Ikuti Kami

Dari Sanur untuk Bali: Arya Wibawa Bangun Budaya Siaga Bencana Lewat Sekolah Lapang Gempa dan Tsunami

Kesiapsiagaan bukan pilihan, melainkan kebutuhan hidup di daerah rawan bencana.

Dari Sanur untuk Bali: Arya Wibawa Bangun Budaya Siaga Bencana Lewat Sekolah Lapang Gempa dan Tsunami
Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, yang membuka kegiatan ini di Desa Sanur Kauh, menegaskan bahwa kesiapsiagaan bukan pilihan, melainkan kebutuhan hidup di daerah rawan bencana - Foto: Web DPD PDI Perjuangan Bali

Denpasar, Gesuri.id – Pagi itu, angin laut berhembus lembut di Pantai Mertasari, Sanur. Di antara gemuruh ombak yang sesekali memecah keheningan, puluhan warga, relawan, hingga pelajar tampak bersemangat mengikuti Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami (SLG) 2025. 

Bukan kegiatan biasa — inilah upaya nyata Pemerintah Kota Denpasar menanamkan kesadaran kolektif agar masyarakat pesisir tak hanya menikmati indahnya laut, tetapi juga siap menghadapi ancaman di baliknya.

Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa, yang membuka kegiatan ini di Desa Sanur Kauh, menegaskan bahwa kesiapsiagaan bukan pilihan, melainkan kebutuhan hidup di daerah rawan bencana. 

“Bali, termasuk Denpasar, adalah anugerah alam yang luar biasa. Tapi di balik keindahan itu, kita juga harus waspada terhadap potensi gempa bumi dan tsunami. Karena itu, pendidikan kesiapsiagaan seperti ini sangat penting,” ujar Arya Wibawa di hadapan peserta, Senin (7/10).

Kegiatan yang digelar atas kolaborasi Pemkot Denpasar dengan BMKG dan Stasiun Geofisika Denpasar ini menjadi wadah pembelajaran yang praktis dan membumi. Para peserta — mulai dari perangkat desa, linmas, pecalang, SAR, relawan, hingga siswa sekolah — dilatih mengenali tanda-tanda alam, memahami jalur evakuasi, serta mempraktikkan tindakan cepat saat gempa atau peringatan tsunami terjadi.

Arya Wibawa menekankan bahwa menghadapi potensi bencana bukan berarti hidup dalam ketakutan, melainkan membangun kesiapan dan ketangguhan. 

“Kita tidak bisa menolak bencana, tapi kita bisa memperkecil dampaknya. Itulah makna sejati dari kegiatan ini. Masyarakat Sanur Kauh harus menjadi contoh bagaimana komunitas pesisir bisa siaga, sigap, dan saling melindungi,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan apresiasi kepada BMKG dan seluruh pihak yang mendukung pelaksanaan Sekolah Lapang. 

“Dukungan dari pemerintah pusat melalui BMKG adalah bentuk perhatian yang luar biasa. Kami berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut di desa-desa pesisir lainnya,” tambahnya.

Kepala Stasiun Geofisika Denpasar, Rully Oktaviana Hermawan, menjelaskan bahwa Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami merupakan program edukasi kebencanaan yang sudah berjalan sejak 2015. Kini, formatnya semakin lengkap dan partisipatif, melibatkan berbagai unsur masyarakat. 

“Tujuannya sederhana: agar setiap orang tahu apa yang harus dilakukan saat bencana datang. Edukasi adalah kunci menyelamatkan nyawa,” jelasnya.

Selama sehari penuh, sebanyak 61 peserta dari berbagai unsur — mulai dari BPBD, SAR, Tagana, pecalang, relawan, pelajar, hingga pihak rumah sakit dan hotel di kawasan Sanur Kauh — mengikuti simulasi dan latihan lapangan. Mereka diajarkan bahwa mitigasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga kesadaran bersama seluruh lapisan masyarakat.

Melalui program ini, Arya Wibawa ingin membangun budaya baru di pesisir Sanur: budaya siaga dan saling peduli. Sebab di tengah keindahan alam Bali yang menawan, kesiapan menghadapi bencana menjadi bagian penting dari upaya menjaga kehidupan dan masa depan warganya.

“Sekolah lapang ini bukan sekadar latihan, tapi bentuk kasih kita terhadap keluarga, sahabat, dan tanah tempat kita berpijak,” tutupnya.

Quote