Ikuti Kami

Berbau Monopoli, Darmadi Sebut Merger GOTO dan Grab Bisa Matikan Persaingan Usaha

Korporasi tersebut dikhawatirkan bisa mengganggu bahkan mengguncang ekosistem usaha sejenis lainnya yang sama-sama beroperasi di Indonesia.

Berbau Monopoli, Darmadi Sebut Merger GOTO dan Grab Bisa Matikan Persaingan Usaha
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengaku cemas terkait rencana Grab sebuah perusahaan layanan transportasi dan jasa berbasis aplikasi mengakusisi Gojek Tokopedia (GOTO).

Pasalnya, lanjut dia, aksi korporasi tersebut dikhawatirkan bisa mengganggu bahkan mengguncang ekosistem usaha sejenis lainnya yang sama-sama beroperasi di Indonesia.

"Ini sudah mengarah ke persaingan usaha tidak sehat. Mereka kalau digabungkan jelas memiliki sumber daya tak terbatas. Kondisi demikian menggambarkan adanya high monopoli yang cenderung membahayakan pasar. Hitungan kami lebih dari 91% market share bakal dikuasai mereka nantinya. Itu artinya, kompetitor lainnya bisa dipastikan bakal collapse dalam waktu tidak lama lagi," tutur Darmadi.

Baca: Hadir di Pengadilan Tipikor, Ganjar Suntik Semangat ke Hasto

"Selain itu, pasar motor hailingnya bakal diperkirakan 99.3%. Konsumen (Rakyat banyak) dalam Jangka panjang pasti dirugikan," sambungnya.

Darmadi menilai, pemerintah selaku regulator mestinya memperhatikan persoalan ini secara serius.

"Kita bukan negara berhaluan kapitalis, kalau hal itu dibiarkan jelas akan berdampak luas terhadap pelaku bisnis serupa lainnya, pekerja di sektor itu (pengemudi, kurir) bahkan masyarakat selaku konsumen itu sendiri. Pemerintah harusnya tegaskan bahwa aksi korporasi tersebut cenderung berbau monopoli dan itu harus dicegah," tandasnya.

Yang patut dikhawatirkan, lanjut dia, jika rencana itu terlaksana, maka potensi mereka melakukan pengaturan pasar terbuka lebar.

"Pasar akan mereka dikte semau-mau nantinya. Pengemudi dan konsumen jelas berpotensi paling tidak diuntungkan. Karena mereka akan fokus mengejar keuntungan sebesar-besarnya demi mengembalikan modal tanpa peduli hukum pasar apa yang dibuat disuatu negara dalam hal ini Indonesia," ujarnya.

Indonesia, saran dia, mesti belajar terhadap negara tetangga yang pernah mengalami guncangan di sektor tersebut.

Darmadi mengungkapkan, pada tahun 2018, setelah Grab mengakuisisi operasi Uber di Singapura, otoritas persaingan usaha di Singapura, yaitu Competition and Consumer Commission of Singapore (CCCS), melakukan penyelidikan. 

"CCCS menyimpulkan bahwa merger tersebut mengurangi persaingan di pasar ride-hailing Singapura secara signifikan, yang melanggar Undang-Undang Persaingan Singapura (Competition Act)" bebernya.

Bahkan, lanjut dia, pada September 2018, CCCS mengenakan denda sebesar S$6,42 juta (sekitar US$4,7 juta saat itu) kepada Grab dan S$6,58 juta (sekitar US$4,8 juta) kepada Uber, dengan total denda gabungan mencapai S$13 juta (sekitar US$9,5 juta).

Selain denda, ungkap dia, CCCS juga memberlakukan beberapa langkah untuk membuka kembali pasar, seperti menghapus kewajiban eksklusivitas bagi pengemudi Grab dan memastikan Grab mempertahankan harga serta komisi sebelum merger.

Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!

"Mereka menilai bahwa setelah akuisisi, tarif Grab naik 10-15% dan pangsa pasarnya mencapai sekitar 80% di Singapura, yang merugikan konsumen dan pengemudi," urainya.

Terakhir, Darmadi mendukung penuh langkah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang tengah melakukan penilaian dan kajian mendalam terkait rencana akuisisi GoTo oleh Grab tersebut.

"Bila perlu penilaian dan kajian KPPU segera diumumkan ke publik agar menjadi perhatian serius pemerintah. Sekali lagi pemerintah harus mencegah potensi terjadinya monopoli sebab negeri ini dibangun di atas fondasi ekonomi berbasis kegotongroyongan, bukan model ekonomi bercorak Leviathan (monster)" pungkasnya.

Quote