Ikuti Kami

Anton Charliyan Ungkap 'Benalu' Yang Hambat Proyek Patimban

Berulang kali Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya untuk mempercepat proyek Pelabuhan Patimban Subang.

Anton Charliyan Ungkap 'Benalu' Yang Hambat Proyek Patimban
Ilustrasi. Presiden Jokowi dan Menhub Budi Karya. (Foto: Istimewa)

Tasikmalaya, Gesuri.id - Tokoh masyarakat Jawa Barat (Jabar) Anton Charliyan menanggapi perkembangan proyek Pelabuhan Patimban, Subang yang termasuk dalam Mega Proyek Nasional.

Mantan Kapolda Jabar itu menyatakan berulang kali Presiden Jokowi memerintahkan jajarannya untuk mempercepat proyek Pelabuhan Patimban Subang ini, karena arti penting kawasan tersebut sebagai Mega Proyek Nasional  untuk masa depan peningkatan perekonomian bangsa, khususnya Jabar.

Baca: Presiden Minta Perhatikan Dampak Sosial Pelabuhan Patimban

Sebagaimana kemarin dalam rapat terbatas Kabinet tanggal 22 September, hal tersebut ditekankan kembali oleh Presiden,  agar pembangunan proyek Pelabuhan Patimban bisa lebih dipercepat lagi.

"Namun, sepertinya walaupun sudah berkali-kali ditekankan dan  diperintahkan, tetapi tetap saja jalannya sangat lambat, bahkan mungkin lebih lambat dari pada jalanya Keong," ujar Anton. 

Kader PDI Perjuangan itu melanjutkan, berdasarkan pengamatan tim nya, untuk sementara ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Salah satunya ketidakadilan sistem manajemen bisnis dari para pelaksana proyek di lapangan, terutama di tingkat Meankon dan Subkon yang tidak bersinergi dengan para supplier kecil ditingkat bawah.

"Bahkan terkesan saling menekan, saling sikut dan saling menjatuhkan. Dan juga mengarah pada  perdagangan curang, terutama yang menyangkut komitmen-komitmen bisnis, karena tidak adanya kepastian aturan yang jelas. Aturan-aturan tersebut bisa saja berubah setiap saat dengan seketika, tergantung keinginan dan kepentingan mereka," ujar Anton. 

Hal ini, lanjut Anton, tentu saja sangat riskan dalam hukum bisnis. Hal itu juga akan sangat merugikan para pihak yang terkait, terutama para supplier di tingkat bawah, seperti harga kubikasi material baik jenis batu maupun tanah/pasir atau bambu yang tidak tetap alias semakin hari semakin turun atau  murah.

Baca: Basuki: Jalan Akses Pelabuhan Patimban Rampung April 2020

"Otomatis tidak akan menarik minat para pengusaha yang ingin berinvestasi , karena bila ada profit atau keuntungan pun sangat tipis sekali antara Rp30 ribu sampai dengan 50 ribu per rit dan per truck , tidak sebanding dengan tenaga dan keringat yang dikeluarkan," ungkap Anton.  

Maka, lanjut Anton,  tidak heran jika semakin hari para supplier semakin berkurang. Dan hal itu otomatis  menjadikan jalannya proyek Patimban semakin lambat.

Karena itu, Anton menegaskan perlu adanya standar harga yang dikontrol pemerintah, yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Jadi tidak hanya menguntungkan salah satu pihak saja.

Anton mencontohkan soal konversi timbangan. Dia mengatakan, timbangan untuk penerimaan pasir atau batu dibayar berdasarkan kubikasi  per 1 meter kubik . Tapi pada pelaksanaanya pengukuran ditimbang dengan tonase, yang dikonversi 1,5 artinya jika timbangan truck 15 ton dihitung 10 meter kubik. 

"Padahal bila dihitung berdasarkan ukuran kubikasi biasa isi truck  dengan berat 15 ton tersebut bisa 12 meter kubik atau 13 meter kubik. Hal ini tentu saja tidak fair, dalam setiap pengiriman bisa hilang 2 meter sampai dengan 3 meter kubik. Jelas-jelas sangat merugikan para supplier yang dibawah," ujar Anton 

Sebaiknya, sambung Anton,  hitungan kubikasi diukur  berdasarkan hitungan Kubikasi juga, tidak diukur berdasarkan konversi tonase . Dan jika  diukur berdasarkan tonase pun konversi yang ideal 1,3 atau 1,2,  tidak seenaknya dengan konversi 1,5, yang terkesan seakan hanya semaunya sendiri dan untuk keuntungan sepihak," ujar Anton.

Anton melanjutkan, aturan-aturan internal yang mengada-ada pun merugikan, seperti warna penutup bak truk harus warna tertentu. Jika tidak, truk tidak boleh masuk. 

Dan pasir yang menggelembung diatas truk jika masuk pelabuhan dipaksa diturunkan oleh satpam pelabuhan setelah itu pasirnya dijual sendiri. Hal itu juga jelas akan berpengaruh dalam timbangan.

"Semua sopir harus pakai rompi, baju sopan lengan panjang dan lainnya juga menjadi persoalan. Akses sarana prasarana jalan yang masih kurang sehingga mengakibatkan Distribusi tidak bisa cepat adalah persoalan lainnya," ujar Anton. 

Pos alat timbang, sambung Anton, perlu diperbanyak sehingga antrian truk tidak panjang. Pengiriman batu bolder, lanjut Anton, sebaiknya lewat tongkang tidak lewat darat. Karena jika  melalui darat harus disusun lagi, sehingga memakan banyak waktu.

"Banyaknya biaya siluman di perjalanan seperti pungli Premanisme, juga perlu penindakan para Aparat keamanan dan penegak hukum. Itulah beberapa hal urgen yang merupakan benalu atau kerikil-kerikil yang perlu mendapat perhatian duper serius dari semua pihak," ujar Anton. 

Intinya, lanjut Anton, untuk merealisasikan perintah Presiden Jokowi dalam rangka percepatan Mega Proyek Patimban ini, Perlu adanya sinergi semua pihak. Negara dan Pemerintah perlu hadirnya  sebagai pengawas sekaligus wasit yang baik, baik Pemda khususnya Inspektorat, PUPR, Dishub, TNI/POLRI sebagai penegak hukum dan aparat terkait.

Baca: Jokowi Targetkan Pelabuhan Patimban Terbesar Kedua di 2027

"Jangan sampai ada pihak-pihak swasta dibiarkan membuat aturan sendiri yang hanya ingin mencari keuntungan sendiri dalam nega proyek ini, yang berdampak pada lambatnya jalannya  pelaksanaan proyek di lapangan. Dan benalu-benalu  yang dipaparkan  tadi, diharapkan bisa segera diantisipasi dan ditindak lanjuti dengan segera, bila kita benar-benar serius ingin menindaklajuti perintah Presiden Jokowi," ujar Anton.

Quote