Jakarta, Gesuri.id - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat menegaskan ketidakhadiran mereka dalam Rapat Paripurna persetujuan RAPBDP 2025 pada Jumat (15/8), akibat minimnya pelibatan pentahelix, atau setidaknya keseluruhan anggota legislatif dalam rapat dan pengesahannya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari mengatakan dalam paripurna yang beragendakan persetujuan RAPBD 2025 itu, merupakan kelanjutan dari sikap politik yang konsisten, setelah sebelumnya juga mereka tidak menyetujui Perubahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2025 dan tidak hadir dalam pembahasan dan persetujuan Perubahan APBD.
Ineu mengatakan Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Barat menilai bahwa proses perubahan APBD telah dilakukan tanpa melibatkan lembaga legislatif daerah (DPRD) Jawa Barat secara menyeluruh.
Hal itu, ditandai dengan terbitnya delapan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penjabaran APBD yang melibatkan anggaran sebesar Rp5,1 triliun, sebelum adanya persetujuan DPRD.
Baca: Ganjar Pranowo Ungkap Masyarakat Takut dengan Pajak
"Perubahan APBD berjalan tanpa mekanisme konstitusional yang utuh. Pergub seolah menggantikan Perda, padahal secara hierarki Perda memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi," ujar Ineu.
Sementara itu, anggota fraksi PDI Perjuangan sekaligus Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono mengatakan pihaknya juga menyoroti kebijakan efisiensi belanja oleh Gubernur yang dinilai tidak sejalan dengan prioritas nasional, termasuk program Astacita dan target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang diusung Presiden Prabowo.
Menurut fraksi, kata Ono, sejumlah program penting seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, termasuk bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, desa, serta hibah untuk sekolah swasta dan pondok pesantren, telah dihapus atau digantikan dengan skema lain yang dinilai kurang substansial.
Salah satu contoh yang disorotnya, adalah janji Gubernur melalui media sosialnya untuk mengalokasikan Rp135 miliar untuk hibah pondok pesantren.
"Namun, anggaran tersebut ternyata digantikan dengan program beasiswa santri senilai Rp10 miliar. Jadi memang dihilangkan," kata Ono.
Dihapusnya hibah bantuan pondok pesantren oleh Gubernur Dedi Mulyadi inj mencuat pertengahan April 2025 lalu. Hibah bantuan untuk pondok pesantren yang awalnya telah ditetapkan di APBD Jawa Barat tahun anggaran 2025 sebesar Rp153 miliar melalui penetapan APBD secara bersama-sama Penjabat Gubernur Bey Mahmudin dengan DPRD Jawa Barat pada 8 November 2024 lalu.
Akan tetapi, anggaran itu tiba-tiba dihapus setelah Dedi Mulyadi menjabat Gubernur. Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 membuat Dedi Mulyadi melakukan koreksi total terhadap nomenklatur bantuan hibah untuk pondok pesantren, madrasah, yayasan keagamaan dan masjid yang sebesar Rp153 miliar dengan menguranginya secara drastis.
Yakni, hanya memberikan bantuan untuk Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Jabar untuk dukungan MTQ/STQ/MQK sebesar Rp9 miliar dan untuk Yayasan Mathlaul Anwar Kampung Ciaruteun Udik RT 002/002, Cibungbulang, Ciaruteun Udik, Kabupaten Bogor untuk perbaikan ruang kelas sekolah keagamaan/pesantren senilai Rp250 juta.
Sempat muncul harapan hibah untuk pondok pesantren tersebut akan dialokasikan kembali di APBD Perubahan tahun 2025 oleh Dedi Mulyadi, sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono, akhir April 2025 lalu.
Ono menyampaikan, kepastian akan dimasukkannya kembali bantuan untuk pondok pesantren ini disampaikan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Kepala Bappeda Jawa Barat, besarannya sekitar Rp135 miliar untuk yayasan pesantren dan Rp9 miliar untuk masjid, namun ini tidak terjadi.
Selain soal dana hibah pesantren, Fraksi PDIP melakukan sikap politik yang cukup keras karena menilai kebijakan pengendalian alih fungsi lahan dan penataan UMKM yang dilakukan Pemprov Jabar tidak diimbangi dengan rencana relokasi yang jelas, serta cenderung tebang pilih.
Baca: Ganjar Amini Pernyataan Puan Soal Nama Sekjen PDI Perjuangan
"Bangunan mewah milik pengusaha yang melanggar peruntukan justru dibiarkan, sementara PKL digusur tanpa solusi konkret," ucap Ono.
Selain itu, kata Ono, Fraksi PDI Perjuangan menilai Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi belum menjalankan prinsip kolaboratif berbasis pentahelix, yang melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media.
Meski demikian, Fraksi PDI Perjuangan tetap menghargai keputusan fraksi lain yang menyetujui Raperda Perubahan APBD 2025 dengan harapan ke depannya proses penganggaran bisa berjalan lebih baik.
"Kami berharap penyusunan RAPBD 2026 nanti, dilakukan secara teknokratis, partisipatif, dan politis, dengan waktu pembahasan yang cukup dan melibatkan semua pemangku kepentingan," tutur Ono.