Ngawi, Gesuri.id - Gesuri.id – Krisis di sektor pertanian Dapil Jatim IX (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi) memicu reaksi keras dari legislator PDI Perjuangan.
Kader militan Komisi D DPRD Jatim, Agus Black Hoe Budianto, secara lantang menyatakan perang terhadap masalah struktural dan iklim, menyusul bencana gagal panen tembakau 69 hektar di Karangjati, Ngawi Timur.
Menurut Agus Black Hoe, kerugian ini bukan sekadar angka belaka, melainkan ancaman serius dan ganda terhadap Kedaulatan Pangan bangsa. Hal ini secara langsung membahayakan nasib dan kesejahteraan para Petani Marhaen di akar rumput.
Baca: Ganjar Tegaskan PDI Perjuangan Sebagai Penyeimbang Pemerintah
"Petani kita ini adalah tulang punggung bangsa, aset utama Kedaulatan Pangan. Ketika puluhan hektar tanaman musnah karena prediksi cuaca meleset, dan di saat yang sama lahan sawah terus dikonversi jadi perumahan, artinya negara belum hadir sepenuhnya. Kami, para Banteng di legislatif, tidak akan diam! Kami harus memastikan prinsip 'Bumi Lestari, Petani Berdikari' benar-benar tegak," tegas Agus Black Hoe, Rabu (24/9/2025).
Agus Black Hoe menegaskan bahwa musibah di Ngawi adalah indikasi adanya kelemahan struktural, di mana petani dipaksa bertaruh tanpa senjata. Ia menyoroti dua isu krusial yang menjadi target utama perjuangan ideologis partainya. Pertama, politisi PDI Perjuangan ini menolak keras liberalisasi tata ruang yang mengorbankan sawah demi pembangunan.
"Masalah terbesar selain cuaca adalah perampasan lahan produktif," serunya. Ia menilai konversi lahan menjadi beton sangat bertentangan dengan semangat Marhaenisme, dan karena itu Fraksi Banteng akan menuntut ketegasan Pemerintah Provinsi Jatim dalam menerapkan Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) di lima kabupaten Dapil IX.
Di sisi lain, ia mendesak agar BMKG segera mengubah pola kerjanya. "Kami menolak informasi iklim yang bersifat regional dan bias!" tegasnya. PDI Perjuangan menuntut agar data curah hujan harus spesifik di titik tanam petani. "Ini adalah perjuangan ideologis kami, memastikan bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan harus pro-rakyat," tambahnya, menegaskan ilmu pengetahuan harus menjadi alat perlindungan, bukan sumber kerugian bagi petani kecil.
Guna mewujudkan petani yang berdikari dan bumi lestari, Agus Black Hoe memaparkan strategi yang menjadi tiga pilar amunisi perjuangan Fraksi PDI Perjuangan di parlemen.
Pilar pertama difokuskan pada Revolusi Modernisasi Pertanian dan perlindungan lahan. Fraksi PDI Perjuangan berjuang mati-matian mengamankan anggaran untuk pemerataan Alsintan modern di seluruh Dapil IX. Upaya ini ditujukan untuk menghilangkan praktik konvensional yang memiskinkan dan memastikan ketersediaan pupuk dan bibit berkualitas. Di saat yang sama, Fraksi akan menjadi garda terdepan mengawal ketat Perda PLP2B agar lahan produktif tidak tergerus.
Baca: Ganjar Pranowo Ungkap Masyarakat Takut dengan Pajak
Pilar kedua adalah Intervensi Harga sebagai Wujud Kehadiran Negara. Kami mendesak adanya regulasi tata niaga yang adil dan intervensi harga yang tegas. Bulog atau BUMD Pangan, menurutnya, harus menjadi Benteng Harga bagi petani, membeli hasil panen dengan harga dasar yang menguntungkan. "Petani Marhaen tidak boleh diinjak-injak oleh tengkulak!" cetusnya, menekankan pentingnya perlindungan ekonomi.
Terakhir, PDI Perjuangan memprioritaskan Penguatan Infrastruktur sebagai Jaring Pengaman Bencana. Fraksi fokus mendesak realisasi skema bantuan tanggap darurat yang cepat bagi korban gagal panen. Yang utama, diprioritaskan anggaran besar untuk perbaikan infrastruktur irigasi dan pengairan di wilayah rawan banjir dan kekeringan (seperti Ponorogo, Pacitan, Trenggalek). Jaringan irigasi yang prima, imbuhnya, adalah jaring pengaman paling nyata bagi petani.
"Keberpihakan kami kepada petani adalah amanah dari Ibu Ketua Umum dan wujud nyata ideologi Marhaen. Kami, para Banteng, berkomitmen menggunakan tindakan dan anggaran untuk memastikan Kedaulatan Pangan terwujud, sehingga petani Jawa Timur IX bisa sejahtera dan berdikari," pungkasnya.