Jakarta, Gesuri.id - Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengaku pihaknya bakal meminta Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Pangdam Siliwangi untuk menjelaskan kasus ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat yang menewaskan 13 orang.
Ia mengatakan, pihaknya berharap pemanggilan itu nantinya akan membahas hal terkait dengan amunisi yang seharusnya dilakukan dengan sebaik-baiknya.
“Nanti biar Kepala Staf Angkatan Darat dan Pangdam Siliwangi untuk menjelaskan ini. Kita akan meminta beliau mudah-mudahan ini yang terakhir kali terjadi. Jadi, kapan kita memanggil kita akan segera. Tentu mudah-mudahan sebelum masa sidang ini,” kata Utut, Rabu (14/5/2025).
Pemanggilan itu dilakukan segera mungkin karena menyangkut persoalan kemanusiaan dan strategi dari TNI sendiri dalam mengurus amunisi yang kedaluwarsa tersebut.
“Kalau seteledor ini, potensi bisa terjadi dimana-mana. Dan kemarin itu ada kolonel yang gugur, ada mayor yang gugur, ada masyarakat sipil yang wafat. Semua tentu, kita semua berduka dan ini tidak boleh lagi terjadi,” tegasnya.
Sementara itu Direktur dan Senior Researcher Bidang Keamanan dan Pertahanan Marapi, Beni Sukadis turut menyoroti banyaknya korban yang merupakan warga sipil dalam tragedi ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat.
"Yang patut menjadi sorotan kenapa timbul korban jiwa dari warga sipil sehingga proses penanganan bahan amunisi dan pelarangan warga sipil yang berada di dekat lokasi, menjadi aspek yang perlu dievaluasi secara menyeluruh oleh TNI," ujarnya.
Ia mendesak agar pimpinan TNI yang bertanggung jawab dalam penanganan bahan peledak ditingkat pusat dan regional, harus bisa memberikan jawaban yang transparan, tuntas, dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi terkait masalah pelik ini.
Ia menekankan pentingnya peningkatan sistem pengamanan dalam proses pemusnahan amunisi usang. Tak hanya itu, SOP yang ada juga perlu dievaluasi dan diperbarui, khususnya pada tahapan penanganan sisa bahan peledak.
"Pemisahan antara lokasi dan waktu pemusnahan detonator dengan proses utama dapat mengurangi risiko kecelakaan. Penggunaan teknologi pemusnah jarak jauh juga dapat menjadi alternatif untuk meminimalkan keterlibatan langsung personel di titik bahaya," ungkapnya.
"Selain itu, audit keselamatan yang lebih ketat, serta pelatihan berkelanjutan bagi petugas lapangan harus menjadi bagian dari protokol wajib ke depan," pungkasnya.
Sumber: www.inilah.com