Jakarta, Gesuri.id - Ketua DPP PDI Perjuangan Sukur Nababan menegaskan berada di dalam atau luar pemerintahan, PDI Perjuangan akan tetap dukung Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan ini disampaikan Sukur saat menjadi narasumber di Podcast Ngegas Rakyat Merdeka yang dipandu wartawan Rakyat Merdeka, Siswanto, Rabu (30/4).
Sukur mengakui, pelaksanaan kongres kali ini terpaksa mundur dari yang seharusnya digelar tahun 2024. Penundaan itu, terjadi karena padatnya agenda politik yang harus dihadapi partai selama tahun 2024.
"Sebenarnya tertunda kongres ini bukan karena ada masalah di internal, tetapi karena ada tugas-tugas partai. Tugas-tugas politik yang harus kita selesaikan sebagai kader dan sebagai partai politik," ungkap Sukur.
Sebagai Ketua DPP yang mengurus organisasi dan anggota, Sukur mengaku tahu persis bagaimana psikologis kadernya pasca Pemilu dan Pilkada serentak 2024. Meskipun menghadapi berbagai ujian selama Pemilu, Sukur bilang, kader tetap solid dari tingkat pusat hingga ke akar rumput. Kata dia, salah kaprah kalau ada yang menyebut PDI Perjuangan pecah karena pemilu.
Baca: Ganjar Pastikan PDI Perjuangan Siap Upgrade Kurpol Perempuan
"Saya tahu persis kami kompak, kami solid. Orang saja yang sok pintar," sindirnya.
Sukur menambahkan, fokus PDI Perjuangan sekarang adalah membangun konsolidasi untuk menghadapi dinamika politik ke depan yang semakin ketat. Hal itu perlu dilakukan untuk menyamakan persepsi di antara para kader dalam menghadapi tantangan ke depan.
"Akan tetapi intinya bukan kapan waktu pelaksanaannya. Karena kapan pun, kongres bisa dilaksanakan," ujarnya.
Meski menegaskan tidak ada konflik internal, Sukur tak menampik adanya gangguan dari pihak eksternal yang mencoba melemahkan PDI Perjuangan. Dia pun mengingatkan sebesar apapun usaha mereka "mengawut-awut" partainya, pasti tidak bakal berhasil. Sebab, seluruh kader dari tingkat pusat sampai daerah tetap satu komando.
"Tidak ada gonjang-ganjing di PDI Perjuangan dan mau seperti apapun orang mengganggu, nggakakan bisa lah. Saya bisa pastikan itu," tegasnya.
Lebih lanjut, Sukur memastikan kasus hukum yang menimpa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak memengaruhi jalannya program partai, termasuk rencana pelaksanaan kongres. Dia juga menegaskan, operasional partai tetap berjalan normal meski posisi Sekjen saat ini ditangani langsung oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Meski demikian, Sukur tidak menampik secara psikologis, kasus tersebut membawa dampak bagi kader PDI Perjuangan.
"Pada saat kita merasa sebuah ketidakbenaran telah terjadi, psikologis kita, mentalitas kita kan pasti akan terganggu," ungkapnya.
Sukur mengungkapkan salah satu penyebab partainya sampai sekarang tetap solid adalah keberadaan Megawati sebagai sosok perekat. Tak heran, semua kader pun kompak untuk meminta Presiden ke-5 RI itu kembali memimpin partai dalam kongres nanti.
Bagi PDI Perjuangan, Megawati punya kharisma dan gaya kepemimpinannya telah merekatkan menyatukan seluruh struktur partai hingga ke akar rumput.
"Bagi saya ini bukan masalah dukung-mendukung, tapi soal ideologi dan perekat kader. Partai ini butuh Ibu Megawati agar tetap menjadi partai ideologis dan solid," ujarnya.
Menjawab kekhawatiran soal usia Megawati yang tak lagi muda, kepemimpinan bukan sekadar soal fisik. Namun, mentalitas dan kematangan berpikir.
Politisi kelahiran Padang, Sumatera Barat itu bilang, regenerasi di tubuh PDI Perjuangan sudah berjalan secara alami di berbagai tingkatan kepengurusan dan legislatif.
Oleh karena itu Sukur memastikan tidak ada khawatiran soal masa depan partai, jika Megawati tidak lagi menjabat sebagai ketua umum.
Namun, alumni Universitas Generasi Muda (UGM) itu menilai, dalam situasi politik nasional yang penuh dinamika, PDIP tetap membutuhkan sosok yang memahami betul jati diri partai. Apalagi, Megawati telah menunjukkan kepemimpinan yang menjunjung tinggi prinsip kebangsaan, bahkan di tengah berbagai tekanan dan godaan politik.
“Dalam proses Pillpres, Pilkada, beliau tak pernah mengutamakan kepentingan personal. Itu tidak gampang. Tapi ketua umum kami tetap pada prinsip, yaitu semua untuk bangsa dan partai,” tukasnya.
Baca: Ganjar Ingatkan Presiden Prabowo Segera Ambil Alih Kendali
Dalam kesempatan ini, Sukur juga menjawab spekulasi tentang kemungkinan PDIP bergabung ke pemerintahan setelah Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Megawati di Teuku Umar. Menurutnya, sistem parlementer yang dianut Indonesia tidak mengenal oposisi tapi kerja sama politik untuk memerintah.
"Dan PDIP sudah memutuskan berada di luar pemerintahan, tetapi bukan untuk merusak,” tegasnya.
Menurutnya, keberadaan PDIP di luar kabinet adalah dalam kerangka menjaga keseimbangan. Partainya tetap akan mendukung kebijakan yang pro-rakyat, namun akan bersikap tegas jika ada kebijakan yang dinilai merugikan.
“Kalau bagus untuk rakyat kami akan berada di garis depan untuk mendukung, tapi kalau menyusahkan rakyat kami akan katakan tidak,” tegasnya.
Baca juga : Kalah Lawan Kotak Kosong, Mantan Wali Kota Maju Lagi
Menurutnya, pertemuan Megawati dengan Prabowo, sebagai langkah silaturahmi antar pemimpin bangsa, bukan lobi-lobi politik praktis apalagi politik dagang sapi. Sebab, dukungan terhadap pemerintahan tidak harus diwujudkan dengan posisi menteri.
“Kalau ukuran dukungan itu soal berapa menteri, ya itu bukan dukungan sejati. Bisa saja ada yang dapat menteri tapi nusuk dari belakang. Lebih baik seperti kami, di luar, tapi tetap memberi ide untuk kebaikan rakyat,” ujarnya.
Dikatakan, publik tidak seharusnya melihat pertemuan tersebut dengan kacamata sempit yang sarat kalkulasi untung-rugi. Sukur menyesalkan, jika pertemuan tokoh bangsa selalu diasumsikan sebagai barter kepentingan kekuasaan.
“Kalau kita melihatnya sebagai pertemuan dagang sapi, siapa bawa apa, siapa tawar apa, siapa minta apa ya, maka sempit sekali cara pandangnya. Ini bukan lobi politik transaksional,” tegasnya.
Pemilik nama lengkap Sukur Hamonangan Nababan ini juga menyebut kemungkinan pertemuan lanjutan antara Megawati dan Prabowo sangat terbuka, mengingat tidak ada konflik pribadi di antara dua tokoh bangsa tersebut. Justru, dialog antar-pemimpin seperti itu penting untuk membicarakan masa depan bangsa.
"Pertemuan seperti itu bagus. Kalau dua tokoh yang tidak ada persoalan pribadi bertemu, diskusinya pasti lebih jernih. Tapi kalau sudah ada konflik personal, pasti akan sulit,” pungkasnya.