Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Rokhmin Dahuri, menyerukan pentingnya revolusi maritim digital sebagai langkah strategis untuk memperkuat kedaulatan laut dan mendorong pertumbuhan ekonomi biru Indonesia.
Ia menilai, berbagai tantangan yang dihadapi sektor kelautan nasional menuntut pembaruan sistem, teknologi, serta tata kelola kelembagaan yang lebih terpadu dan modern.
"Kita kehilangan Rp30 triliun per tahun dan 1 juta ton ikan akibat kejahatan laut. Ini bukan sekadar statistik—ini alarm nasional!” kata Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2001–2004 itu dalam sebuah forum kelautan nasional, dikutip pada Kamis (30/10/2025).
Prof. Rokhmin menjelaskan bahwa laut Indonesia kini menghadapi beragam persoalan akut, mulai dari perompakan, pencemaran, hingga tumpang tindih regulasi dan lemahnya koordinasi antar-lembaga. Karena itu, ia menyerukan pembentukan Kelembagaan Keamanan Laut NKRI yang terpusat di BAKAMLA sebagai Indonesian Coastguard dengan fungsi multifungsi seperti yang diterapkan di negara-negara pantai maju.
“Sudah saatnya kita bersatu dalam satu armada, satu komando, demi laut yang aman dan berdaulat!” ucapnya.
Menurutnya, pembentukan lembaga keamanan laut yang kuat dan terintegrasi akan memperkuat pengawasan, mempercepat penegakan hukum, serta mengakhiri ego sektoral antar-kementerian. Ia menilai, model kelembagaan seperti di negara-negara pantai lain—seperti Filipina, Australia, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, dan Inggris—dapat menjadi acuan untuk memperkuat BAKAMLA sebagai lembaga multifungsi.
Prof. Rokhmin menambahkan, kerja sama internasional dalam keamanan laut juga menjadi bagian penting dari strategi besar pembangunan maritim Indonesia. Kerja sama ini diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan, mulai dari penangkapan ikan ilegal (IUU Fishing), ancaman lingkungan laut, hingga memperkuat posisi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.
Ia menyebut, Indonesia saat ini aktif dalam berbagai organisasi internasional seperti Western and Central Pacific Fisheries Commission dan ASEAN Regional Forum, yang berperan penting dalam inisiatif keamanan laut regional.
Di tingkat bilateral, Indonesia juga menjalin perjanjian dengan negara-negara tetangga seperti Australia dan Filipina untuk mengamankan wilayah perbatasan dan memerangi praktik IUU fishing.
Lebih jauh, Prof. Rokhmin menekankan bahwa inovasi dan teknologi menjadi inti dari revolusi maritim digital. Menurutnya, ekonomi biru Indonesia harus berbasis pada teknologi cerdas dan kolaborasi lintas sektor dengan pendekatan Penta Helix—yakni sinergi antara akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media.
Ia mendorong pemanfaatan teknologi seperti akuakultur cerdas, bioteknologi kelautan, serta energi dari limbah mikroalga dan biogas untuk mencapai ketahanan pangan, energi, dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam konsep maritim digital yang diusungnya, Prof. Rokhmin merekomendasikan penerapan sejumlah inovasi seperti:
1. Sistem Pengawasan Terintegrasi Berbasis Teknologi,
2. Ocean Big Data, AI, IoT, Blockchain, dan Drone,
3. Unmanned Aerial Vehicle (UAV),
4. Buoy dan sensor laut canggih,
5. Global Positioning System (GPS),
6. Automatic Identification System (AIS), serta
7. Vessel Monitoring System (VMS).
Melalui transformasi digital dan penguatan kelembagaan, Prof. Rokhmin meyakini Indonesia dapat memperkokoh kedaulatan lautnya sekaligus mengakselerasi pertumbuhan ekonomi biru yang inklusif dan berkelanjutan.

















































































