Jakarta, Gesuri.id - Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menanggapi aksi demonstrasi ratusan warga Afghanistan untuk memprotes kekuasaan Taliban, di ibukota negara itu, Kabul akhir-akhir ini.
Menurut Budiman, demonstrasi penolakan warga kota terhadap kekuasaan Taliban itu diakibatkan oleh strategi yang digunakan kelompok Islam garis keras dalam menguasai Ibukota dan merebut kekuasaan.
"Ini resiko Taliban yang sepenuhnya mengandalkan strategi GPP atau Guerra Popular Prolongada atau Desa Mengepung Kota. Mereka tak dapat dukungan massif warga kota. Baru kali ini kulihat ada demo menentang kelompok pemberontak yang baru menang perang. Biasanya, yang demo pro pemenang," ujar Budiman di akun Twitternya, baru-baru ini.
Baca: Hasanuddin Ingatkan Afghanistan Tak Seindah Yang Dibayangkan
Budiman pun menjelaskan, GPP merupakan strategi klasik kaum Komunis China pimpinan Mao Zedong saat melawan Chiang Kai-sek dan Jepang dulu.
Dan strategi klasik komunis China itu, di 'copy paste' oleh Taliban saat ini.
"Saya tak tahu faksi-faksi di Taliban, tapi mereka tunggal mempraktikkan GPP atau Perang Desa Mengepung Kota. Ini beda dengan Sandinista di Nikaragua yang terdiri dari 3 faksi yakni GPP, Pemberontakan Umum & Gerakan Buruh Kota, atau Farabundo Marti di El Salvador yang menggabungkan GPP, Foco, Gerakan Buruh & Pemberontakan Umum," papar Budiman.
Kaum komunis China, lanjut Budiman, berhasil menang dengan menggunakan GPP murni. Namun, di tempat-tempat lain, strategi semacam itu jarang menghasilkan kemenangan.
Penyebab dari kegagalan strategi Taliban tersebut, menurut Budiman adalah karena strategi ala Mao itu tak mengandalkan pemberontakan umum di kota.
"Hal itu disebabkan mereka tak berhasil menggalang aliansi dengan klas buruh & menengah kota. Ini klasik GPP, yakni defensif dengan membangun zona bebas, lalu counter offensive hingga general offensive, setelah AS & NATO pergi," ujar Budiman.
Baca: Irine Apresiasi Langkah Responsif Pemerintah Pulangkan WNI
Mantan pimpinan Partai Rakyat Demokratik itu melanjutkan, contoh gerilyawan yang sukses merebut kekuasaan seperti Sandinista biasanya menggunakan taktik gabungan, antara gerilya dengan menggalang dukungan warga kota.
Jadi, sambung Budiman, karena memakai strategi klasik komunis China, Taliban pun gagal mendapatkan dukungan warga kota, khususnya Kabul. Walhasil, demonstrasi anti Taliban pun digelar banyak warga Kabul, sebagian bahkan lari meninggalkan negeri itu.
"Bandingkan dengan saat gerilya Sandinista masuk Managua. Sebelum final offensive, mereka sudah lama menggarap warga kota-kota besar untuk melakukan insureksi atau pemberontakan umum," ujar Budiman.