Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendorong percepatan pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) dengan memastikan kesiapan teknis, tata kelola, dan rantai pasok agar program itu berjalan efektif.
“Kita harus memastikan bahwa percepatan pembangunan Satuan Pelayanan Pelayanan Gizi (SPPG), pengadaan bahan baku dari koperasi, dan penetapan standar higienitas berjalan,” ujar Edy dikutip di Jakarta, Senin.
Pemerintah sebelumnya memulai implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2025 mengenai tata kelola MBG melalui rapat koordinasi perdana. Dalam peraturan tersebut, di antaranya ditegaskan mengenai pentingnya percepatan penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), pemenuhan ahli gizi, dan pembangunan 8.200 SPPG, yang sebagian besar berada di wilayah 3T.
Baca: Ganjar Ajak Kader Banteng NTB Selalu Introspeksi Diri
Edy juga menyoroti pentingnya penguatan rantai pasok lokal dalam program MBG. Dalam Perpres itu, telah diatur pula penggunaan bahan baku MBG berasal dari koperasi.
“Pasokan bahan baku wajib berasal dari usaha rakyat. Rantai pasok dapur harus mengutamakan petani, peternak, dan nelayan di sekitar lokasi SPPG. Ini sejalan dengan tujuan MBG untuk mendorong pemerataan ekonomi daerah,” kata dia.
Menurut Edy, saat ini suplai bahan baku MBG masih belum seimbang dengan kebutuhan SPPG yang terus meningkat. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya koordinasi antara Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah daerah.
“BGN yang tahu kebutuhan SPPG, sementara pemerintah daerah tahu kapasitas suplai di wilayahnya. Keduanya harus duduk bersama memetakan sumber bahan baku dan menghubungkannya langsung dengan SPPG,” ucapnya.
Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif
Edy juga menyoroti peran krusial ahli gizi dalam memastikan keamanan dan kualitas makanan.
“Ahli gizi adalah satu-satunya tenaga kesehatan dengan kompetensi penuh dalam penyelenggaraan makanan bergizi. Mereka punya STR dari konsil dan izin praktik dari pemerintah. Karena itu, yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan kesehatan makanan di SPPG adalah ahli gizi,” ujarnya.
Edy berharap norma baru dalam tata kelola MBG dapat memperkuat implementasi program, terutama di daerah terpencil, sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.

















































































