Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Budi Sulistyono atau yang akrab disapa Kanang, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi pasar tradisional yang semakin sepi dan terpinggirkan saat menggelar rapat kerja bersama Menteri Perdagangan di Kompleks Parlemen, Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Mari kita melihat filosofi Jawa tentang datang nya zaman edan, jaman sulit maka ditandai 3 hal utama dalam kehidupan manusia dan alam :
1. Jowo ilang jawane ini mengandung maksud adalah tanah di ibarat kan pusat budaya, pusat peradaban, maka ketika orang jawa bilang kehilangan Jawanya maka peradaban juga dianggap hilang. Yang ada tinggal manusia yang hanya mengejar kebutuhan pribadinya saja.
2. Kedung ilang jerone mengandung maksud sungai yang sudah mendangkal tanpa ada kedalaman maka bisa diartikan alam dan lingkungan sudah tidak bagus.
3. Pasar ilang kumandange, mengandung maksud pasar sudah sepi tanpa gairah, maka pasar sudah kehilangan denyut aktivitas ekonomi.
Maka salah satu penyebab nya diantaranya adalah :
1. Toko modern yang tumbuh di sekitar pasar tanpa ada kontrol.
2. Toko online tumbuh subur.
3. Perencanaan/design Pasar tradisional dipaksakan untuk bergaya modern yang mengakibatkan pedagang los dan tersisih oleh toko-toko yang menutup dasaran/los pedagang tradisional.
Maka kedepan kementrian perdagangan jangan membangun pasar lagi kalau tidak mengutamakan pedagang tradisional.
Karena roh nya pasar daerah terletak bagaimana pedagang tradisional ini tumbuh secara baik menjadi soko gurunya perdagangan tradisional di wilayah pelosok negeri ini.
“Jangan kita bicara tentang revitalisasi pasar modern yang tidak mempertahankan unsur tradisional, maka bisa dipastikan pasar itu akan mati,” tegas Kanang.
Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan, yang pernah menjabat sebagai Bupati Ngawi selama dua periode, juga membagikan pengalamannya dalam merancang pasar tradisional yang mempertahankan ciri khas lokal, termasuk penggunaan los terbuka sebagai pusat interaksi masyarakat.
Ia menilai bahwa dominasi toko modern dalam desain pasar justru menghilangkan karakter asli pasar rakyat.
Ia juga mengingatkan bahwa toko modern dan platform e-commerce telah memberi tekanan besar
Maka jangan bicara tambah Anggaran kalau hanya unt kenaikan gaji pegawai, biaya operasional dll tanpa menyentu revitalisasi pasar tradisional
Dalam forum yang sama, Kanang turut menyoroti arah kebijakan ekspor nasional yang dinilai masih bergantung pada bahan mentah.
Ia mengungkapkan pengamatannya saat kunjungan kerja ke Jepang bersama Wakil Menteri Perdagangan beberapa waktu lalu.
“Secara angka, kita memang surplus. Ekspor ke Jepang mencapai 23,6 miliar dolar AS, sementara impor dari Jepang 6,5 miliar. Tapi isi ekspor kita masih didominasi barang mentah seperti batu bara dan gas,” jelasnya.
Sebaliknya, barang-barang dari Jepang ke Indonesia memiliki nilai tambah tinggi, seperti mesin, transportasi, dan produk elektronik. Hal ini menunjukkan kesenjangan nilai ekonomi yang perlu segera diatasi melalui strategi hilirisasi industri nasional.
Kanang mendesak Kementerian Perdagangan untuk mengalokasikan anggaran guna mendorong hilirisasi bersama para produsen dalam negeri, agar ekspor Indonesia tidak hanya berbasis komoditas, melainkan juga produk dengan nilai tambah tinggi.
“Kita harus menangkap arahan Presiden tentang hilirisasi dengan serius. Jangan hanya bicara anggaran, tapi juga strategi besar untuk masa depan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.