Ikuti Kami

Kisah Persahabatan Bung Karno dengan Rohaniwan Katolik 

Bung Karno adalah sosok nasionalis yang bersahabat dengan semua kalangan dari beragam agama di negeri ini.

Kisah Persahabatan Bung Karno dengan Rohaniwan Katolik 
Situs Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Foto: kompas.com

Jakarta, Gesuri.id - Presiden pertama Republik Indonesia (RI) Bung Karno adalah sosok nasionalis yang bersahabat dengan semua kalangan dari beragam agama di negeri ini. Tak terkecuali dengan kalangan Katolik.

Ada satu kisah menarik tentang persahabatan Bung Karno dengan seorang rohaniwan Katolik di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Rohaniwan itu bernama Gerardus Huijtink SVD. 

Baca: 21 Juni: Bung Karno Wafat, Jokowi Lahir

Persahabatan ini dimulai ketika Bung Karno dibuang pemerintah Hindia Belanda ke Ende pada tahun 1934. 

Hukum pembuangan ini menyakitkan bagi Bung Karno. Sebab Bung Karno harus merasakan kesepian yang menyiksa. 

Sangat sedikit kawan diskusi, dan tidak ada buku penawar dahaga ilmu. 

Namun, ketersiksaan Bung Karno itu agak terobati ketika dia mendatangi St Yosef, sebuah biara yang letaknya tak jauh dari rumah pengasingannya di Ende.

Tempat ini menjadi tempat yang sangat berarti bagi Bung Karno. Sebab di biara inilah Bung Karno sering menghabiskan waktu untuk membaca buku di perpustakaan.

Tak hanya membaca buku, di biara ini Bung Karno juga memulai persahabatan dengan Pastor Gerardus Huijtink SVD. 

Mereka sering bertukar pikiran tentang segala hal, mulai dari cara pandang terhadap dunia, hingga kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan Bung Karno. 

Persahabatan dengan Huijtink ini membuat Bung Karno juga dekat dengan orang-orang Katolik di Ende. 

Baca: Kekuasaan Dilucuti Soeharto, Bung Karno Kelaparan di Istana

Berkat hubungan persahabatan dengan pastor Huijtink itu juga lah, Bung Karno diizinkan menyewa gudang gereja milik Paroki Ende sebagai tempat mementaskan tonil-tonil karyanya. 

Ya, di Ende, Bung Karno juga mengekspresikan bakat seni sandiwaranya dengan membentuk grup teater yang beranggotakan masyarakat setempat, bernama Kelimoetoe Toneel Club. Tercatat ada 12 naskah tonil yang dihasilkan Bung Karno di Ende.

Persahabatan itu tak berhenti setelah Bung Karno keluar dari Ende. 

Saat datang ke Ende 1951, Bung Karno kembali bertemu Pastor Huijtink. 

Kedatangannya ke Ende sebagai Presiden Republik Indonesia, membuat Bung Karno mengajukan satu pertanyaan kepada Huijtink. 

“Dulu, aku datang ke Ende sebagai tahanan dan orang buangan dan Pater Huijtink banyak sekali membantuku. Sekarang, aku kembali ke Ende sebagai presiden. Apa yang Pater Huijtink minta dari presiden?” kata Bung Karno.

Huijtink pun menjawab.

 “Tuan Presiden, saya tidak meminta apa pun yang lain. Saya hanya punya satu keinginan: menjadi warga negara Indonesia.”

 “Sejak saat ini saya sebagai Presiden Republik Indonesia memutuskan untuk memberikan kewarganegaraan kepada Pater Huijtink. Hal-hal yang menyangkut urusan administratif akan diatur di kemudian hari.” demikian jawab Bung Karno. 

Baca: Pemikiran Bung Karno dan Islam

Huijtink pun menjadi warga negara Indonesia dan menghabiskan hidupnya sebagai pastor di Ende.

Dari persahabatan ini, tampak bahwa Bung Karno tak pernah melupakan jasa orang lain yang membantunya dalam perjuangan kemerdekaan. Lebih dari itu, persahabatan ini telah semakin membentuk jiwa Bung Karno sebagai seorang nasionalis yang menghormati kebhinekaan.

Quote