Ikuti Kami

Rokhmin Dahuri: Hutan Adalah Nafas Kehidupan Bangsa dan Umat Manusia Se-Dunia

Hutan adalah ekosistem yang menopang air, udara, pangan, obat-obatan, bahan bangunan dan furniture, energi, plasma nutfah, dan iklim.

Rokhmin Dahuri: Hutan Adalah Nafas Kehidupan Bangsa dan Umat Manusia Se-Dunia
Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menegaskan dalam pidatonya kunci pada Program Green Awareness Movement bahwa hutan bukan sekadar hamparan pepohonan, melainkan “nafas kehidupan bangsa dan umat manusia se-dunia”.

Acara digelar di Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (10/10).

Acara dihadiri Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, M Azrul Tanjung, Sekretaris Lazismu Pusat PP Muhammadiyah, Gunawan hidayat, Sekretaris Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Djihadul Mubarok, Wakil Ketua PWM prov Jawa Barat, Ace Somantri.

Serta Anggota DPRD Jawa Barat, Ibu Tuti, Ketua Majelis Lingkungan Hidup PWM Jawa Barat, Tahim Mulyadi, Pengurus Aisyiah Jawa Barat, Pengurus Ortom Dan Amal Usaha Muhammadiyah Jawa Barat, Perwakilan dari PDM2  seluruh Jawa Barat, ⁠para peserta Kader Lingkungan Hidup MLH PP Muhammadiyah dan para tamu undangan yang hadir.

“Hutan adalah ekosistem yang menopang air, udara, pangan, obat-obatan (farmasi), bahan bangunan dan furniture (kayu), energi, plasma nutfah, dan iklim. Bersama ekosistem laut, hutan adalah benteng terakhir yang memastikan keberlanjutan bumi dan kesejahteraan manusia,” ujar Guru Besar IPB University itu di hadapan peserta yang hadir di Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Mengangkat tema Pembangunan Hutan Berkelanjutan untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Kesejahteraan Masyarakat, dan Pelestarian Lingkungan secara Proporsional dan Berkelanjutan, Prof. Rokhmin menyampaikan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 95 juta hektare kawasan hutan—sekitar 51% dari total daratan nasional—menjadikannya hutan terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Kongo.

"Indonesia diberkahi lebih dari 95 juta hektare kawasan hutan, atau sekitar 51% dari total daratan nasional (KLHK, 2025), yang merupakan hutan terluas ketiga di dunia, hanya di bawah Brazil dan Kongo," ujar Rektor Universitas UMMI Bogor ini.

Namun, ia mengingatkan bahwa anugerah ini adalah amanah Ilahi. Kita manusia sebagai khalifah Allah SWT di bumi (QS. Al-Baqarah: 30) berkewajiban bukan hanya untuk memanfaatkan (memakmurkan) bumi, termasuk ekosistem hutan, tetapi juga menjaga kelestarian (keberlanjutan) nya.

“Sebagaimana firman Allah dalam QS. 
Al-A’raf [7]: 56, yang artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi setelah Allah memperbaikinya” tegas Prof. Rokhmin Dahuri.

Lalu, ia mengutip hadits Rasulullah ﷺ tentang pentingnya menanam pohon bahkan di saat kiamat hampir tiba,“Jika kiamat hampir tiba, dan di tanganmu ada bibit pohon, maka tanamlah.” (HR. Ahmad).

"Ayat dan hadits tersebut menegaskan bahwa menjaga dan memulihkan hutan adalah ibadah, adalah amanah," kata Anggota Majelis Pakar – PP Muhammadiyah itu.

Selain nilai spiritual, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan bahwa, ekosistem hutan di Indonesia juga memiliki nilai ekologis, ekonomi dan sosial yang luar biasa:
• Menyerap lebih dari 400 juta ton CO₂ per tahun, yang berarti membantu mitigasi 
perubahan iklim atau pemanasan global.
• Berperan signifikan dalam siklus hidrologi dunia, fungsi hidro-orologis yang 
mengendalikan banjir, erosi, dan tanah longsor pada musim hujan; dan menyediakan (melepas) air di saat musim kemarau.
• Menyediakan beragam produk kayu dan non-kayu (non-timber products) seperti madu, damar, farmasi, dan bioenergi untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor.
• Menyumbang USD 6,5 miliar devisa ekspor hasil hutan, dan 0,7 persen terhadap ekonomi nasional atau PDB. Dan, bila nilai jasa-jasa lingkungan serta ekowisata dimasukkan, maka kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB mencapai 3 persen (BPS, 2024). Perlu dicatat, bahwa pada 1980-an sampai awal 1990-an, kontribusi sektor kehutanan terhadap PDB mencapai 5 persen (BPS, 2000).
• Menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 35 juta masyarakat sekitar hutan (BPS, 2024).

“Pembangunan hutan berkelanjutan tidak cukup hanya melestarikan pohon. Ia harus menjamin kesejahteraan rakyat secara adil dan berkelanjutan,” ujar Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University itu.

Rokhmin Dahuri menegaskan bahwa pembangunan hutan berkelanjutan bukan sekadar proyek ekologis, melainkan perjuangan moral dan peradaban.

“Ketika kita menanam pohon, sesungguhnya kita sedang menanam masa depan bangsa,” tegasnya, seraya mengutip hadits Rasulullah ﷺ: “Barangsiapa menanam satu pohon, maka setiap daun yang tumbuh akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Ahmad).

Namun, tegasnya, kita masih menghadapi berbagai tantangan tata kelola kehutanan:
1. Tumpang tindih regulasi dan izin – lebih dari 3,7 juta hektare kawasan hutan masih bersengketa antar lembaga atau sektor pembangunan (KPK, 2023).
2. Deforestasi – meskipun menurun, tetap mencapai 490 ribu hektare per tahun.
3. Illegal logging (penebangan kayu secara illegal).
4. Kebakaran hutan beserta sederat dampak negatifnya.
5. Alih fungsi lahan dan tambang ilegal yang merusak ekosistem hulu hingga pesisir.
6. Kesenjangan ekonomi antara masyarakat sekitar hutan dan pemegang izin usaha besar.
7. Minimnya perhutanan sosial produktif yang benar-benar memberikan nilai tambah bagi rakyat.
8. Belum terintegrasinya antara sektor hulu (produksi kayu dan silvikultur) dengan sektor hilir (industri pengolahan kayu menjadi berbagai produk kayu yang bernilai tambah).
9. Belum optimalnya pemanfaatan produk non-kayu (non-timber products) dari ekosistem hutan, seperti madu, obat-obatan (farmasi), damar, dan pariwisata (forestry-based tourism).
10. Ancaman dampak negatip Perubahan Iklim Global.

"Ini semua menuntut kita mengubah paradigma pembangunan kehutanan—dari sekadar eksploitasi sumber daya menjadi pengelolaan berkelanjutan berbasis konservasi, industri pengolahan bernilai tambah, dan kesejahteraan rakyat," ujar Anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman Itu.

Rokhmin Dahuri menguraikan, pembangunan hutan berkelanjutan harus berlandaskan pada tiga pilar utama:

Pertama, Ekologi – Menjaga Daya Dukung Alam
- Rehabilitasi DAS dan mangrove (target: 600 ribu ha/tahun).
- Penguatan konservasi berbasis komunitas.
- Pemanfaatan jasa lingkungan: carbon credit dan ekowisata.

Kedua, Ekonomi – Hutan Sebagai Sumber Kemakmuran
- Dorong industri hilir hasil hutan kayu dan non-kayu: madu, gaharu, kopi hutan, farmasi.
- Perkuat perhutanan sosial: 13,8 juta ha untuk 1 juta keluarga petani.
- Kembangkan ekonomi karbon dan bioenergi berkeadilan.

Ketiga, Sosial – Partisipasi dan Kearifan Lokal
- Libatkan masyarakat adat, lokal, dan pesantren dalam tata kelola.
- Integrasikan nilai spiritual dan kearifan lokal.
- Pendidikan lingkungan sejak dini.

"Secara teknokratis (science-based planning), pembangunan hutan berkelanjutan, khususnya di Indonesia, seyogyanya menerapkan pendekatan sistem," ujar Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Republik Korea itu.

Sebagai anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin mendorong:
- Sinkronisasi regulasi lintas sektor: kehutanan, agraria, energi, pertanian, pariwisata.
- Alokasi anggaran memadai untuk perhutanan sosial dan rehabilitasi.
- Kebijakan fiskal hijau: insentif bagi industri ramah lingkungan.
- Kemitraan multipihak: pemerintah, akademisi, ormas Islam seperti Muhammadiyah dan NU, serta dunia usaha.

"Contohnya, Gerakan Muhammadiyah untuk Hutan Lestari telah menginisiasi penghijauan di lahan kritis Jawa Tengah dan NTT—membuktikan sinergi agama dan ekologi dapat berjalan beriringan," ucap Ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir se Indonesia) itu.

Pembangunan hutan berkelanjutan, Rokhmin Dahuri menekankan, bukan hanya proyek ekologis, melainkan perjuangan moral dan peradaban. Kita tidak sedang menanam pohon, tetapi menanam masa depan bangsa.

Mari kita jadikan hutan Indonesia tidak hanya rimbun pepohonannya, tetapi juga rimbun kesejahteraannya.

“Barangsiapa menanam satu pohon, maka setiap daun yang tumbuh akan menjadi sedekah baginya.” (HR. Ahmad). Terima kasih," tutup Menteri Kelautan dan Perikanan (2001 – 2004) itu.

Quote