Ikuti Kami

Aria Bima Minta Wartawan Tak Hanya Soroti Gaji dan Tunjangan DPR, Tapi Juga Pengeluaran

Aria: Kayak saya ini pengeluarannya apa sih? Kok yang disorot pemasukannya saja.

Aria Bima Minta Wartawan Tak Hanya Soroti Gaji dan Tunjangan DPR, Tapi Juga Pengeluaran
Wakil Ketua Komisi II Aria Bima.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II Aria Bima meminta wartawan tak hanya menyoroti soal gaji dan tunjangan DPR, tapi pengeluarannya untuk apa saja.

Hal itu bermula saat Aria Bima mengutarakan pendapatnya mengenai keterbukaan DPR perihal besarnya tunjangan dan gaji yang diterima.

Lalu ia mengatakan bahwa sebaiknya bukan hanya pendapatan DPR yang disorot, melainkan juga besaran pengeluarannya. “Kayak saya ini pengeluarannya apa sih? Kok yang disorot pemasukannya saja,” kata dia di Kompleks DPR, Jakarta, dikutip Minggu (5/10).

Dia menuturkan seharusnya wartawan juga menelusuri untuk apa saja gaji yang ia dapatkan per bulan. Politikus PDI Perjuangan itu mengarahkan agar memeriksanya di rumah aspirasinya yang bernama Bale Rakyat Aria Bima, yang berlokasi di Solo, Jawa Tengah.

Aria merincikan bahwa setiap bulan ia menggelontorkan uang untuk kebutuhan operasional tiga ambulans dan tiga tangki air. Lalu ada pula delapan karyawan yang harus ia gaji. Namun, dia menekankan bahwa itu semua belum mencakup seluruh biaya untuk dia menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR.

“Ini belum konversi biaya kampanye, loh ya,” kata Aria. Menurut dia jumlah pemasukan anggota dewan tidak bisa semata-mata dilihat dari nominal. Tetapi juga alokasi biaya politik semenjak dia bergabung di partai politik, kemudian mencalonkan diri di pemilihan legislatif, hingga ia berhasil menjabat.

Aria pun enggan menjawab gamblang bagaimana perbandingan modal ia mencalonkan diri dengan pendapatannya sebagai anggota DPR kini. Ia meyakini apapun jawaban yang keluar, nanti pada akhirnya DPR akan dicaci maki. Ia mengarahkan untuk bertanya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi hingga lembaga swadaya masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi.

“Saya enggak akan bicara soal besar atau kecil. Nah, wartawan itu munafik. Karena wartawan hanya pengin dapet berita jelek DPR sebagai trendingnya. Kemunafikan-kemunafikan ini juga dilembagakan di dalam wartawan,” ujar dia. Lalu Aria menuding bahwa wartawan tak mengerti soal besaran biaya demokrasi.

Maksud kemunafikan itu, kata dia, adalah wartawan yang hanya memuat sepenggal-penggal pernyataan narasumber. Dia lantas menyarankan sebaiknya wartawan mengabarkan berita yang menghangatkan suasana. Selain itu, ia juga meminta wartawan untuk menulis berita yang kritis dengan argumentasi mumpuni.

Menurut Aria dirinya adalah contoh orang yang kritis karena bisa berargumen secara konstruktif dengan beragam data. Ia pun berharap wartawan melakukan hal yang sama.

Lebih lanjut, Aria menyatakan setuju bahwa transparansi pemasukan anggota DPR perlu dikritisi. Namun, pengkritisan itu harus dilakukan dengan cara yang realistis. 

Bagi dia, cara wartawan kritis salah satunya adalah mempublikasi tulisan yang memuat informasi secara utuh. "Jangan dibangun satu pemahaman (keliru). Ditutup apa adanya, diselimuti dengan hal baik saja, tetapi tidak membangun konstruksi yang lebih realistis," ujar dia.

Pada akhir Agustus, DPR mendapat sorotan tajam karena jumlah pendapatannya tembus Rp 100 juta per bulan. Hal itu ditengarai karena adanya tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan. Lalu gelombang demonstrasi meletus sejak 25 Agustus dan menjadi ricuh karena kematian pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, yang dilindas kendaraan taktis Brimob saat pembubaran massa demo. Demo berjilid-jilid di sejumlah daerah menuntut pembubaran DPR, Setelah itu DPR menghentikan tunjangan rumah per bulan dan beberapa anggota yang kontroversial dinonaktifkan oleh partai politiknya.

Quote