Ikuti Kami

PDI Perjuangan Minta Pemprov NTT Evaluasi Dua Produk Hukum

Yunus Takandewa mengatakan, evaluasi penting dilakukan karena berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan RPJMD Provinsi NTT Tahun 2025-2029.

PDI Perjuangan Minta Pemprov NTT Evaluasi Dua Produk Hukum
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTT, Yunus Takandewa.

Jakarta, Gesuri.id - Fraksi PDI Perjuangan meminta Pemerintah Provinsi NTT untuk segera mengevaluasi dua produk hukum daerah yang dinilai sudah ketinggalan zaman.

Permintaan ini disampaikan dalam rapat paripurna pemandangan umum terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTT Tahun 2025-2029 yang berlangsung di Kupang, Selasa (20/5).

Dua regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 52 Tahun 2023 tentang Pengendalian Terhadap Pemasukan, Pengeluaran, dan Peredaran Ternak, Produk Hewan, dan Hasil Ikutannya.

Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD NTT, Yunus Takandewa mengatakan, evaluasi penting dilakukan karena berkaitan dengan keberhasilan pelaksanaan RPJMD Provinsi NTT Tahun 2025-2029.

“Semangatnya adalah reformasi produk hukum daerah. RPJMD adalah fondasi yang akan mengantarkan tahapan program untuk mencapai visi dan misi gubernur,” kata Yunus.

Ia menambahkan, RPJMD NTT saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan eksternal, seperti kebijakan pemangkasan anggaran dari pemerintah pusat serta kondisi fiskal daerah yang belum sepenuhnya mendukung realisasi visi dan misi kepala daerah. Oleh karena itu, reformasi hukum daerah dinilai krusial, terutama dalam sektor pendapatan daerah.

Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024, Fraksi PDIP menyoroti ketentuan terkait tata niaga rumput laut yang dinilai menghambat produksi dan distribusi oleh petani.

Yunus menyebutkan, banyak keluhan dari petani rumput laut karena regulasi ini menghambat pengiriman hasil panen mereka ke luar daerah.

“Kalau kita lihat, produk rumput laut ini cukup signifikan menyumbang pendapatan daerah kita,” jelasnya.

Terkait Pergub 52 Tahun 2023, Yunus menilai sejumlah ketentuan dalam aturan tersebut yang menyulitkan peternak dan pengusaha ternak dalam menjalankan usaha. Salah satu poin yang disorot adalah standar berat ternak yang dinilai tidak realistis.

Baca: Hadir di Pengadilan Tipikor, Ganjar Suntik Semangat ke Hasto

“Misalnya, soal berat hewan ternak yang harus dikirim ke luar NTT. Hampir semua pengusaha dan peternak sulit memenuhi standar itu,” jelasnya.

Yunus, yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi II DPRD NTT, turut menyoroti ketentuan lain dalam Pergub tersebut, yakni kewajiban memiliki area peternakan seluas 50 hektare bagi setiap pengusaha.

Menurutnya, syarat ini memberatkan dan menghambat potensi pengembangan sektor peternakan di NTT.

“Hal-hal ini menghambat potensi daerah. Karena itu perlu ada reformasi produk hukum daerah agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) kita bisa meningkat,” pungkas Yunus.

Quote