Ikuti Kami

Di Era Jokowi, Hak Masyarakat Adat Dilindungi

Dengan penyerahan SK Hutan Adat masyarakat dapat memiliki legalitas atas tanah tersebut.

Di Era Jokowi, Hak Masyarakat Adat Dilindungi
Warga Desa Seburuk I dari Kabupaten Sekadau Sabinus memperlihatkan sertifikat Tanah Obyek Reformasi Agraria (TORA) yang diterima dari Presiden Joko Widodo di Hutan Lindung Digulis, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (5/9/2019). TORA merupakan pelepasan lahan hutan yang disertifikatkan untuk masyarakat adat, dimana masyarakat akan mendapatkan kepastian atas lahan tanah di dalam hutan hutan yang selama ini mereka tempati.

Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menerbitkan kebijakan untuk 'membentengi' hak masyarakat adat di negeri ini. Baru-baru ini Jokowi menyerahkan Surat Keputusan (SK) Hutan Adat kepada masyarakat adat di Kalimantan Barat (Kalbar). 

Berdasarkan keterangan tertulis yang dirilis oleh Sekretariat Presiden, Jokowi menyerahkan SK Hutan Adat yang meliputi Hutan Adat Rage, Gunung Temua, dan Gunung Jalo di Kabupaten Bengkayang dengan luas keseluruhan 535 hektar.

Baca: Presiden Bagikan 2.000 Sertifikat Tanah di Manado

Di samping itu, Presiden juga menyerahkan SK yang meliputi Hutan Adat Bukit Samabue dan Binua Laman Garoh di Kabupaten Landak dengan luas keduanya mencapai 1.110 hektar.

Penyerahan SK Hutan Adat tersebut akan memberi kepastian bagi masyarakat adat yang telah menempati dan mengupayakan lahan yang berada di dalam kawasan hutan dalam kurun waktu 20 tahun. Sebab, masyarakat dapat memiliki legalitas atas tanah tersebut.

Penyerahan SK ini, sebagaimana diakui Presiden, merupakan wujud komitmen pemerintahannya yang ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat dan rakyat kecil, utamanya yang berada di dalam kawasan hutan. 

"Artinya yang pegang lahan ini tidak hanya yang gede-gede (korporasi). Saya selalu sampaikan, saya enggak pernah memberikan ke yang gede-gede. Tapi ke rakyat yang kecil-kecil saya berikan," tegas Presiden.

Kebijakan Presden ini disambut baik berbagai kalangan di Kalbar. Bupati Landak, Karolin Margret Natasa berterima kasih pada Presiden atas diserahkannya dua SK hutan adat kepada masyarakat hukum adat.

Baca: Pemerintah Janji Percepat Pembuatan Sertifikat

Apalagi, hutan-hutan adat yang diberikan SK oleh Presiden memang berdasarkan usulan Pemerintah Kabupaten Landak. 

“Kami mengucapkan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang telah menyerahkan dua SK Hutan Adat untuk Kabupaten Landak yang sudah kami usulkan,” ujarnya.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, organisasi yang konsisten memperjuangkan hak masyarakat adat, juga menyambut baik penyerahan SK Hutan Adat oleh Presiden Jokowi tersebut.

"AMAN Kalimantan Barat memberi apresiasi kepada pemerintah pusat melalui Kementerian LHK yang telah dan memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah yang telah menetapkan Perda Masyarakat Hukum Adat di tujuh Kabupaten Kalbar, yakni Kabupaten Sintang, Landak, Sanggau, Sekadau, Melawi, Kapuas Hulu dan Bengkayang," kata Ketua BPH AMAN Kalbar Dominikus Uyub.

Ya, pemerintahan Presiden Jokowi memang konsisten menerbitkan kebijakan yang melindungi hak masyarakat adat atas tanahnya. Pada 2017, Presiden Jokowi juga memberikan surat pengakuan dan pemberian hak pengelolaan hutan adat kepada sembilan masyarakat hukum adat. 

Sembilan hutan adat yang ditetapkan itu berada di wilayah Jambi, Sulawesi Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, dengan luas kawasan mencapai 3341 hektare dan melingkupi 3.111 keluarga.

Sejatinya, kebijakan Presiden Jokowi dalam melindungi hak tanah atau hak ulayat masyarakat adat adalah upaya mematahkan warisan buruk rezim Soeharto. Warisan buruk itu adalah perampasan hak tanah masyarakat adat secara sistematis. 

Baca: Usai Bagikan Sertifikat, Jokowi: Hati-Hati Gadaikan ke Bank

Perampasan hak tanah masyarakat adat memang berakar dari pemberlakuan Undang-undang (UU) No.5/1967 tentang Kehutanan di awal berkuasanya rezim Soeharto.

Dalam UU itu telah diatur penetapan kawasan hutan oleh negara. Regulasi ini diterbitkan untuk mengakomodir kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai konsesi pengusahaan hutan terhadap para pemilik modal, terutama asing.

Permasalahannya, diberbagai kawasan hutan yang ditetapkan sebagai wilayah konsesi itu telah berdomisili masyarakat adat yang kebanyakan hidup sebagai peladang berpindah, seperti suku Sakai dan suku Anak Dalam di Sumatera, maupun berbagai rumpun suku Dayak di Kalimantan.

Artinya, rezim Soeharto telah memberikan izin pada berbagai perusahaan untuk mengeksploitasi wilayah hutan alam tanpa menghiraukan hak-hak masyarakat adat yang hidup disekitar ataupun didalam kawasan hutan.

Walhasil, terjadi penguasaan oleh berbagai korporasi terhadap hutan alam sehingga membuahkan terjadinya tumpang tindih lahan antara tanah ulayat milik masyarakat adat  dengan areal konsesi milik pengusaha. Inilah awal dari penindasan panjang terhadap hak ulayat masyarakat adat. 

Baca: Jokowi Akan Bagikan 3.000 Sertifikat Tanah di Gresik

Penindasan terhadap masyarakat adat itu dilanjutkan oleh UU Kehutanan No.41/1999 yang terbit pasca runtuhnya rezim Soeharto. Dalam bagian Penjelasan UU ini dinyatakan bahwa seluruh wilayah yang sebelumnya merupakan wilayah ulayat atau adat masuk dalam kategori hutan negara. 

Aturan ini jelas-jelas mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang telah ada sebelum Republik Indonesia ini berdiri. Padahal hak ulayat masyarakat adat telah diakui dalam UU Pokok Agraria 1960 yang terbit di era pemerintahan Bung Karno.

Sehingga, pengakuan pemerintahan Presiden Jokowi secara hukum terhadap tanah-tanah adat merupakan awal dari era pembebasan masyarakat adat dari belenggu penindasan yang merantainya selama ini. Hal itu juga menandakan, di era Presiden Jokowi, hak tanah masyarakat adat sangat dilindungi.

Quote