Ikuti Kami

Steven Pastikan Solusi Penjualan Hasil Panen Petani Kopra

Provinsi Sulawesi Utara merupakan pusat pembelian kopra bagi wilayah Indonesia Timur.

Steven Pastikan Solusi Penjualan Hasil Panen Petani Kopra
Gubernur Sulut Olly Dondokambey Bersama Para Petani Kopra

Manado, Gesuri.id - Harga hasil panen yang anjlok selalu menjadi momok bagi petani di Tanah Air, tak terkecuali di Propinsi Sulawesi Utara (Sulut) yang mayoritas adalah petani kopra. 

Pasalnya itulah yang membuat tingkat kesejahteraan petani di negara agraris ini masih saja rendah, bahkan banyak di antara mereka yang berada di bawah garis kemiskinan.

Salah satu penyebabnya akibat petani tak dapat langsung menjual hasil panennya di pasar, namun selalu harus melalui tengkulak.

Baca: Pemprov Sulut Berhasil Tekan Angka Kemiskinan

Wagub Sulut Steven Kandouw menegaskan pemerintah provinsi tidak akan menyerah. "Kita harus cari solusi," kata dia, baru-baru ini. 

"Pembelian kopra di sini di Cargil dan Binoli dari daerah Maluku, Maluku Utara, dan Papua mereka tekan, suplai banyak, harga kopra ikut turun," ujar Steven.

Setelah ditelusuri persoalan, memang harga kopra dipengaruhi hukum ekonomi, permintaan dan penawaran. Sementara, kopra yang banyak beredar di pasaran karena suplai yang terlampau banyak masuk ke Sulut, itu akibat pusat pembelian kopra di Indonesia Timur memang ada di Sulut.

Untuk itu, Steven Kandouw sangat menyayangkan Perum Bulog yang tidak bisa melakukan penetrasi terhadap komoditi kopra. "Tidak seperti beras merupakan komoditi utama. Makanya ada penetrasi Bulog karena beras masuk bahan pangan utama, kopra tidak," kata Wagub.

Sementara itu, guna menyejahterakan petani, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Provinsi Sulawesi Utara mendorong agar pertanian di provinsi ini bisa berkonsep bisnis yang lebih panjang lagi.

Wakil Ketua Kadin Sulut Ivanry Matu mengatakan bahwa saat ini petani di Sulut masih belum inovatif, atau hanya melakukan pekerjaan yang sama dari zaman dahulu, tanpa mengembangkan sesuai dengan kemauan era sekarang.

Menurut Ivanry, contoh paling konkret saat ini adalah sektor perkebunan pegolahan kopra yang harganya merosot jauh. Jika dihitung, sangat tidak ideal lagi.

Oleh karena itu, perlu ada diversifikasi dan inovasi serta perlu menjadikan petani ke arah agrobisnis, artinya menjadikan pertanian berkonsep usaha/bisnis.

Baca: Steven: Geliat Pariwisata Saat Idul Fitri, Pemprov Komitmen

Dengan menjadikan usaha berkonsep agrobisnis, petani tidak hanya berorientasi pada panen, tetapi mulai dari hulu sampai hilir. Bagaimana pemanfaatan dan efisiensi di setiap titik produksi, tanam, panen, dan jual? Hal ini mengingat ada potensi keuntungan di setiap proses tersebut.

Petani harus mulai dibiasakan dan diajarkan ketika memilih benih ada yang bagus dan tidak boros dalam menyemai, kemudian waktu masa tanam juga dipilih benih yang cepat panen.

Demikian pula, katanya lagi, waktu panen ada teknik menggunakan teknologi tepat guna dalam rangka efisiensi dan mengurangi loss atau ada diversifikasi produk turunan.

Begitu pula, ketika akan dijual, pakai cara-cara pemasaran yang sederhana tetapi dengan profit lebih tinggi. Dengan penerapan manajemen tersebut, bisa terkontrol dan terevaluasi.

Cara-cara sederhana itu, kata Ivanry, dapat meningkatkan nilai tambah petani dan cita-cita petani sejahtera sedikit demi sedikit dapat terwujud.

Profesi Petani Bendahara DPD Pemuda Tani Indonesia Provinsi Sulut Herol Kaawoan akan meningkatkan profesi petani di daerah tersebut. Pasalnya, saat ini profesi petani sudah mulai berkurang, padahal lahan perkebunan dan pertanian masih relatif cukup luas untuk dikelola.

Herol mengatakan bahwa potensi sumber daya alam di Sulut luar biasa. Misalnya, Kecamatan Modoinding Kabupaten Minahasa Selatan sebagai daerah hortikultura terbesar, bisa dikatakan dapurnya Indonesia timur, karena merupakan pemasok bahan sayuran di Indonesia timur.

Kopi Kotamobagu, misalnya,sudah mulai dikenal orang, dan di daerah Rurukan Kota Tomohon yang berada di dataran tinggi membuat semua jenis tanaman hortikultura tumbuh subur.

Contoh lainnya, tanaman cengkih dan padi di Minahasa dan Bolmong Raya, bahkan kelapa di daerah selatan yang kualitas baik untuk pembuatan minyak goreng. Berikutnya, komoditas pala di Kepulauan Sitaro yang semua itu ada di Provinsi Sulut, bahkan sudah sampai pasar ekspor. 

Baca: Wagub Sulut: Perencanaan Keuangan 2019 Harus Matang

Hal ini pertanda bahwa peluang bagi petani Sulut untuk peningkatan kesejahtraan itu terbuka lebar, katanya lagi. Permasalahannya saat ini masyarakat Sulut sudah mulai meninggalkan profesinya sebagai petani dan mulai beralih ke ojek dan sopir, bahkan ada yang mencoba keberuntungannya ke luar negeri sebagai TKI. 

Padahal, daerah Sulut kekurangan profesi petani untuk mengolah potensi sumber daya alam yang ada. Pertanian Terintegrasi Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mengembangkan klaster pertanian terintegrasi hingga menghasilkan "zero waste" atau tanpa limbah di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulut.

Quote