Ikuti Kami

Yunandar Soroti Rendahnya Serapan Anggaran Program OPOP

Sampai per-bulan Oktober itu datanya menunjukkan serapan anggaran untuk semua itu baru 54 persen.

Yunandar Soroti Rendahnya Serapan Anggaran Program OPOP
Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Jawa Barat, R Yunandar Rukhiadi Eka Perwira.

Bandung, Gesuri.id – Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Jawa Barat (Jabar) menyoroti rendahnya serapan anggaran Program One Pesantren One Product (OPOP).

Hal itu disampaikan ketika Fraksi PDI Perjuangan saat  menyampaikan pandangan umum fraksi tentang Raperda APBD 2020 pada Rapat Paripurna, 1 November 2019 lalu.

Baca: Gembong: Serapan Anggaran DKI Jakarta Belum Maksimal

Sampai per-bulan Oktober itu datanya menunjukkan serapan anggaran untuk semua itu baru 54 persen itu sangat rendah sekali dari bulan oktober. Sehingga 54 persen dari bulan Oktober itu diperkirakan di akhir Desember hanya sampai 70 persen maksimal.

Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di DPRD Jawa Barat, R Yunandar Rukhiadi Eka Perwira mengatakan, sebenarnya legislatif sudah menghitung ba­hwa OPD-OPD hanya akan mampu belanja sampai 85 per­sen diakhir Desember nanti. Hal ini berdasarkan estimasi Sisang Pengguna Anggaran (Silpa) yang akan mencapai 4,5 triliun.
 
‘’Nah OPOP itu salah satu buktinya, sebagai salah satu contoh yang kita angkat bahwa ini satu program yang di tahun 2019 itu tidak akan diserap dengan baik, karena sampai bulan Oktober itu baru 30 persen bayangkan rata-rata 50 persen. Ini baru 30 persen,” kata Yunandar.

Yunandar menilai, berdasarkan hasil evaluasi ada se­suatu secara teknis tidak tepat atau bahkan salah. Sebab, tu­juan program ini adalah bagai­mana meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan pesantren. 

Akan tetapi yang diselenggarakan adalah kegiatan perlombaan antar pesantren untuk mencip­takan sebuah produk.

Dia menuturkan, program OPOP menutut pesantren memiliki prodak. Padahal pesantren adalah lembaga pendidikan. Sehingga lulusan pesantren itu seperti dipaksa untuk menghasilkan produk barang atau jasa.

‘’Nah sekarang didorong untuk maju menciptakan prodak berupa prodak barang atau jasa yang konsumtif, sebenarnya itu bukan tugas dari pesantren begitu akan tetapi tugas Badan Usaha,’’kata dia.

“Jadi ketika pesantren didorong untuk menjadi badan usaha lain selain badan usa­ha pendidikan saya kira tidak tepat apa lagi bentuknya per­lombaan,” tambah Yunandar.

Dia menuturkan, program OPOP sebaiknya dirubah for­matnya. Hal ini dilakukan agar kemandirian dan kesejahteraan pesantren di Jabar jadi lebih baik. Untuk itu, dia mengusulkan agar bentuk program OPOP dapat diubah kedalam bentuk hibah dalam bentuk program.

“Jadi kita kasih saja bantuan hibah ke pesantren-pesantren terserah mereka mau meng­gunakan itu untuk apa tetapi mereka harus menunjukan adanya peningkatan. Misalnya tadinya punya santri itu 100 setelah dibantu program hibah menjadi 2000 atau tadinya san­trinya itu kualitas nya A kemu­dian setelah di kasih hibah jadi AA misalnya begitu,” jelasnya.

Baca: Steven Optimistis Serapan Anggaran di Sulut Capai 95 Persen

Yunandar mengatakan, ban­tuan program yang diserahkan ke pesantrennya jangan dipaksa­kan untuk ikut berlomba karena setiap pesantren punya visi dan misi berbeda. Untuk itu, ketika Dinas KUK berurusan dengan pesantren tupoksinya tidak nyambung. Sebab, Dinas KUK itu berurusan dengan Koperasi dan pelaku usaha kecil menengah.

Untuk itu pihaknya merekomendasi program OPOP dipindahkan programnya bukan diberikan kepada Di­nas KUK, tetapi harus dija­dikan program hibah sehingga pesantren bisa mengelola itu secara man­diri. tentu saja, dengan persyaratan tertentu.

Quote