Ikuti Kami

Toleransi Beragama Sehidup Semati Ada di Desa-Desa Ini

“Ya karena agama yang dianut warga di sini beragam. Ada Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha”.

Toleransi Beragama Sehidup Semati Ada di Desa-Desa Ini
Toleransi beragama dijalankan rakyat di sejumlah desa di Jawa Timur seperti Desa Wonorejo, Pujiharjo dan Junwangi. 

Surabaya, Gesuri.id - Hendi Arso, Ketua PAC PDI Perjuangan Tirtoyudo menceritakan toleransi beragama dijalankan rakyat di sejumlah desa di Jawa Timur seperti Desa Wonorejo, Pujiharjo dan Junwangi. 

Hidup rukun, lanjutnya, jasad pun berdampingan di pemakaman yang sama dengan nisan bersimbol keyakinan masing-masing. Sejak dulu sampai kini.

Baca: Pancasila Membuat Indonesia Terhindar dari Konflik SARA

Kantuk tiba-tiba menyergap kru media pdiperjuanganjatim saat menyusuri jalan nasional antara Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi menuju Probolinggo, Kamis (27/5) malam. 

Penginapan terdekat menjadi tujuan tak direncanakan. Aplikasi pencarian menunjukkan sejumlah titik penginapan di jalan raya nasional tak jauh dari Taman Nasional Baluran, Kabupaten Situbondo.

Mengacu peta virtual pada aplikasi penunjuk jalan, kru memasuki Kawasan tersebut. Sebuah gerbang masuk desa bak menyambut. Gerbang bertuliskan, “Desa Wisata Kebangsaan, Desa Wonorejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo”.

Laju perlahan menyusuri jalan desa, kru membelokkan kemudi pada area parkir tempat penginapan bernama Bima Homestay. Berbincang sejenak dengan pemilik penginapan soal fasilitas dan layanan, kru menanyakan maksud desa kebangsaan seperti tertera dalam gerbang desa.

“Ya karena agama yang dianut warga di sini beragam. Ada Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha,” kata bapak pemilik homestay. “Kalau besok mau salat Jumat, ada masjid nggak jauh dari sini,” katanya. “Gereja juga ada,” jawab sang bapak ditanya tempat peribadatan lain di desa ini.

Toleransi juga tercermin dari tempat pemakaman yang ada di desa ini. Kata si bapak, seluruh warga desa dengan agama yang beragam, pada saat meninggal dunia dikebumikan di tempat pemakaman yang sama.

“Ya semua yang meninggal dimakamkan di situ. Islam, Katolik, ya di situ juga. Kalau Hindu-nya seingat saya ada satu yang di situ (makam),” terang sang bapak.  

Toleransi hingga akhir hayat juga menjadi keseharian warga Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudho Kabupaten Malang.

Karnaval bertajuk pawai kebangsaan memperingati hari jadi Desa Pujiharjo ke-85 digelar di lapangan desa, Minggu (23/7/2017). Warga mengenakan beragam busana menggambarkan identitas agama masing-masing. Boneka raksasa burung Garuda diarak di barisan depan. Pawai keliling desa diberangkatkan Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Kusnadi SH MHum.

Di seberang lapangan, terbentang makam desa. Bentuk batu nisan nampak beragam. Dua terbanyak secara kasat mata adalah nisan berbentuk lengkung pada bagian atas menyerupai bentuk kubah masjid, serta nisan dengan bentuk simbol salib.

“Perbedaan biarlah perbedaan. Jangan jadikan permusuhan. Tetap hidup rukun berdampingan. Karena kita sama-sama tinggal di tanah Pujiharjo, sama-sama minum dari air Pujiharjo,” kata Kepala Desa Hendi Arso ketika itu. Hendi Arso yang juga Ketua PAC PDI Perjuangan Tirtoyudo ini mengakhiri masa jabatannya sebagai kades pada 9 April 2021.

Berdampingannya nisan dengan bentuk berbeda itu, gambaran bagaimana keseharian toleransi beragama berlangsung di desa ini. Pada perayaan Natal tahun lalu, 2020, misalnya. Kristiani yang menjalankan peribadatan di gereja desa bisa melangsungkan dengan tenang dan khidmat. Muslim yang menjadi tetangga mereka juga larut dalam kegembiraan tanpa ikut menjalankan peribadatan. Sejumlah anggota Banser NU berjaga di gereja tersebut.

Masih dalam rentang waktu perayaan Natal, Januari tahun ini, 2021, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur berkesempatan mengunjungi Desa Pujiharjo.

“Saya meminta kepada seluruh warga masyarakat untuk merawat kebudayaan yang sudah ada. Dan bersyukur, karena kerukunan Muslim dan Kristiani membawa kedamaian dan kemakmuran di desa ini. Ini pemandangan yang indah,” kata Sri Untari dalam pertemuan dengan warga kala itu.

Keberagaman hingga tempat peristirahatan terakhir juga diterapkan masyarakat Desa Junwangi Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Hanya saja, umur keberagamaan tak setua di Wonorejo maupun Pujiharjo yang sudah berlangsung turun temurun. Maklum, non muslim di desa ini bisa dihitung dengan jari. Itu pun pendatang yang akhirnya memutuskan menetap dan menjadi warga desa.

Pada 2004 lalu, toleransi beragama di desa ini diuji. Yakni, ketika salah seorang Kristiani warga Dusun Junwatu Desa Junwangi berpulang. Hingga akhirnya diputuskan, jenazah Albertus, warga tersebut, dikebumikan di area makam tetapi di luar pagar.

Baca: Puan: Indonesia Terus Ada Selama Pancasila Ada di Hati Kita

Tak sampai setengah hari pasca pemakaman, kasak-kusuk pro kontra menyebar luas. Karang taruna menyebar selebaran ke rumah-rumah warga menyesalkan penguburan jenazah di luar pagar.

Hingga pada malam hari, kepala dusun mengundang seluruh warga membahas persoalan ini. Diputuskan kemudian, makam mesti dibongkar untuk proses pemindahan jenazah ke area dalam pagar esok harinya.

Pemindahan jenazah pun terjadi. Sejak itu, sejumah warga non muslim yang meninggal dunia bisa dikebumikan di area dalam pagar berdampingan dengan liang lahat jasad pemeluk Islam.

Quote