Ikuti Kami

Segera Sahkan RUU PKS, Diah: Kekerasan Seksual Bukan Sepele!

Megawati selalu memberi perhatian khusus terhadap banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. 

Segera Sahkan RUU PKS, Diah: Kekerasan Seksual Bukan Sepele!
Kaposki PDI Perjuangan Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka dalam diskusi bertajuk Urgensi Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Kamis (10/9). (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Kaposki PDI Perjuangan Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka mengatakan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kerap mengedepankan persoalan perempuan dan anak dalam agenda-agenda kepartaian, termasuk juga saat memberikan pembekalan kepada para calon kepala daerah.

Megawati memang selalu memberi perhatian khusus terhadap banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. 

Baca: Sri Rahayu Dorong RUU PKS Segera Dibahas & Disahkan

Untuk itu, Fraksi PDI Perjuangan sangat keras mendukung pembahasan dan mengawal Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI.

"Ibu Megawati Soekarnoputri yang juga banyak membimbing kita untuk tetap konsen, detail memperhatikan berbagai regulasi dan kebijakan menyangkut perempuan dan anak," ujar Diah dalam diskusi bertajuk "Urgensi Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual" di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta Pusat, Kamis (10/9).

Diah mengatakan, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menganggap persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah masalah kemanusiaan. Dalam kaitannya dengan RUU PKS, Diah menambahkan, peran Presiden RI kelima ini juga sangat besar, yaitu ikut mendeklarasikan naskah awal RUU PKS sebelum diusulkan ke DPR RI.

"Ibu Megawati ikut mendeklarsikan naskah awalnya untuk ini diusulkan ke DPR. Karena itu Fraksi PDI Perjuangan, kita berharap ini menjadi modal kita untuk makin memperkuat langkah kita memenangkan perdebatan, dialektika, pembahasan di DPR yang masih tarik ulur," kata Diah.

Meskipun RUU PKS sembat terhambat pembahsaanya, Diah mengatakan saat ini hampir seluruh fraksi-fraksi di DPR RI ikut mendukung pengesahan RUU PKS. Bahkan saat RUU PKS dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, banyak fraksi lain, termasuk fraksi PDI Perjuangan yang memprotes keputusan tersebut.

Dengan begitu, Anggota Komisi VIII DPR RI ini yakin RUU PKS bisa dibahas dan tidak menutup kemungkinan untuk disahkan secapatnya. Seperti diketahui, RUU PKS dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, dan akan kembali dimasukan ke daftar Prolegnas Prioritas 2021. 

Diah menegaskan, persoalan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak bukan masalah sepele. Tapi sudah menjadi problem kebangsaan yang substantif, artinya tidak hanya menyoal dasar hukum saja, tapi juga perlindungan mental bagi korban kekerasan. 

"Ini bukan hal yang sepele, tapi persoalan kekerasan ini menjadi problem kebangsaan yang substantif soalnya dia tidak hanya menyoal praktik hukum. Tapi kalau kata Bu Mega ini menyangkut kemanusiaan. Ketika kita berbicara tentang kemanusiaan, tentunya kita bicara dimensi spiritualitas dalam nilai-nilai ketuhanan. Yang kedua tentunya bicara rasa keadilan. Dan juga ini isu yang banyak mengemuka di tengah persoalan kerakyatan kita," papar Diah.

Baca: Diah: Komisi VIII Tak Pernah Cabut RUU PKS dari Prolegnas

Tentunya, kata Diah, masyarakat tak ingin melihat peradaban bangsa Indonesia penuh dengan watak kekerasan. Karenanya, penting agar DPR RI segera mengesahan RUU PKS. Sebab, jika tak segera disahkan apalagi sampai diabaikan pembahasannya, bukan tidak mungkin setiap generasi akan mewarisi sikap kekerasan terhadap kelompok yang seharusnya perlu dilindungi.

"Tentunya kita tidak ingin melihat peradaban bangsa kita penuh dengan waktak kekerasan. Tanpa sadar, apabila ini kemudian kita tidak mengetengahkan, kemudian kita tidak bicara tidak terhadap kekerasan, ini akan menjadi jangan sampai lintas generasi. Artinya kita mewarisi praktik-praktik kekerasaan terhadap generasi selanjutnya, seolah-oleh kita permisif dengan berbagai alasan," papar Diah.

Karenanya, Fraksi PDI Perjuangan menganggap RUU PKS ini sangat urgen untuk disahkan.

"Fraksi PDI Perjuangan statementnya tidak pernah goyang untuk mendukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini. aya rasa ini suatu RUU yang memang sangat pantas, dan sangat mendasar untuk diperjuangan di republik ini," katanya.

Sementara pembicara lainnya, Valentina Sagala dari Jaringan Masyarakat Sipil menyatakan pihaknya sedang melakukan finalisasi draf RUU PKS yang akan diusulkan ke DPR. 

Pihaknya mendefinisikan "Perlindungan adalah segala upaya mencegah, menangani, menyediakan perlindungan, memulihkan Korban, menindak pelaku, memberikan rasa aman kepada Korban, Saksi, dan keluarga Korban, dan mewujudkan lingkungan bebas Kekerasan Seksual.

"Intinya mempertegas Negara hadir melindungi korban," kata Valentina.

Selain itu, dia juga menyebutkan ada 9 jenis kekerasan seksual yaitu, pelecehan seksual; pemaksaan perkawinan; pemaksaan kontrasepsi; perkosaan; pemaksaan aborsi; eksploitasi seksual; pemaksaan pelacuran; perbudakan seksual; dan penyiksaan seksual.

Valen juga mengusulkan agar unsur-unsur tindak pidana kekerasan seksual dalam RUU ini lebih detail dibanding perumusan dalam RUU Hukum Pidana. Contohnya, perkosaan dalam RUU Hukum Pidana mengatur unsur kekerasan atau ancaman kekerasan.

"Sementara dalam RUU ini unsur-unsurnya diperluas menjadi: kekerasan, atau ancaman kekerasan, atau tipu daya, rangkaian kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan,” katanya.

Baca: Kasus Fetish Jarik Buktikan RUU PKS Mendesak Disahkan

Sementara soal pemidanaan, pihaknya mengusulkan pidana pokok dalam wujud penjara, denda, kerja sosial, hingga pidana pengawasan. Plus ditambah Pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak dan pengampuan; pengumuman identitas pelaku; perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; pencabutan hak politik; pencabutan hak menjalankan pekerjaan; pencabutan jabatan atau profesi; pembayaran ganti rugi; dan pembinaan khusus. Juga ada usulan tindakan rehabilitas khusus.

"Kami juga mengusulkan adanya ketentuan peralihan berisi pengaturan tindakan hukum yang sudah ada yaitu perkara Kekerasan Seksual yang masih dalam proses penyelesaian di tingkat penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tetap diperiksa berdasarkan Undang-Undang yang mengaturnya," kata Valentina.

Sementara KH Marzuki Wahid mengatakan setiap pemeluk Agama Islam pasti akan menolak kekerasan seksual. Maka dirinya merasa aneh jika ada WNI pemeluk Islam tak setuju pengesahan RUU PKS.

Dia mengaku sudah membaca draf RUU PKS sejak yang dibuat tahun 2017 hingga yang ada saat ini. Menurutnya, substansi RUU itu sangat keren dan seharusnya segera disepakati lalu disahkan oleh Pemerintah dan DPR.

"RUU ini mengatur mulai dari hulu sampai hilir, mulai pencegahan sampai pemulihan, dan bahkan hak-hak korban ada disitu. Kemudian penindakan pelaku juga ada, bahkan hukum acaranya juga ada. Dan menurut saya ini yang kita butuhkan. Yakni sebuah undang-undang yang berpihak kepada korban," pungkasnya.

Quote