Ikuti Kami

Adian: Kenaikan BBM Era Soeharto 700%, SBY 259%, Jokowi 16%

Perbandingan dibuat berdasarkan 2 hal yaitu: harga BBM jenis Premium dan atau Pertalite, dan UMR Jakarta dalam beberapa kurun waktu..

Adian: Kenaikan BBM Era Soeharto 700%, SBY 259%, Jokowi 16%
Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu.

Jakarta, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengatakan kenaikan BBM di era Pemerintahan Soeharto adalah yang tertinggi yaitu mencapai 700%, setelah itu era SBY 259%, sedangkan di era pemerintahan Jokowi yang terendah yaitu hanya 16%.

Baca: Adian Napitupulu: Tak Ada Alasan Objektif Jokowi 3 Periode!

“Di pemerintahan Soeharto BBM naik 700% sementara dalam 10 tahun Pemerintahan SBY BBM naik 259%, sedangkan di 8 tahun pemerintahan Jokowi kenaikan BBM Premium ke Pertalite naik sekitar 16% saja,” ujarnya, Sabtu (9/4).

Adian mencatat jelang delapan tahun pemerintahan Jokowi Premium berkurang drastis dan digantikan dengan Pertalite yang secara kualitas lebih tinggi dari Premium namun harga juga naik menjadi Rp 7.650 perliter. 

Jadi kenaikan harga Premium 2014 ke Pertalite 2022 berada di kisaran 16%. Di saat harga Pertalite Rp 7.650 perliter, tingkat UMR saat ini Rp 4.453.000 perbulan. Dengan demikian maka 1 bulan upah setara dengan 582 liter Pertalite.

Pada saat Jokowi dilantik harga Premium Rp 6.500 lalu naik menjadi Rp 7.500 tetapi turun lagi menjadi Rp 6.450 perliter. Pada saat itu UMR perbulan Rp 2.700.000,- atau setara dengan 360 liter Premium.

Pada saat SBY dilantik menjadi Presiden harga Premium Rp 1.810,- sementara UMR saat itu Rp 672.000 perbulan. Perbandingan upah 1 bulan setara dengan 371 liter Premium.

Di akhir pemerintahan SBY pada 2014 harga Premium menjadi Rp 6.500 per liter atau naik sekitar 259% dari harga awal SBY dilantik. Pada tahun terakhir SBY menjabat UMR berada di angka Rp 2.441.000. Dengan besaran UMR tersebut di banding harga Premium maka upah satu bulan setara dengan 375 liter premium.

Pada tahun 1991 harga Premium Rp 150,- perliter sementara UMR saat itu Rp 18.200 per bulan. Dengan perbandingan itu maka upah pekerja dalam satu bulan hanya mampu membeli sekitar 121 liter Premium.

Tahun 1998 Premium naik sekitar 700% dari tahun 1991. Dari Rp 150 perliter menjadi Rp 1.200,- perliter sementara UMR naik menjadi Rp 154.000 perbulan. Jadi upah satu bulan setara dengan 128 liter Premium.

Adian menjelaskan perbandingan tersebut dibuat dengan beberapa catatan yaitu, pertama, harga BBM yang dibandingkan adalah jenis Premium dan atau Pertalite. Kedua, perbandingan menggunakan UMR Jakarta dalam beberapa kurun waktu.

Terkait itu, Adian memastikan aksi massa yang direncanakan akan digelar besar-besaran pada Minggu (11/4) di berbagai kota dalam rangka menolak kenaikan harga Pertamax, tidak akan menguntungkan rakyat kecil.

Ia mengingatkan yang sangat terbela dan diuntungkan bukan tukang ojek, supir angkutan umum, angkutan sayur mayur dan ekonomi lemah lainnya, melainkan sekitar 14% kelas menengah keatas pengguna Pertamax yang pendapatannya boleh jadi di kisaran Rp 15 juta perbulan hingga tak terhingga.

“Harga BBM yang naik itu adalah jenis Pertamax dari Rp 9.000,- menjadi Rp 12.500,- yang disebabkan banyak faktor baik dalam dan luar negeri,” tandasnya.

Baca Jokowi 3 Periode? Ada yang Lempar Batu Sembunyi Tangan

Kenaikan harga pertamax, ujarnya, tentu berdampak langsung pada ekonomi, khususnya ekonomi menengah ke atas karena yang menggunakan Pertamax umumnya adalah mobil atau motor pribadi yang masuk kategori menengah dan mewah dengan kisaran harga mobil antara ratusan juta rupiah hingga milyaran rupiah.

“Tapi ya sudahlah, cara pandang, kepentingan dan tujuan kan bisa beda beda. Walau demikian mungkin tulisan tentang perbandingan Harga BBM dari tiga presiden ini bisa untuk pembanding data dari yang lainnya,” ungkapnya. 

"Akhir kata, saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat untuk kita semua hingga dapat melihat permasalahan lebih logis dan terang benderang," pungkasnya.

Quote