Ikuti Kami

Menakar Jurus Baru Jokowi Dalam Penyelamatan Rupiah dan APBN

Presiden Jokowi bakal segera mengeluarkan kebijakan baru guna memperbaiki neraca perdagangan dan menahan pelemahan nilai tukar rupiah.

Menakar Jurus Baru Jokowi Dalam Penyelamatan Rupiah dan APBN
Presiden Joko Widodo

Jakarta, Gesuri.id - Pemerintahan Jokowi merupakan pemerintahan pertama dalam sejarah Indonesia yang tak merubah APBN-nya sejak era reformasi. Hal itu karena fakta membuktikan bahwa APBN 2018 tidak mengalami defisit, bahkan mencapai surplus. Itu juga sekaligus membuktikan bahwa meskipun republik ini masih memiliki hutang namun penggunaan dan pengelolaan anggaran negara telah dipergunakan dengan sebaik mungkin.

Baca: BI: Kurs Rupiah Makin Stabil, Kiat Pemerintah Jokowi Tepat

Tercatat, pada APBN 2018, asumsi awal keseluruhan penerimaan negara sebesar Rp 1.894 triliun. Tapi, justru keseluruhan penerimaan negara pada tahun 2018 sebesar Rp 1.903. Pendapatan negara itu diperkirakan lebih tinggi sebesar Rp 8,3 triliun.

Dari sisi belanja negara, diperkirakan dengan penyerapan sekitar 95 persen hingga 96 persen, akan mencapai Rp 2.217,3 triliun hingga akhir tahun.

Untuk itulah Presiden Joko Widodo memutuskan tidak mengajukan perubahan terhadap rancangan anggaran perubahan, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2018 kepada DPR. 

Mengapa Jokowi tak merubahnya? Sebab, Jokowi menilai postur dari APBN sebelumnya yang sudah baik, dan tidak mengharuskan pemerintah merubah anggarannya.

Meski demikian Presiden Jokowi tetap mengingatkan bahwa kondisi ekonomi global masih sulit diprediksi. Presiden Joko Widodo menyatakan kondisi perekonomian dunia saat ini masih diwarnai dengan ketidakpastian sehingga sulit diprediksi dan dikalkulasi. 
   
Presiden Jokowi saat audiensi dengan sejumlah bupati di Istana Kepresidenan Bogor, belum lama ini bahkan mengatakan pemerintah harus bicara apa adanya terkait dengan pertumbuhan ekonomi.  
   
"Berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, kita harus bicara apa adanya bahwa situasi ekonomi dunia sekarang ini masih betul-betul pada posisi yang sangat sulit," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu. 

Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo bakal segera mengeluarkan kebijakan baru guna memperbaiki neraca perdagangan dan menahan pelemahan nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut diperkirakan membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencetak surplus US$4-6 miliar pada akhir tahun ini.

Defisit neraca perdagangan yang terjadi pada awal tahun ini menjadi salah satu biang keladi tertekannya nilai tukar rupiah. Sepanjang semester pertama tahun ini, neraca perdagangan defisit US$1,02 miliar. Defisit tersebut sebenarnya sudah turun dibandingkan Januari-Mei yang mencapai US$2,83 miliar.

Memang nilai tukar rupiah sejak beberapa bulan terakhir melemah hingga sempat menembus level terendah dalam lima tahun terakhir. Pada awal pekan ini, rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp14.564 per dolar AS.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika menjelaskan Presiden Joko Widodo dan para menteri Kabinet Kerja tengah merumuskan rangkaian kebijakan baru guna meredakan gejolak rupiah. Kebijakan tersebut bakal fokus pada upaya menekan impor dan mendorong ekspor. 

"Ada beberapa instrumen kebijakan, kemungkinan di antaranya terkait bea atau tarif," ujar Erani, Rabu (25/7).

Erani menjelaskan Jokowi bahkan membahas bersama para menterinya detail terkait komoditas yang bakal didorong untuk ekspor dan dibatasi impornya.

Ia mencontohkan, salah satu ekspor yang ingin didorong adalah produk semen. Saat ini, produk tersebut memang tengah menghadapi kelebihan suplai di dalam negeri. 

Sementara itu, salah satu komoditas yang bakal ditelan impornya adalah minyak bumi. Untuk itu, pemerintah bakal mendorong penggunaan biodiesel lebih besar untuk campuran BBM jenis Solar.

"Sangat jarang dalam rapat kabinet, Pak Jokowi membahas satu hal lebih dari satu jam. Kemarin saya dengar rapatnya hingga 4 jam, beliau sampai membahas detail komoditasnya," ungkap Erani. 

Kebijakan baru tersebut, menurut Erani, kemungkinan bakal diumumkan Jokowi dalam satu dua minggu ke depan.

"Kemarin hitung-hitungannya Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan surplusnya biaa US$4 miliar hingga US$6 miliar," terang dia.

Baca: Presiden: Tak Perlu Khawatir Hadapi Tekanan Ekonomi

Bersyukur Postur APBN 2018 Baik

Namun Indonesia harus bersyukur karena pertumbuhan ekonomi masih mencapai lima persen lebih. Presiden mengingatkan bahwa Indonesia patut bersyukur bahwa ekonomi kita masih bisa tumbuh lima persen lebih sedikit. "Itu saya kira patut kita syukuri," katanya. 
   
Ia mencontohkan negara-negara lain bahkan negara besar pertumbuhan ekonominya turun drastis. "Misal China atau Tiongkok, itu turun dari 11 atau 10 persen langsung anjlok posisi 6,5 persen, " katanya. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan postur APBN cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan jumlah belanja negara, dan defisit lebih kecil dari yang direncanakan. "Untuk itu Bapak Presiden menyampaikan bahwa untuk APBN 2018 ini kita tidak melakukan APBN Perubahan," ujar Sri Mulyani. 

Pada APBN 2018, asumsi awal keseluruhan penerimaan negara sebesar Rp 1.894 triliun. Tapi, justru keseluruhan penerimaan negara pada tahun 2018 sebesar Rp 1.903. Pendapatan negara itu diperkirakan lebih tinggi sebesar Rp 8,3 triliun.

Dari sisi belanja negara, diperkirakan dengan penyerapan sekitar 95 persen hingga 96 persen, akan mencapai Rp 2.217,3 triliun hingga akhir tahun.

"Maka kita memperkirakan defisit anggaran untuk keseluruhan tahun anggaran 2018 hanya sebesar Rp 314,2 triliun. Angka ini lebih kecil dari UU APBN  yang sebesar Rp 325,9 triliun. Jadi nominalnya mengecil," jelasnya.

Untuk asumsi lain seperti nilai tukar rupiah, harga minyak dan pertumbuhan ekonomi, menurut Sri Mulyani akan terus diantisipasi pergerakannya. Hal itu agar tak menganggu kinerja penerimaan maupun belanja yang sudah ditetapkan.

Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari pun menyerahkan sepenuhnya pengajuan RAPBN pada pemerintah.

"RAPBN adalah undang-undang yang jadi prerogatif pemerintah. Jadi terserah pemerintah," tutur Eva.

Eva pun tak segan mengungkapkan pujiannya terhadap pemerintah, yang dalam hal ini tak ada membuat perubahan pada RAPBN 2018. Menurutnya, perencanaan budget yang dirancang pemerintah semakin bagus yang bisa mengurangi kemungkinan mal praktik anggaran.

"Perencanaan budget makin bagus, deviasi sedikit jadi tidak perlu mengajukan RAPBN-P. Kita apresiasi. Akuntabilitas meningkat, mengurangi kemungkinan untuk malpratik," tukasnya.

Namun, Eva juga mengingatkan ada dua hal yang masih menjadi tantangan APBN saat ini, yaitu fluktuasi harga minyak dan pengawasan terhadap nilai tukar rupiah.

Baca: Pacu Pertumbuhan Ekonomi, Jokowi Panggil Timnya di Kabinet

"Menurutku hal-hal yang perlu mendesak memang fluktuasi harga minyak yang itu pun sudah diatisipasi dengan cerdas ya menurut pemerintah, tidak kemudian mengikuti turun naiknya yang sangat fluktuatif tetapi mengambil mediannya rata-ratanya, sehingga anggaran dan eksekusi dari anggaran," ucap Eva saat di temui di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.

"Kedua, tentu mengawasi rupiah. Rupiah kan dikatakan makin melemah, walaupun ternyata secara regional masih kuat dibandingkan Turki, Filipina," kata Eva lebih lanjut.

Quote