Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, menyoroti bahaya membanjirnya produk asing ke pasar dalam negeri, serta lemahnya peran Kementerian Perdagangan akibat minimnya anggaran yang dialokasikan pemerintah.
"Sebenarnya tadi saya mengatakan bahwa impor itu enggak terlalu banyak isu, sebetulnya. Kenapa? Karena memang selama ini kan banyak sekali impor-impor yang memang dari Amerika itu tarifnya memang antara 0% sampai 5%. Jadi penurunan ke 0% pun tidak terlalu banyak masalah," kata Darmadi, dikutip pada Rabu (6/8/2025).
Namun menurutnya, persoalan serius justru muncul dari pergeseran negara asal impor yang berpotensi memicu ketegangan diplomatik.
"Yang ada masalah tadi adalah bisa terjadi ketegangan dengan negara-negara tertentu yang terjadi pergeseran kita impor dari negara lain. Misalnya kita gantung impor dari Australia, tadinya kita impor dari Australia, kemudian sekarang kita harus impor dari Amerika. Tentu Australia juga akan minta request syarat-syarat tertentu juga karena dia hilangkan," jelasnya.
Ia mencontohkan dampak lainnya, seperti produk-produk dari negara Timur Tengah yang mulai tergeser akibat peningkatan impor dari Amerika.
"Jadi produk-produk seperti gandum, kapas tadi, minyak-minyak tadinya kan kita dari Arab Saudi, Timur Tengah dan sebagainya. Nah sekarang kita harus beli dari Amerika, kita tuh yang ngurangi porsi dari Arab Saudi misalnya. Nah ini akan ada ketegangan, nah ini yang harus dimanage, dimitigasi nih resikonya," ujar Darmadi.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa efek dari ketegangan dagang global seperti antara Amerika dan Cina telah dirasakan langsung oleh Indonesia.
"Amerika terhadap Cina, Cina ini barangnya akan kesini gitu loh. Bayangkan ya seperti elektronik, itu sudah ada satu perusahaan baik-baiknya, dia karena penurunan penjualan dia ke Amerika, ekspornya turun, apa yang dia lakukan? Dia banjiri di Indonesia. Ini benar terjadi. Dia melakukan banyak program-program dan bersedia rugi 4 tahun untuk menguasai pasar Indonesia. Supaya apa? Supaya penjualan dia secara global itu balance gitu," papar Darmadi.
Dampak banjirnya barang asing ini sangat merugikan industri dalam negeri. Jika tidak ditanggulangi, akan menimbulkan PHK massal.
"Yang penjualan dia turun ke Amerika ini, yang dia ekspor dia ke Amerika turun, dia akan pindahkan ke Indonesia. Dan itu sudah terjadi sekarang. Ini belum apa-apa, ini sudah kayak gitu. Nah yang kayak gini, ini yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Bagaimana melindungi industri dalam negeri gitu. Supaya industri dalam negeri juga jangan hancur gitu," tegasnya.
"Jadi yang saya lebih khawatir gini, dampak penurunannya kan industri kan, kalau di sini industrinya nggak bisa bersaing, apa yang dia lakukan? Dia PHK kan? Dia kan PHK. Kemudian di PHK, dari 5 produk komoditas saja, kalau dihitung, itu estimasi perhitungan simulasi data, itu ada 735 ribu potensi yang akan terkena PHK. Itu yang menjadi salah satu tugas daripada pemerintah, khususnya kementerian perdagangan," lanjutnya.
Namun ironisnya, lanjut dia, Kementerian Perdagangan justru dilemahkan oleh minimnya anggaran.
"Tapi kalau kementerian perdagangannya dibuat lumpuh, tidak berdaya juga, apa yang bisa dia kerjakan misalnya? Jadi kalau barang ilegal kemudian banyak masuk karena mereka kurang dana untuk melakukan pemberantasan produk-produk ilegal, ya tentu nggak bisa juga. Orang nggak ada anggaran, begitu anggaran yang kurang, hancur cukup buat gaji dan operasional misalnya. Atau pemberdayaan ekspor yang tinggal 5 miliar, bayangkan," ungkapnya.
Ia juga menyinggung keberadaan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang seharusnya menjadi ujung tombak promosi ekspor, tapi kini kondisinya memprihatinkan.
"Kita kan bisa menggunakan ini jalur di luar negeri yang punya perdagangan, yang namanya ITPC itu. ITPC itu di 19 negara ada ITPC itu. Nah itu harus difungsikan. Tetapi apa yang terjadi kalau kita negara-negara tersebut, ITPC-nya, ITPC di negara tersebut, jangan kan soal salary, soal mobil aja udah tua-tua, bagaimana dia keliling pasar di sana? Itu nggak mungkin sudah. Mobilnya sudah mulai rusak-rusak, terpaksa saya dengar ke sana, saya kunjungan. Kemarin banyak yang terpaksa menyewa mobil," jelas Darmadi.
Dengan situasi anggaran yang memprihatinkan, ia menyangsikan kemampuan Kementerian Perdagangan dalam memperluas pasar.
"Jadi kita mengharap untuk melakukan kementrian perdagangan bisa melakukan peluasan pasar misalnya, ya. Tetapi apa yang terjadi? Mereka nggak punya anggaran sekarang. Nah kalau itu kita kan nggak bisa mengharapkan banyak di kementrian perdagangan untuk melakukan penetrasi pasar," ucapnya.
Darmadi juga menekankan pentingnya pemerintah menyusun peta jalan yang realistis dan akurat untuk memajukan perdagangan Indonesia.
"Jadi kami di DPR juga butuh paparan mengenai peta jalan, bagaimana realisasi yang lebih masuk akal dan lebih valid gitu untuk digalankan. Nah itu dicontoh saja, IKOR kita nggak bisa baik-baik tuh, nggak bisa naik-naik gitu, tetap saja di angka 6,3 nggak bisa turun-turun seperti negara ASEAN. Jadi tidak ada hal yang serius dikerjakan oleh pemerintah selama ini yang memang ada upaya untuk meningkatkan efisiensi begitu," pungkasnya.