Ikuti Kami

Membaca Pikiran Sukarno Lewat Buku Sarinah

Oleh: Tina Sofiati Fatimah, S.S., seorang guru di sebuah sekolah dasar swasta.

Membaca Pikiran Sukarno Lewat Buku Sarinah
Ilustrasi. Buku Sarinah.

Dalam momentum hari Kartini ini, saya ingin mengambil intisari dari sebuah buku karangan Soekarno yaitu tentang perempuan, mungkin satu-satunya buku yang ia tulis yang khusus untuk perempuan Indonesia yaitu Sarinah. 

Sarinah ini memang unik, tokoh yang diceritakan dalam buku Soekarno tetapi bukan ketokohan personal, tapi julukan untuk perempuan Indonesia. Namun nama Sarinah sendiri beliau dedikasikan kepada pengasuh masa kecilnya, yang selalu mengajarkan nya cinta kasih. 

Buku ini mengandung berlian terutama bagi kita yang ingin memahami sejarah mengenai “evolusi dan revolusi” gerakan perempuan dari masa ke masa dan  kewajiban perempuan dalam mewujudkan masyakat yang sejahtera secara sosial dan berkeadilan sosial. 

Mempelajari sejarah gerakan perempuan, kita harus mundur kebelakang sedikit agar kita tidak a historis. Diawali dengan periodisasi dimana laki-laki dan perempuan mencari makanan dengan berpindah-pindah atau nomaden kemudian fase bercocok tanam dan beternak yang ketiga periode pertanian dan perdagangan dimana orang sudah mengetahui konsep hak milik dan yang terakhir adalah periode industrialisasi. 

Dimana masing-masing periode memiliki corak kultur masyarakat sendiri Adakalanya patriarki yang berjaya kemudian disusul oleh matriarki dan kemudian kembali diruntuhkan oleh patriarki secara besar-besaran kita pelajari satu demi satu periode tersebut bagi yang sudah sering membahas masalah ini mungkin mengingat kembali periodisasi pergerakan wanita dari masa ke masa.

Periodisasi Kemanusiaan

Pada periode pertama perempuan 100% ada di wilayah domestik. Tugasnya ada di tempat tinggal karena alasan reproduksi itu tidak mungkin perempuan mencari makanan keluar berburu hewan, berburu makanan sedangkan ia dalam keadaan sedang hamil, tidak mungkin berlarian berburu sedangkan ia membawa anak kecil, tentu saja gerakannya akan sangat lamban. Lama sekali periode ini, memunculkan kesengsaraan yang dalam bagi perempuan. Perempuan dalam rentang waktu yang lama tersubordinasi dibawah superioritas laki-laki. Namun lambat laun datanglah perubahan.

Periode kedua adalah periode bercocok tanam. Pada periode kedua ini perempuan sangat berjasa kepada kemanusiaan karena perempuan adalah makhluk yang pertama menemukan ilmu bercocock tanam yang sampai sekarang jadi sumber penghidupan dimuka bumi. Peoses perubahan pencarian sumber kehidupan ini membawa perubahan besar dalam nasib perempuan. Perempuan menjadi produsen, dan menjadi induk kemajuan.

Perempuan adalah petani yang pertama dan penggagas dibuatnya rumah sebagai tempat tinggal, disaat laki laki masih berpindah-pindah kesana kemari dihutan, disungai di tepi laut dan dirawa rawa. Perempuan dengan naluri melindungi nya membuat konsep rumah sederhana, dengan tujuan untuk melindungi keluarga dari cuaca ekstrim dan serangan binatang buas. Perempuan menemukan dan menciptakan kultur bercocok tanam bahwa makanan itu tidak harus selalu dicari bisa ditanam diperbanyak dan juga berternak bahwa hewan perburuan itu tidak tidak harus langsung disembelih dijadikan makanan tetapi dipelihara diperbanyak digembalakan supaya menjadi lebih banyak lagi dan tidak perlu berburu keluar untuk mendapatkan benefit makanan tersebut. 

Pada periode kedua ini  perempuan adalah pembangun kultur yang pertama dalam sejarah kemanusiaan, dimana sudah ada konsep rumah tinggal sederhana, konsep ke ekonomian dengan bercocok tanam, membuat barang – barang yang sangat diperlukan semisal melunakkan kulit binatang, anyaman tikar, membentuk tanah liat menjadi periuk, dan memintal serat kayu menjadi benang untuk dijadikan penutup tubuh. Perempuan pada masa ini bisa mandiri secara ekonomi. Perempuan juga memberi memberi kehidupan bagi sekitarnya. 

Semakin lama kehidupan pun semakin berpihak pada pertanian. Pencarian lewat berburu mendapatkan hasil yang tidak tetap, tidak selamanya dapat hasil berburu. Maka selain pertanian tumbuhlah budaya peternakan. Tetapi selain di negeri2 subur, peternakan tak mampu mengalahkan kejayaan pertanian. Perempuan menjadi tiang masyarakat, menjadi pengatur masyarakat. 

Dalam perubahan cara hidup dan tatanan kemasyarakatan budaya pertanian peternakan ini, pertama kali dalam sejarah dibuat hukum perkawinan dan keturunan. Perempuanlah yang pertama – tama menghadiahkan hukum untuk kemanusiaan. Perempuanlah pembuat hukum petama. Dengan adanya hukum peribuan ini, maka hilanglah sifat kelompok dan berubah menjadi keluarga. Diperiode ini, perempuan karena kemerdekaanya menjadi sigap, cerdas dan gerak cepat, berani dan luas pengelihatannya. Pada periode ini perempuan berkuasa, menduduki dan mengendalikan masyarakat. Sedangkan laki – laki pada zaman itu perumpamaannya seperti halnya masyarakat lebah.

Karena setiap periode selalu menimbulkan perlawanan bagi kaum tertindasnya, kemudian sejarah kemanusiaan memasuki periode ketiga. Periode ini menggugurkan perempuan dari Singgasana kekuasaannya terhadap laki-laki. Pada periode ini laki-laki yang awalnya bekerja keras untuk mencari penghidupan supaya lebih nyaman dengan cara berburu dan berkelana, laki-laki kemudian malah memborong semua pekerjaan perempuan itu menjadi pekerjaan laki-laki. Pekerjaan  bercocok tanam, mencangkul, menggembalakan ternak semua diborong oleh laki-laki. Perempuan tinggal di rumah mengurus keluarga. Dan kalaupun keluar ke lahan pertanian, hanya sekedar membantu. bukan lagi pekerjaan utamanya. Di periode ini  kaum laki-laki berkuasa. Dialah kini penjaga dan pemelihara milik.

Laki-laki kini produsen utama dan pemberi hidup yang lain. Pertanian dan peternakan memberikan kekayaan berupa hewan ternak dan hasil tani yang banyak. Karena pertanian dan peternakan mengalami  jumlah yang lebih banyak dari jumlah orangnya, terjadilah over  produksi. Over produksi Ini akhirnya melahirkan sistem barter dan jual beli. tawanan dijadikan budak tawanan perang dijadikan budak untuk mengurus gembala dan mengurus pertanian itu. 

Setelah orang mengenal “ milik”, yaitu milik perseorangan, maka segala hukum yang mengikat tatanan kemasyarakatan waktu itu diganti menjadi menurut kemanfaatan hukum perbapaan. Pokok hukum perbapaan ini berasaskan pertuanan laki–laki dengan maksud tertentu, untuk melahikan anak – anak yang tak dapat dibantah lagi siapa bapaknya. Karena anak–anak itu nantinya akan mewarisi harta milik si bapak itu. Segala hukum hukum masyarakat hukum perkawinan hukum keturunan hukum kewarisan dan dibentuk menurut kemanfaatan hukum perbapaan, tapi semua moral adat istiadat kepercayaan seni ideologi agama semuanya berubah pula menurut kemanfaatan hukum perbapaan.

Agama penyembahan alam yang dahulu kemudian terdesak oleh agama baru yang semuanya merendahkan derajat perempuan. cerita Yahudi tentang Siti Hawa yang tercipta dari tulang rusuk Adam seolah-olah perempuan adalah kelas 2 dari laki-laki. Bahkan ada  yang mengatakan bahwa Adam Terusir dari surga itu juga karena Hawa. Di Yunani digambarkan salah satu aturan bahwa keturunan dari garis ibu itu, bukan ibu yang membuat anak dia hanyalah menjaga benih yang ditanamkan kepadanya dari laki-laki.

Anank dapat dilahirkan dari seorang bapak dengan tidak beristri dan dibuktikan oleh Apollo kebenaran perkataannya yang terakhir dengan menunjuk Dewi Minerva yang lahir tidak dengan ibu tetapi keluar sudah jadi dari kepala bapaknya yaitu Dewa Yupiter. Di agama Hindu perempuan juga direndahkan dalam kitab Weda ditulis Sabda manu bahwa perempuan itu selalu memikirkan kesyahwatan, selalu marah, selalu palsu, selalu tidak jujur tabiatnya dan selalu menggoda laki-laki. Oleh karena itu laki-laki harus berhati-hati kepada perempuan. Di agama Buddha juga begitu perempuan itu makhluk dosa, digambarkan wajah perempuan itu seperti keramat tapi hatinya seperti setan.

Ada cerita lucu tentang istilah “couvade”. Saya membayangkan Sukarno mungkin tertawa geli menulisnya. Yaitu kebiasaan terjadi di belahan dunia di Eropa di gunung Pyrenia. ada suku Baskia di mana kalau perempuan bersalin segera setelah bersalin itu perempuan itu harus bangkit dari tempat tidurnya dan diganti oleh laki-laki. Laki-laki itu yang kemudian mengeluh kesakitan, mengerang sampai seolah2 dia lah yang melahirkan. Dan oleh masyarakat sekitarnya juga di aminkan, ketika si laki-laki mengeluh, maka orang sekitanya itu sangat memperhatikan laki-lakinya. Tamu tamu sama sekali tidak peduli kepada istrinya, seblaiknya sang suami itu yang diladeni,  suami itu yang dijaga yang ditolong karena dianggap suaminya itu yang baru saja bersalin. Ini juga terjadi di beberapa suku di Amerika dan Afrika. 

Bahkan Marco Polo, dalam pengembaraanya, menjumpai juga hal seperti ini di yunan. Ini adalah sebuah tipuan yang dijalankan laki-laki untuk mengusir wanita dari kedudukannya dan miliknya. Sampai seperti itu laki-laki untuk membutuhkan legitimasi atas kekuasaannya dihadapan perempuan. Memonopoli segalanya bahkan sampai di ranah reprodusi, yang sudah fitrahnya perempuan, tetapi kemudian ditiru oleh laki-laki dengan cara yang sangat menggelikan. Hanya untuk meyakinkan dari dialah bayi itu mendapat hidup dan wanita tidak memiliki kuasa apa-apa.  Wanita itu cuman alat.

Menurut frederich Angel ini adalah kekalahan perempuan paling hebat dalam sejarah kemanusiaan. revolusi besar pertama dalam sejarah kemanusiaan dan memunculkan banyak perlawanan juga dari tokoh-tokoh matriarki yang lokal misalnya ada kisah Nusa tembini, Dewi Rajung Wulan juga  Nyi Roro Kidul membuat kita berkesimpulan bahwa kemungkinan kerajaan-kerajaan Indonesia pada awalnya adalah kerajaan dengan konsep kerajaan matriarki.

Saat patriarki berkuasa,  ketidakadlian  terhadap perempuan ini luar biasa terjadi. Sukarno mencontohkan pada zaman Isa Ibnu Maryam dan juga pada zaman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, digambarkan konteks kultur pada waktu itu, perempuan ada dalam posisi yang sangat ditindas. kemudian muncullah Nabi Isa dan Nabi Muhammad menolong perempuan dari dampak negatif  patriarki dari akibat-akibat patriarki yang sangat menindas. 

Tetapi uniknya Nabi Muhammad S.A.W. dan Nabi Isa tidak mengganti hukumnya itu menjadi matriarki kembali tapi menjadikan hukumnya itu menjadi adil menjadi tetap patriarki tapi menghadirkan hukum kebapaan yang lebih cocok dengan kehendak alam. Hukum patriarkat yang tidak mendzolimi perempuan. Yang mengingatkan dan mengajak perempuan untuk terlibat  dalam pergerakan yang jauh lebih revolusioner.

Dalam konteks matriarki Nabi Isa lahir dalam tradisi sosial partriarka, namun disebutkan dalam penasaban keluarganya sebagai Isa Ibnu Maryam tidak disebutkan Isa bin siapa tapi Isa Ibnu Maryam tetapi nabi Isa sendiri tidak kemudian dengan serta-merta mengembalikan sistem martriarki  ke dalam konsep kehidupan bermasyarakat waktu itu, tetapi Partriarki yang menghormati wanita, patriarki yang berkeadilan, yang tidak mendzholimi perempuan. 

Nabi Isa mengajarkan persamaan laki-laki dan perempuan di hadapan Allah Tetapi pengikutnya mengadakan lagi aturan yang mengungkung kaum perempuan padahal sejarah telah membuktikan dengan terang benderang bahwa justru kaum perempuan lah yang menjadi pengikut pengikut dan propagandis Nasrani yang paling ulet. Perempuan yang dibakar mati oleh raja di Roma, perempuan yang dilempar kepada singa singa dan dicabik tubuhnya oleh karena mereka menjadi propagandis agama Nasrani. Tetapi pengikut-pengikut Nabi Isa yang laki-laki tidak dapat melepaskan diri dari tradisi merendahkan perempuan mereka tak dapat membalas Budi kepada kaum perempuan yang telah bekerja dan berkorban begitu banyak untuk agama. Perempuan  tidak boleh bicara di jamaah perempuan harus nurut dan hormat.

Nabi Muhammad S.A.W. tumbuh dan besar dalam ideologi patriarki yang luar biasa menindas perempuan. Anak perempuan yang lahir kemudian dibuang dibunuh dikubur hidup-hidup. Keluarga malu jika memiliki keluarga perempuan, rasanya seperti memiliki sampah.  Tetapi Nabi Muhammad waktu itu melawan arus kultur,  mengangkat derajat perempuan lewat ayat Alquran dan hadits – hadits dalam ajaran agama Islam. Bagaimana islam memandang perempuan setelah ditinggal wafat oleh Nabi Muhammad S.A.W. ya kembali lagi, hantu patriaki ini memang sungguh begitu kuat meluluhlantakkan posisi perempuan.

Masuk ke periode selanjutnya yaitu industrialisasi, ini adalah era di mana semua pekerjaan rumah tangga itu bisa dikerjakan secara kolektif di luar rumah. Contohnya, yang asalnya memintal kain itu di dalam rumah, akhirnya bisa dikerjakan secara kolektif di pabrik-pabrik dengan biaya produksi yang lebih murah. Industrialime ini adalah wajah baru buat perempuan. Perempuan yang asalnya dikurung di rumah akhirnya dipanggil oleh industrialisme untuk masuk ke dalam pabrik. Kenapa industrialisme begitu tertarik dengan perempuan dan anak?  karena pada dasarnya perempuan itu memiliki karakter yang lembut, menerima, takut, lebih sabar mau dibayar lebih murah dan lebih ngerti akan kewajiban daripada laki-laki. Sangat sesuai dengan ideologi Kapitalisme untuk mengeluarkan biaya seminimal mungkin dan mendapatkan hasil sebesar – besarnya. 

Budaya pengurungan perempuan di dalam rumah itu kemudian menjadi hancur lebur oleh tradisi industrialisme. Tetapi apa yang terjadi, walaupun kemudian perempuan itu sudah bebas secara ekonomi memiliki kemampuan untuk mencari hidup sendiri tetapi  lama-lama ini menjadi sebuah keresahan yang tidak terkira mengganggunya. Dimana perempuan menjadi manusia yang incomplete. Yang tidak utuh. Perempuan mencari nafkah diranah ekonomi tapi juga melayani kehidupan keluarga diranah domestik. Bekerja saja tidak membuat perempuan menjadi keluar dari persoalan hidupnya. 

Evolusi dan Revolusi Gerakan Perempuan

Berangkat dari keresahan ini, dalam buku ini Sukarno membagi pergerakan evolusi dan revolusi  perempuan terbagi menjadi 3 fase,  pertama adalah fase perkumpulan saja yang kedua adalah fase feminisme dan yang ketiga adalah fase 3 adalah sosialisme.

Fase pertama ini perempuan lebih mirip seperti main putri-putrian, adalah kegiatan yang lebih mirip paguyuban, perkumpulan memasak, mempercantik diri, kerumahtanggaan. Fase tingkat yang pertama ini memang terlihat seperti hanya memperkuat patrirarka dan dan semakin menempatkan perempuan dalam pemujaannya terhadap laki-laki.  Orientasi kegiatan perkumpulan adalah bagaimana  menjadi istri yang sempurna menjadi perempuan yang sempurna di mata laki-laki. Gerakan ini  bukan merupakan sebuah gelombang kesadaran, bukan merupakan sebuah gerakan perlawanan, dan tidak membuat anggotanya untuk kemudian menyadari ketimpangan hak perempuan dan laki-laki.

Di dalam perkumpulan itu tidak di  singgung tentang perbandingan hak laki-laki dan perempuan, bagaimana ketertindasan perempuan sebagai ekses dari patriarca dan bagaimana nasib  perempuan-perempuan yang beruntung karena ketimpangan hak ini. Perempuan yang sangat nggak beruntung yang mendapatkan ekses sangat negatif dari patriarka dicap sebagai perempuan yang gak sempurna keperempuanannya. Gerakan tingkat pertama ini memang lebih banyak diikuti oleh kaum perempuan borjuasi. tidak ideologis dan tidak menyelesaikan persoalan perempuan, kemudian ditinggalkan.

Gerakan kedua yaitu gerakan feminisme. Karena makin tajam ketimpangan hak laki-laki dan perempuan. Perempuan  dihalangi, tidak dikasih Jalan oleh laki-laki, dan laki - laki memonopoli segala hal dan aspek kehidupan dan perempuan tidak boleh berkompetisi dengan laki-laki maka muncullah kesadaran akan ketimpangan itu. Di era industrialisasi ini perempuan dari  semua kalangan Kemudian bertemu dalam satu kepentingan di atas lapangan ketiadaan hak atas perempuan. 

Gerakan perempuan tingkat kedua ini diawali dari benua Amerika di mana Mercy Otis warrent dan Abigail smith 1776 saat Amerika baru saja lepas dari Inggris dan mau menyusun undang-undang dasar sendiri, perempuan menuntut agar mempunyai hak politik memilih dan dipilih dalam parlemen dan juga mempunyai hak bersekolah seperti halnya Laki-laki. Aksi ini membuahkan hasil bahwa perempuan Amerika bisa bersekolah di sekolah-sekolah yang sama dengan laki-laki cuma tuntutan hak politik untuk dipilih dan memilih di parlemen tidak dituruti.

Aksi perempuan perempuan Amerika ini kemudian berpengaruh besar dengan ideologi perempuan di Eropa saat Revolusi Perancis Madam Rolland dari kelas atas dan Singa Betina dari Prancis, Olympe de Gouges dan lain-lain dari pimpinan kelas bawah membakar hati pengikutnya untuk tidak takut mati menuntut hak persamaan dengan laki-laki mengorganisir perempuan dan mendirikan serikat–serikat pekerja. Ini adalah organisasi pertama dalam sejarah kemanusiaan yang anggotanya sampai ribuan Gouges sang singa betina dari Perancis pada akhirnya menjadi Martir dia dipenggal lehernya tapi dengan senyuman dia menghadapi hukumannya karena saat diavmati tidak serta merta kemudian pemikirannya mati malah semakin menguatkan tekad perempuan untuk memperjuangkan persamaan hak. perjuangan Olympe kemudian dilanjutkan oleh Rose LA Combe dan gaungnya terus membesar  sampai ke Inggris. Dan belahan dunia lainnya sampai sekarang. 

Gerakan tingkat kedua ini  dikenal dengan  feminisme. Tujuan akhirnya adalah persamaan hak laki–laki dan perempuan di ranah hukum negara dan adat istiadat. Tapi persoalannya apakah kemudian feminisme ini memecahkan persoalan perempuan untuk menjadi utuh sebagaimana seutuh–utuhnya manusia?Apa dengan feminisme aja kemudian sudah cukup? Dalam buku Sarinah dalam yang sub judulnya adalah “perempuan Bergerak” Sukarno menerangkan apa kita bisa kembali kepada kejayaan matriarki ditengah masyarakat industrialisme? Pemikiran Sukarno lebih cenderung untuk menetapkan pilihan pada patriakri, Patriarki menurut Sukarno lebih cocok dengan kehendak alam. Walaupun patriarki harus diluruskan menjadi patriarki yang berkeadilan, yang tidak mendzholimi perempuan. 

Industrialisme itu melahirkan keresahan yang tidak cuma dirasakan oleh perempuan tapi juga oleh laki-laki. Ini adalah persoalan universal, persoalan kemanusiaan. Hak bekerjanya sudah dapat tetapi apakah kemudian tempat kerjanya ini memperlakukannya layaknya manusia? Bahwa perempuan tidak dapat dipandang sebagai alat produksi saja, bahwa dengan bekerja itu juga harus dijamin lamanya jam kerja hak hidupnya sebagai ibu hak hidup dia sebagai perempuan yang punya siklus haid dan melahirkan, haknya sebagai warga negara. hak hidup universal yang dibutuhkan oleh manusia. Ada titik temu antara kepentingan laki-laki dan perempuan dalam industrialis kapitalisme ini yang membuat tersadar bahwa bukan hanya perempuan korbannya dari industrialisme ini tapi juga laki-laki.

Bukan waktunya lagi saling menyerang antara perempuan dan laki-laki, tetapi harus bersama-sama berjuang, bareng bareng saling bahu-membahu saling tolong-menolong untuk satu tujuan yang lebih tinggi yaitu Kesejahteraan Sosial dan keadilan sosial. Menjadi perjuangan kelas, perjuangan kemanusiaan, perjuangan universal yang harus dihadapi  bersama laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan harus tolong-menolong harus saling bahu-membahu saling melengkapi satu sama lain untuk perjuangan menuju dunia yang ber Kesejahteraan Sosial dan berkeadilan sosial. Merebut ketidak adilan, eksploitasi manusia terhadap manusia lainnya, eksploitasi manusia oleh negara, dan meminimalisir kemiskinan.

Gerakan yang ketiga ini tidak bisa disebut Special Edition gerakan perempuan saja tetapi perempuan dan laki-laki harus sama-sama berjuang terlibat satu sama lain untuk menuju Masyarakat yang berkesejahteraan sosial. Tidak lagi membedakan Kamu perempuan aku laki-laki tidak ada istilah laki-laki adalah Rival dari perempuan tetapi dalam sosialisme  itu laki-laki dan perempuan harus berjalan bersama beriringan. Sukarno mengibaratkan perjuangan adalah kepakan sayap burung garuda  yang akan lumpuh tersungkur ke tanah jika hanya salah satu saja yang berjuang.

Sebenarnya pada gerakan yang ke-3 ini tidak dengan serta merta langsung gayung bersambut dengan laki-laki. Tetap saja laki-laki dengan keangkuhan kekuasaannya terhadap perempuan masih saja menganggap perempuan itu menyulitkan, perempuan menurunkan upah, merusak pasar dan sebagainya. Tetapi pada akhirnya tumbuh juga kesadaran bahwa kita memang harus maju bersama. Perempuan-perempuan  harus maju dan  terdidik. Upah rendah itu bukan Cuma ancaman buat perempuan saja, laki-laki juga akan merasakan akibatnya itu kalau perempuan tidak ditingkatkan kapasitasnya. Ada ancaman ekonomis dan psikologis juga yang merongrong kedaulatan keluarga  jika perempuan tidak dilibatkan dalam pergerakan melawan industrialisme.

Dalam hal ini perempuan tidak berjuang sebagai seksi tetapi bagian dari perjuangan kemanusiaan perjuangan kelas proletar kenangan bersama kaum laki-laki melawan pemodal dan memang terbukti pada waktu itu dengan bergabungnya laki-laki dan perempuan memperjuangkan kesetaraan, memperjuangkan hak politik perempuan, memperjuangkan Kesejahteraan Sosial, melawan upah rendah dan jam kerja yang terlalu banyak, memanusiakan manusia dalam industri kemudian membuahkan hasil perjuangan melalui parlemen kemudian dapat direbut oleh kaum proletar dengan bantuan wanita dengan propaganda perempuan yang kritis dan teoritis dimana-mana akhir laki-laki pekerja bisa menguasai parlemen.

Apa saja jalan yang harus ditempuh untuk mencapai masyarakat yang ber kesejahteraan sosial masyarakat yang berkeadilan sosial perempuan di tingkat ketiga ini membaginya ke dalam tiga bentuk yang pertama adalah aksi Serikat Pekerja yang kedua adalah aksi koperasi dan yang ketiga adalah fungsi partai politik. Dengan 3 aksi strategis ini, Sukarno yakin Bahwa masyarakat yang berkeadilan sosial dan yang berkesejahteran sosial ini bukan hanya mimpi. Dalam kesejahteraan sosial manusia, perempuan maupun laki – laki  tidak perlu dikejar oleh hantu ketidakadilan sosial sampai susah bernafas, tisak ada lagi eksploitasi manusia terhadap manusia, dan kemiskinan pun dengan sendirinya dapat diminimalisir, sehingga tercipta masyarakat yang Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofur.

Relevansi Sarinah di Abad 21

Apa pemikiran Sukarno dalam buku Sarinahnya  masih relevan dengan kehidupan kita sehari-hari saat ini? tentu saja, mari me reaktualisasikan kembali jejak pemikiran Sukarno ini. Kita sebagai perempuan dan juga laki-laki, punya kewajiban sejarah untuk terus berkontribusi positive untuk cita–cita mulia masyarakat yang berkesejahteraan sosial, masyarakat yang berkeadilan sosial. 

Kemitrasejajaraan antara laki–laki dan perempuan di Indonesia, sudah lebih leluasa di bandingkan dengan perempuan-perempuan di belahan dunia yang lain. Mari manfaatkan UU No. 2 Tahun 2008 memuat kebijakan yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat. Mari manfaatkan ini untuk setinggi–tingginya keadilan sosial dan kesejahteraan sosial.  Keterwakilan perempuan dalam parlemen ini harus menjadi perhatian penting.

Kehadiran perempuan di parlemen memberikan otoritas pada perempuan untuk membuat kebijakan yang berkontribusi besar pada terciptanya masyarakat yang berkeadilan sosial dan berkesejahteraan sosial yang ramah perempuan. Sebab seringkali anggota laki-laki tidak sepenuhnya dapat mewakili kepentingan perempuan disebabkan adanya perbedaan pengalaman dan kepentingan antara keduanya.

Akhirul kalam saya ingin mengajak kepada seluruh perempuan Indonesia, Mengutip quotes nya Dolores Ibarouri di dalam revolusi Spanyol yang di ganti dengan kata “ Indonesia” olek sukarno,  ”Hai wanita-wanita Indonesia, jadilah revolusioner sebab tiada kemenangan revolusioner jika tiada wanita revolusioner!”. (disampaikan dalam diskusi virtual Tajdid Institut: Perempuan bicara Perempuan, 18 April 2020)

Quote