Ikuti Kami

Deddy Yevri Sitorus Tolak Pemisahan Pemilu Jika Buka Peluang Pengangkatan Pj Kepala Daerah

Ia menilai keberadaan Pj yang terlalu lama justru berpotensi mengganggu independensi dan kualitas demokrasi di daerah.

Deddy Yevri Sitorus Tolak Pemisahan Pemilu Jika Buka Peluang Pengangkatan Pj Kepala Daerah
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Deddy Yevri Sitorus, menolak usulan pemisahan pemilu tingkat nasional dan daerah jika hal itu justru memperbesar peluang pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah. 

Ia menilai keberadaan Pj yang terlalu lama justru berpotensi mengganggu independensi dan kualitas demokrasi di daerah.

“Kami menolak jika pemisahan pemilu pusat dan daerah itu membuka peluang lagi bagi pengangkatan Pejabat Kepala Daerah,” kata Deddy, Senin (4/8/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Deddy untuk merespons hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan bahwa 70,3 persen responden setuju pemilu nasional dan daerah dipisah. Usulan pemisahan ini juga mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Namun, menurut Deddy, isu krusial dalam pemisahan pemilu ini adalah masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah yang membutuhkan periode transisi. Ia mengkritisi peran Pj kepala daerah pada Pemilu dan Pilkada 2024 lalu yang dinilainya tidak independen.

“Belum lagi kekacauan anggaran dan penempatan ASN (aparatur sipil negara) yang cenderung berdampak negatif,” lanjutnya.

Deddy mempertanyakan apakah publik yang menjadi responden dalam survei benar-benar memahami dampak dan konsekuensi konstitusional dari putusan MK tersebut, khususnya yang berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan anggota legislatif daerah dan kepala daerah.

“Terutama konsekuensinya terhadap masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah yang perlu ditelaah lebih jauh,” ujar legislator dari Dapil Kalimantan Utara tersebut.

Lebih lanjut, Deddy menjelaskan bahwa MK mempertimbangkan kompleksitas lima kotak suara dalam satu waktu sebagai beban bagi pemilih dan penyelenggara pemilu. Namun menurutnya, persoalan ini dapat disiasati tanpa perlu memisahkan waktu pemilihan nasional dan daerah.

“Persoalan ini bisa disiasati dengan e-voting atau mekanisme pemilihan lain yang tidak membebani. Di antaranya seperti pemisahan pemilihan eksekutif dengan legislatif,” ucapnya.

Menurut Deddy, pilihan-pilihan teknis tersebut lebih bisa diterima dan tidak memicu perdebatan konstitusional yang tajam. Ia menilai pemisahan pemilu nasional dan lokal juga mengabaikan struktur dan kultur partai politik yang telah berjalan selama ini.

“Kedua pilihan tersebut tidak menimbulkan perdebatan konstitusional yang tajam. Pemisahan pemilihan lokal dan nasional itu juga abai terhadap struktur dan kultur partai politik,”  pungkasnya.

Quote