Ikuti Kami

Komisi VI DPR RI Dorong Panja Tata Niaga Gula, Petani Tebu Harus Ikut Sejahtera

Adisatrya: Kami ingin industri gula ini maju, tapi harus bersama-sama. Tidak bisa hanya satu pihak saja yang menikmati keuntungan.

Komisi VI DPR RI Dorong Panja Tata Niaga Gula, Petani Tebu Harus Ikut Sejahtera
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Adisatrya Suryo Sulisto, menegaskan pembenahan sektor gula tidak boleh hanya menguntungkan pelaku usaha besar, tetapi juga harus memastikan kesejahteraan petani tebu sebagai pilar utama rantai pasok.

“Kami ingin industri gula ini maju, tapi harus bersama-sama. Tidak bisa hanya satu pihak saja yang menikmati keuntungan. Petani tebu pun harus ikut sejahtera,” ujar Adisatrya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Kementerian Perdagangan, BUMN pangan, serta 11 perusahaan pemegang izin impor gula rafinasi di Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Menurutnya, persoalan tata niaga gula yang tidak adil telah lama menekan petani. Karena itu, Komisi VI DPR tengah mendorong pembentukan Panitia Kerja (Panja Gula) untuk merumuskan solusi konkret. 

“Panja ini akan kita putuskan supaya masalah bisa diselesaikan secara fokus dan sistematis,” tambahnya.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, kuota impor gula rafinasi tahun 2025 mencapai 3,4 juta ton. Meski seharusnya khusus untuk industri makanan dan minuman, ditemukan indikasi gula rafinasi bocor ke pasar konsumsi rumah tangga.

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) bahkan mendapati merek gula konsumsi yang mengandung rafinasi. Akibatnya, harga gula lokal di tingkat petani terpuruk. Menurut Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), per September 2025 stok gula petani mencapai 350 ribu ton, dengan harga jual hanya Rp10.000–Rp11.000/kg, jauh di bawah harga acuan Rp12.500/kg.

Ketergantungan Impor Masih Tinggi

Fakta lain, mayoritas pabrik gula rafinasi berdiri di kawasan pesisir dekat pelabuhan dan tidak memiliki kebun tebu. Sementara ketentuan dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 mewajibkan setiap pabrik memiliki kebun minimal 20 persen dari kapasitas produksi, aturan yang hingga kini belum berjalan efektif.

Kondisi ini diperparah dengan tingginya ketergantungan impor. Data Badan Pangan Nasional mencatat, produksi gula nasional tahun 2024 baru mampu memenuhi 67 persen kebutuhan konsumsi, sisanya dipenuhi dari impor gula mentah maupun rafinasi.

Adisatrya menekankan, DPR ingin mendorong regulasi yang adil bagi industri sekaligus berpihak pada petani. “Industri boleh maju, tapi jangan sampai petani dikorbankan. Kita ingin semua tumbuh bersama, bukan berat sebelah,” tegas politisi PDI-Perjuangan tersebut.

Quote