Jakarta, Gesuri.id – DPP PDI Perjuangan secara tegas menyatakan bahwa dakwaan suap terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus dugaan suap Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak terbukti.
Selain itu, PDI Perjuangan menyoroti adanya indikasi penyelundupan fakta hukum yang dilakukan dalam proses persidangan.
Pernyataan DPP PDI Perjuangan ini disampaikan oleh politikus PDI Perjuangan Guntur Romli dalam konferensi pers di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar
Guntur Romli menjelaskan, dari keterangan para saksi yang dihadirkan di persidangan, sama sekali tidak ditemukan bukti adanya perintah suap dari Hasto Kristiyanto.
"Dakwaan terhadap suap juga tidak terbukti, tidak ada perintah dari Saudara Hasto Kristiyanto," tegas Guntur.
Ia menambahkan, seluruh sumber dana yang menjadi objek suap secara jelas berasal dari Harun Masiku, buronan KPK yang hingga kini belum tertangkap. Keterangan ini, menurut Guntur, diperkuat oleh kesaksian kunci dari Saeful Bahri.
"Keterangan ini diperkuat oleh kesaksian dari Saeful Bahri yang terakhir, bahwa skenario penyuapan KPU itu disusun oleh Saeful Bahri dan Doni Tri Istikoma," ungkap Guntur.
Lebih lanjut, Saeful Bahri juga membeberkan asal usul dana suap tersebut.
"Kemudian uang Rp400 juta awal itu juga dari Harun Masiku, dan total Rp1.250.000.000 itu juga dari Harun Masiku. Itu sudah ditegaskan secara langsung oleh Saeful Bahri yang merupakan saksi kunci," jelas Guntur.
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!
DPP PDI Perjuangan juga mengungkapkan adanya dugaan upaya "penyelundupan fakta-fakta hukum" yang patut diwaspadai dalam proses persidangan Hasto. Guntur menyoroti kejadian di mana saksi Saeful Bahri diminta untuk membaca dan menandatangani kembali Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) tertanggal 8 Januari 2020. Namun, yang mencurigakan adalah tanggal BAPK tersebut diubah menjadi tanggal pemeriksaan terkini, yakni 25 Februari 2025.
Padahal, menurut Guntur, BAPK yang dipaksakan untuk ditandatangani ulang tersebut berbeda dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan fakta-fakta hukum yang sudah terungkap dalam persidangan Saeful Bahri sebelumnya, yaitu pada perkara Nomor 18 dan Nomor 28 Tahun 2020.
"Jadi Saudara Saeful Bahri itu dipaksa untuk menandatangani kembali BAPK, yang pada tahun 2020, 8 Januari 2020, diubah tanggalnya menjadi 25 Februari 2025, padahal BAPK tersebut sudah diubah keterangannya yang lama oleh Saudara Saeful Bahri, dalam BAP dan juga dalam kesaksian di persidangan," papar Guntur.
"Jadi ini yang disebut dengan penyelundupan fakta-fakta hukum," tegas Guntur.