Ikuti Kami

Dolfie Pertanyakan BI Terkait Skema Selain "Burden Sharing"

Diketahui, skema burden sharing antara BI dengan Pemerintah untuk mendanai APBN 2020 sudah terealisasi senilai Rp183,48 triliun.

Dolfie Pertanyakan BI Terkait Skema Selain
Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI DPR RI Dolfie OFP mempertanyakan Bank Indonesia (BI) perlu adanya skema selain burden sharing dalam menghadapi resesi ekonomi.

Pasalnya, berdasarkan skema tersebut, Pemerintah dan bank sentral sama-sama melakukan beban utang yang jika terus berlanjut biaya utang tersebut tentu saja akan semakin membebani APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) di masa mendatang.

Baca: Gus Nabil Pastikan Menkes Bekerja Keras Tangani Pandemi

Diketahui, skema berbagi beban (burden sharing) antara BI dengan Pemerintah untuk mendanai APBN 2020 sudah terealisasi senilai Rp183,48 triliun. Skema dilakukan dengan cara pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana baik lewat pembiayaan public goods maupun non public goods, sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang diteken Menteri Keuangan (Menkeu) dan Gubernur BI pada Juli lalu.

“Harus ada terobosan-terobosan kebijakan ke depan yang tidak bertumpu pada pembagian beban utang, kalau dalam jangka pendek okelah. Tapi kalau ternyata 2023 kita masih begini, kita mewariskan kepada generasi berikutnya APBN kita sebagian besar diisi oleh utang” kata Dolfie. 

“APBN kita sekarang sudah 16 persen untuk membayar bunga utang. Tahun depan bisa 18-19 persen hampir sama dengan anggaran pendidikan dan melebihi alokasi anggaran kesehatan” lanjutnya dalam rapat kerja Komisi XI DPR RI secar virtual Senin (28/9).

BI, ungkap Dolfie, perlu melakukan kajian lebih lanjut dalam mencari terobosan baru. 

Sebab, politisi PDI Perjuangan itu menilai kondisi ketidakpastian ekonomi ini masih akan berlanjut dan belum jelas kapan berakhir, terlebih vaksin COVID-19 belum ditemukan.

Belum lagi, tambah dia, adanya ancaman resesi yang menghantui perekonomian, mengingat Menkeu memproyeksi pertumbuhan ekononomi Kuartal III-2020 minus 2,9 persen.

Baca: Kenneth Kritisi Anies Tak Fokus Tangani COVID-19

“Perlu ada alternatif yang bisa dilakukan dengan potensi yang dimiliki Bank Indonesia, kalau gagasan cetak uang ditolak, maka apa gagasan lain yang bisa menyediakan dana untuk negara, untuk pembangunan misalnya. Apakah menggunakan e-Rupiah, atau kalau perlu kita rubah regulasinya untuk memperkuat kapasitas keuangan negara dalam melanjutkan pembangunan di berbagai sektor” cetus Dolfie.

Sementara itu, Gubernur BI Pery Warjiyo menilai perbaikan ekonomi pada kuartal ketiga sudah terlihat meski berjalan lambat, yang dapat dilihat dari indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) yang mulai membaik seiring dengan peningkatkan ekspor nonmigas.

Untuk itu, kata dia, pemerintah tetap mengucurkan stimulus keuangan bagi sektor ekonomi terdampak agar tidak menyebabkan penurunan ekonomi yang lebih tajam.

Quote