Ikuti Kami

Postur APBN 2018 Tanpa Perubahan, Eva: Kurangi Malpraktik

Pemerintahan Jokowi menjadi pemerintahan pertama dalam sejarah Indonesia yang tak merubah APBN-nya sejak era reformasi.

Postur APBN 2018 Tanpa Perubahan, Eva: Kurangi Malpraktik
Postur APBN 2018.

Jakarta, Gesuri.id - Presiden Joko Widodo memutuskan untuk tidak mengajukan perubahan terhadap rancangan anggaran perubahan, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2018 kepada DPR. Itu artinya, pemerintahan Jokowi menjadi pemerintahan pertama dalam sejarah pemerintahan Indonesia yang tak merubah APBN-nya sejak era reformasi.

Mengapa Jokowi tak merubahnya? Sebab, Jokowi menilai postur dari APBN sebelumnya yang sudah baik, dan tidak mengharuskan pemerintah merubah anggarannya.

Baca: Eva: Harga Minyak dan Kurs Rupiah Masih Jadi TantanganAPBN

Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari pun menyerahkan sepenuhnya pengajuan RAPBN pada pemerintah.

"RAPBN adalah undang-undang yang jadi prerogatif pemerintah. Jadi terserah pemerintah," tutur Eva, Selasa (17/7).

Eva pun tak segan mengungkapkan pujiannya terhadap pemerintah, yang dalam hal ini tak ada membuat perubahan pada RAPBN 2018. Menurutnya, perencanaan budget yang dirancang pemerintah semakin bagus yang bisa mengurangi kemungkinan mal praktik anggaran.

"Perencanaan budget makin bagus, deviasi sedikit jadi tidak perlu mengajukan RAPBN-P. Kita apresiasi. Akuntabilitas meningkat, mengurangi kemungkinan untuk malpratik," tukasnya.

Eva Sundari.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan postur APBN cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara, dan defisit lebih kecil dari yang direncanakan. "Untuk itu Bapak Presiden menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini kita tidak melakukan APBN Perubahan," ujar Sri Mulyani. 

Pada APBN 2018, asumsi awal keseluruhan penerimaan negara sebesar Rp 1.894 triliun. Tapi, justru keseluruhan penerimaan negara pada tahun 2018 sebesar Rp 1.903. Pendapatan negara itu diperkirakan lebih tinggi sebesar Rp 8,3 triliun.

Dari sisi belanja negara, diperkirakan dengan penyerapan sekitar 95 persen hingga 96 persen, akan mencapai Rp 2.217,3 triliun hingga akhir tahun.

"Maka kita memperkirakan defisit anggaran untuk keseluruhan tahun anggaran 2018 hanya sebesar Rp 314,2 triliun. Angka ini lebih kecil dari UU APBN  yang sebesar Rp 325,9 triliun. Jadi nominalnya mengecil," jelasnya.

Untuk asumsi lain seperti nilai tukar rupiah, harga minyak dan pertumbuhan ekonomi, menurut Sri Mulyani akan terus diantisipasi pergerakannya. Hal itu agar tak menganggu kinerja penerimaan maupun belanja yang sudah ditetapkan.

"Pergerakan itu ada di UU APBN yang sudah mengamanatkan untuk bisa teralokasikan," ucap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Baca: Defisit Negara Turun, Jokowi Pilih tak Ajukan APBNP

Saat ini, diketahui beberapa asumsi makro dalam APBN sudah tidak sesuai dengan realisasi rata-rata, seperti harga minyak mentah (ICP), nilai tukar rupiah dan produksi jual (lifting) minyak.

ICP, yang diasumsikan sebesar 48 dolar AS per barel, realisasinya hingga akhir Mei 2018 sudah mencapai 66 dolar AS per barel. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sudah lebih tinggi dari asumsi APBN Rp 13.400.

Quote