayar mengelilingi dunia. Ia juga selalu berdoa agar kelak bisa mewujudkan cita-cita menjadi pelaut. 

Lawe akhirnya bisa menjadi pelaut. Suatu waktu, Lawe pun tiba di Tasmania, Australia. Air matanya tiba-tiba jatuh karena mengingat perjuangan orang tua di kampung saat menyekolahkannya. Sejenak ia berdoa, kemudian bersiap mengawal mesin kapal melewati perairan Tasmania ke Singapura melewati Bali. Dalam hati, ia bersykur karena Tuhan mengabulkan doanya dan kedua orang tua sejak masih di kampung halaman. 

“Saat di Abu Dhabi, saya tak henti bersykur karena Tuhan sungguh ajaib. Tuhan mengabulkan doa keluarga kami. Saatnya Pak Gubernur NTT Viktor Laiskodat membangun sekolah tinggi ilmu pelayaran (STIP) agar makin banyak anak NTT menjadikan laut sebagai tempat ‘berkebun’, tak melulu bekerja di kantor-kantor pemerintahan,” kata lulusan BP3IP Jakarta ini.

 

Kontributor: yogen sogen.

Quote