Ikuti Kami

HUT 47 PDI Perjuangan & Pentingnya Pendidikan Karakter

Demi mewujudkan kemandirian bangsa, kata kuncinya adalah pendidikan karakter.

HUT 47 PDI Perjuangan & Pentingnya Pendidikan Karakter
Ilustrasi. Atribut Perayaan HUT 47 dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas I) PDI Perjuangan tanggal 10-12 Januari 2020. (Foto: Alvin Cahya Pratama)

JELANG HUT ke-47 tahun, PDI Perjuangan terus mengantisipasi perubahan yang begitu cepat dengan memperkuat karakter bangsa dan menyiapkan sumber daya manusia dengan nilai-nilai budaya Indonesia.

Untuk itu, dalam rangkaian HUT 47 dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas I) PDI Perjuangan tanggal 10-12 Januari 2020 dengan tema "Solid Bergerak Wujudkan Indonesia Negara Industri Berbasis Riset dan Inovasi Nasional" PDI Perjuangan memiliki cita-cita besar akan kemandirian bangsa yang mengambil jalan kebudayaan dengan berakar dari jati diri Bangsa Indonesia.

Demi mewujudkan kemandirian bangsa, kata kuncinya adalah pendidikan karakter. Satu tarikan nafas perjuangan dengan visi besar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin yang ingin melahirkan SDM Unggul, Indonesia Maju.

Dengan tema Rakernas I PDI Perjuangan tersebut diharapkan ada rekomendasi gagasan untuk cetak biru (blue print) mewujudkan Indonesia sebagai negara industri berbasis riset dan inovasi nasional. Tentu saja, PDI Perjuangan menjadi partai pendukung Pemerintah terdepan yang akan bersama-sama seluruh elemen bangsa untuk menjadikan Indonesia lebih maju dengan segala riset dan inovasi nasional. 

Perangkat utama untuk menggerakkan itu semua adalah sumber daya manusia yang unggul untuk menghasilkan riset dan inovasi nasional yang berkualitas serta sesuai dengan visi misi pembangunan nasional Pemerintahan Presiden Jokowi.

Sebagai partai ideologis yang modern dan visioner, PDI Perjuangan boleh saya bilang selalu memilih jalan pengabdian yang sunyi, senyap dengan mengarusutamakan agenda-agenda politik yang tidak hanya memikirkan soal kekuasaan an sich atau pun kepentingan elektoral, melainkan dengan melakukan konsolidasi internal, menguatkan SDM partai, melahirkan pemimpin yang berkebudayaan dan kreatif serta inovatif.

Hal itu bisa dilihat dari tema-tema hajatan politik PDI Perjuangan seperti Kongres, Rakornas, Rakernas maupun HUT yang selalu mengangkat isu atau permasalahan yang tidak populis tapi substansial sebagai akar masalah dari bangsa ini.

PDI Perjuangan selalu memilih revolusi sunyi dalam kontribusi membangun peradaban bangsa. Karakter Pancasila sudah seharusnya melekat dalam setiap ucapan, gerak dan tindakan seluruh kader. Karena itu, pendidikan politik yang selalu dihadirkan PDI Perjuangan kepada masyarakat yaitu membangun politik berkeadaban dengan tidak menghalalkan segala cara. 

PDI Perjuangan dalam setiap kerja politiknya selalu mengutamakan kemaslahatan bangsa dan negara. Karena itu setiap kader di tiga pilar partai: eksekutif, legislatif dan struktural dalam memperjuangkan kekuasaan semata-mata untuk menghadirkan keberpihakannya terhadap politik hijau, agenda kebudayaan, kedaulatan pangan, kemandirian energi dan negara industri yang berbasis riset dan inovasi nasional.

Kerja nyata PDI Perjuangan dalam memajukan kebudayaan salah satunya ialah dalam setiap program kerjanya harus menjadikan kemajuan kebudayaan daerah sebagai salah satu program prioritas. 

Salah satu kader Banteng yang sukses menerjemahkan konsep Trisakti Bung Karno: berkepribadian dalam kebudayaan yaitu Bupati Banyuwangi Azwar Anas. Ia berhasil menjadikan Banyuwangi dilirik wisatawan asing dan lokal sebagai referensi destinasi wisata karena budaya lokal diendorse secara massif dan dikemas dengan cantik dalam promosi kebudayaannya.

Kembali ke soal SDM unggul, upaya pemerintah untuk mewujudkan itu salah satunya dengan menguatkan pendidikan karakter. Lalu, pendidikan karakter seperti apakah yang akan diterapkan di Indonesia? Apakah yang orientasinya dari para peserta pendidikan yaitu kelak setelah lulus sekolah atau kuliah ining menjadi Youtuber? Atau pendidikan karakter yang mengikuti tren globalisasi yang serba digital sehingga kecanggihan teknologi semakin mempertajam budaya individualisme yang ekstrem, hedon, anti sosial, dan penyakit sosial lainnya.

Kita bukannya menolak globalisasi, tapi ancaman infiltrasi budaya karena pengaruh globalisasi sudah begitu nyata. Dan pendidikan karakter yang berkebudayaan seperti cita-cita Trisakti Bung Karno adalah solusi ampuh untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara industri yang berkemajuan dan berkebudayaan dengan karakter kebangsaan yang kuat.

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah Rapat Kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di Komisi X DPR RI, Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan meminta kepada Mendikbud untuk tidak usah kebingungan mencari formula pendidikan karakter seperti apa yang ingin diterapkan dalam sistem pendidikan nasional kita. Putra menyampaikan kepada Mendikbud untuk menjadikan inti ajaran Pancasila sebagai dasar dari pendidikan karakter di Indonesia.

Mengingat, inti dari Pancasila yang dikumandangkan Bung Karno pada 1 Juni 1945 adalah bagian dari upaya membangun karakter bangsa. Dan itu sangat relevan sebagai dasar pendidikan karakter di Indonedia hingga kini.

Bung Karno sudah mengingatkan kita semua pada 1 Juni 1945 tentang Gotong Royong sebagai karakter bangsa Indonesia. Dalam Pidato satu setengah jamnya di rapat besar Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang akhirnya menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia itulah yang harus menjadi ruh dari pendidikan karakter siswa kita mulai dari pendidikan dasar menengah hingga perguruan tinggi.

Jika di zaman revolusi kemerdekaan, gotong royong saat itu membebaskan bangsa dari belenggu penjajahan, goyong royong zaman now adalah kolaborasi antara dua atau lebih jurusan yang berbeda disiplin ilmu yang menghasilkan terobosan disruptif. Hal ini yang harus didorong oleh semua pihak, termasuk Kemendikbud. 

Dus, karena itu, kita sebagai bangsa yang kaya baik sumber daya alam maupun budayanya, untuk jangan lari dari akar asal usul kebudayaannya. Orang yang lari dari akarnya, biasanya dia orang yang tidak punya pondasi yang kuat.

Kenapa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu penting. Kalau kita tidak memahaminya, bagaimana kita mau berperilaku setiap hari. Bagaimana kita mau menunjukkan karakter kita sebagai anak bangsa di dalam pekerjaan kita, dalam kehidupan di kampus, sebagai anak di keluarga, dengan tetangga dan lingkungan sekitar. 

Pemerintah diminta untuk memadupadankan attitude atau pendidikan karakter dengan dunia industi. Karena pendidikan karakter juga menjadi hal yang disoroti pihak industri. Sejatinya, pembangunan karakter dan jati diri bangsa harus menjadi tujuan utama dalam menata pendidikan nasional. Selain pendidikan karakter, ada pengembangan talenta yang harus diperhatikan generasi muda agar kelak tidak kebingungan untuk memasuki dunia kerja. 

Sebenarnya, ada dua hal yang perusahaan perlukan dalam dunia pekerjaan: pertama, attitude atau perilaku. Perilaku yang mana? Attitude pertama, menghormati orang tua. Kedua, cinta Pancasila. Putra mengaku kaget mendengar pernyataan seorang HRD Perusahaan di Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi saat kunjungan kerja Komisi X DPR RI. 

Menurut pengakuan HRD tersebut, modal itu yang mereka perlukan saat menyeleksi perekrutan karyawan. Kalau anak tidak memiliki itu, ia tidak akan bertahan lama. Akan congkak, tidak mau mendengar, tidak mengerti mufakat, inginnya menang-menangan. Tidak bisa kerja tim, kolaborasi. Itu bahasa kerennya sekarang. Kalau dahulu Bung Karno gotong royong.

Singkatnya, untuk mewujudkan Indonesia maju dengan SDM unggul yang bisa membawa bangsa ini melakukan lompatan tinggi dalam menghadapi tantangan zaman yang terus bergerak. Ditambah lagi Revolusi Industri 4.0 yang menuntut adanya SDM yang kompetitif dan berkarakter, membuat kita harus menjadikan riset dan inovasi nasional untuk menjadi panglima bagi pembangunan nasional.

Quote