Ikuti Kami

Mahfud Tegaskan Politik Dinasti Itu Jorok!

Mahfud: Itu yang tidak boleh, dan itu sebenarnya jorok kalau dilakukan oleh pemerintah sebesar NKRI.

Mahfud Tegaskan Politik Dinasti Itu Jorok!
Cawapres Mahfud MD

Jakarta, Gesuri.id - Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, menyoroti tindakan rekayasa hukum yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dinasti politik.

"Itu yang tidak boleh, dan itu sebenarnya jorok kalau dilakukan oleh pemerintah sebesar negara kesatuan Republik Indonesia ini," sindirnya.

Mahfud MD menegaskan bahwa permasalahan muncul ketika pihak-pihak yang berkepentingan terhadap dinasti politik menggunakan pendekatan-pendekatan yang kasar, bahkan melakukan rekayasa hukum terhadap aturan yang berlaku.

Hal itu menjadi semakin kontroversial ketika Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya membatalkan pasal-pasal terkait dinasti politik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang lebih dikenal dengan UU Pilkada.

Menurut Mahfud, terkadang dinasti politik tidak lagi berfungsi untuk kepentingan rakyat, melainkan hanya menjadi alat untuk memenangkan kepentingan dinastinya sendiri.

Mahfud MD mengritisi langkah-langkah yang diambil oleh induk dari dinasti politik untuk memenangkan kepentingan politik dinastinya.

Ia menilai hal tersebut tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan tidak sesuai dengan semangat UUD 1945.

Pada sidang uji materil UU Pilkada 2015, Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 7 huruf r yang terkait dengan syarat yang melarang bakal calon kepala daerah memiliki hubungan darah/perkawinan dengan petahana.

MK melihat pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 i ayat (2) UUD 1945 dan dinilai memicu rumusan norma baru yang tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kepastian hukum.

MK menyadari bahwa dilegalkannya seseorang yang memiliki hubungan darah/perkawinan dengan kepala daerah dapat menciptakan politik dinasti.

Namun, MK menegaskan bahwa hal itu tidak dapat dijadikan alasan karena ada UUD yang mengatur agar tidak terjadi diskriminasi. Paksakan aturan tersebut justru dapat menyebabkan inkonsistensi hukum.

Dalam pasal 7 UU Pilkada, dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki hubungan darah atau konflik kepentingan dengan petahana tidak diperbolehkan maju menjadi pemimpin daerah.

Konflik kepentingan tersebut diartikan sebagai tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana, seperti ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu, kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.

Mahfud MD prihatin terhadap praktik dinasti politik yang menggunakan rekayasa hukum sebagai alat untuk mencapai kepentingan politik. Mahfud MD menilai hal ini tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan dapat membahayakan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Sumber 

Quote