Ikuti Kami

Wayan Tegaskan Pemakzulan Presiden Itu Berat

Syaratnya sangat berat dan tidak cukup hanya dengan aspirasi kelompok-kelompok yang tidak puas, tanpa alasan yang diatur konstitusi,

Wayan Tegaskan Pemakzulan Presiden Itu Berat
Anggota MPR RI, I Wayan Sudirta.

Denpasar, Gesuri.id - Anggota MPR RI, I Wayan Sudirta menegaskan memakzulkan seorang presiden tidaklah mudah karena membutuhkan proses yang panjang,

Penegasan ini muncul saat sosialisasi 4 Konsensus Kebangsaan di Denpasar, Sabtu (4/7).

Wayan Sudirta yang juga dikenal sebagai pengacara Ahok, serta Ketua Tim Pembela Menkumham saat menghadapi gugatan HTI di PTUN Jakarta, dengan semangat menjawab dan menguraikan ilustrasi terhadap setiap pertanyaan. 

Baca: Wacana Pamakzulan Presiden Saat Pandemi Hanya Kuras Energi

Bagaimana tentang demo-demo yang minta Presiden Jokowi turun, antara lain karena alasan adanya pandemi Covid-19, perekonomian yang merosot di era pandemi, atau alasan yang tak ada hubungan seperti adanya RUU HIP yang didemo dan dituding sebagai susupan komunisme ke dalamnya.

‘’Wah, kalau soal pemakzulan presiden, itu sudah diatur dalam pasal 7 A dan 7 B UUD 1945. Syaratnya sangat berat dan tidak cukup hanya dengan aspirasi kelompok-kelompok yang tidak puas, tanpa alasan yang diatur konstitusi,’’ kata Sudirta. 

Kewenangannya kata advokat senior yang juga pernah menjadi ketua Tim Penasihat Hukum DPP PDI Perjuangan ini, ada di DPR, MPR dan MK.

‘’Saudara kita bagikan buku sebagai materi yang berkait 4 konsensus kebangsaan, nanti baca. Untuk pemberhentian presiden, diatur dalam pasal 7A dan 7B . Kapan bisa diberhentikan di tengah jalan? Dalam pasal 7 A disebut, dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden,’’ katanya. 

Selanjutnya dalam pasal 7 B disebut pada  ayat (1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. 

Selanjutnya pasal 7 B ayat  (2)  Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. 

Di ayat (3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. 

Kemudian di ayat (4)  Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. 

Lalu pada  (5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. 

Pada ayat (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. 

Dan pada ayat (7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. 

Baca: Hasanuddin: Tak Mudah Menjatuhkan Presiden Pilihan Rakyat!

‘’Nah, kalau Saudara menyimak pasal 7 A dan 7 B UUD 1945, apakah ada alasan untuk meminta Presiden Jokowi turun? 

Pasti tidak ada, dan demo-demo untuk minta Presiden Jokowi turun itu, ya silakan sebagai aspirasi, tapi posisi Presiden dalam sistem presidensiil seperti ini memang sangat kuat.

Lagi pula, dari segi kinerja dan keberpihakan kepada rakyat, berdasarkan alokasi anggaran misalnya, dengan keberanian memotong subsidi BBM sebesar Rp 300 triliun, yang kemudian dialokasikan untuk menyamakan harga BBM sampai di Papua, lalu pembangunan infrastruktur, itu memang nyata.

Hanya, memang pemerintah harus kita dorong untuk meningkatkan anggaran bidang pendidikan dan kesehatan,’’ lanjut Sudirta.

Quote