Ikuti Kami

Pelembagaan Makna Gotong Royong

Oleh: Pendiri Kaukus Pancasila dan Ketua DPP Alumni GMNI, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI 2014-2019, Eva Kusuma Sundari.

Pelembagaan Makna Gotong Royong
Pendiri Kaukus Pancasila dan Ketua DPP Alumni GMNI, Fraksi PDI Perjuangan DPR RI 2014-2019, Eva Kusuma Sundari.

Jakarta, Gesuri.id - Saat terjadi darurat bencana dan pandemi covid-19 membangun solidaritas dan kesetiakawanan di masyarakat. Banyak Inisiatif spontan bermunculan seperti dapur umum, penggalangan dana, pembagian sembako, penampungan dan sebagainya. Mobilisasi bantuan tenaga, penggalangan dana, barang. Pancasila tiba-tiba bangun dan hadir. Hanya temporer?

Banyak keluhan bahwa setiap situasi darurat selesai, masyarakat kembali hidup dengan saling mengabaikan dan sikap egoistis kembali diperlihatkan. Kompetisi, monopoli, menang sendiri dan sebanyak-banyaknya, politik transaksional layaknya hukum rimba, yang kuat yang menang sebagaimana saat situasi kembali normal. 

Kita harus sudahi praktek yang demikian di masa New Normal yang sebenarnya perpanjangan masa darurat. Virus masih ada, tapi cara hidup masih mengikuti masa pandemi. Maka, mari kita lanjutkan sikap saling peduli, pemurah, berbagi, kesukarelawanan dan saling tolong menolong karena kita ingin mempertahankan nyawa bersama. 

Satu orang terkena virus maka resikonya menular ke tetangga, komunitas, bahkan lintas wilayah jika orang tersebut bepergian. Tidak ada pilihan kecuali bergotong royong saling menjaga agar jangan ada yang terpapar virus. Barjibarbeh, tertular satu terkena semuanya. 

Menyitir Bung Karno, gotong-royong dikatakan sebagai pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. 

Ho-lopis-kuntul-baris, buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong! Prinsip Gotong Royong ini diibaratkan membangun rumah, semua terlibat tetapi masing-masing bagian menyelesaikan tugasnya yang berbeda-beda pula. Ada yang buat jendela, pintu, dinding, lantai, bikin sumur tapi semua konvergen dengan output tunggal: rumah ditegakkan bagi para penghuninya supaya bisa terlindung dari panas, dingin, hujan, dan angin. 

Gotong royong menjadi perasan tunggal Pancasila karena para pelakunya mentaati 5 prinsip-prinsip a.l spiritualisme Ketuhanan, kesetaraan kemanusiaan, taat pada konsensus dan keadilan. Praktek Egoisme, rasisme, diskriminasi, curang akan membuat gotong royong berantakan dan semua merugi. 

Orang bertindak sesuai tujuan dan strategi gotong royong dipilih karena mampu mengakomodasi kepentingan bersama dari masyarakat yang heterogen (inklusif). Indahnya, riset menunjukkan semakin beragam suatu kelompok masyarakat semakin kreatif, inovatif, tahan banting, dan semakin tinggi keberlanjutannya kelompok tersebut.
  
Maka, mari melembagakan gotong royong demi ketahanan spesies manusia, komunitas, negara, bangsa dan bahkan dunia. Mari melakukan tindakan konkrit dengan berpraksis, berpraktek Pancasila di masa New Normal dan selamanya. Jangan lagi Pancasila menjadi asesori dalam bertata negara, tetapi ia memang kebutuhan nyata bagi manusia. 

Ketahanan Komunitas

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengeluarkan instruksi untuk menumbuhkan Garakan Jogo Tonggo (Jaga tetangga) berbasis RW. Tiap RW dibentuk Satgas Covid yang terdiri 3 Tim yaitu Kesehatan, Ekonomi, dan Sosial-Keamanan. Tim kesehatan  akan menjaga agar penduduk tidak keluar rumah, atau jika keluar pakai masker dan jaga jarak. 

Tim Ekonomi fokus ke keberlangsungan ekonomi tetangga misalnya dengan pembagian bansos hingga membeli produk-produk anggota komunitas. Di Semarang dan Ambarowo para pemuda berinisiatif bertanam polowijo, menjualkan hasil pertanian sayur yg sedang macet penjualannya, dan bahkan di Salatiga mereka menginisiasi pembuatan kebun komunitas. 

Tim Sosial-Keamanan fokus ke pencegahan konflik akibat covid 19. Insiden penolakan pasien maupun jenasah covid 19 mampu diselesaikan secara persuasif. Persaingan dan konflik antar RW (eksklusifisme) tidak terjadi karena ada kepentingan lebih besar yaitu menjadikan Jateng daerah hijau. Berhasil, yang semula Jateng daerah merah pada akhirnya menjadi propinsi hijau bersama Bali.   

Di Yogyayakarta, ada beberapa inisiatif sipil semacam tetapi tentu saja dampaknya terbatas di beberapa komunitas. Gerakan Pangan Jogja misalnya, diinisiasi oleh Ita F Nadia dengan mendirikan 12 dapur umum. Beberapa dosen FEB UGM melakukan gerakan semacam disebut Sambatan Jogja (Sonjo) berbasis sosmed WA. Satu group aktifis pedesaan (DMTK) melakukan pembagian sembako melalui koperasi KOBETA hingga 4000 paket khusus untuk kelompok masyarakat terabaikan. 

Tentu masih banyak inisiatif-inisiatif kemanusiaan oleh sipil di daerah-daerah lain baik bersifat perorangan (mis Habib Hasan Solo yang viral) maupun yang terorganisir oleh group-group seperti di atas. Paling tidak kita bisa menilai bahwa pelembagaan gotong royong amat sudah terlaksana baik oleh negara (Jateng) maupun oleh sipil. Sayangnya semua dibentuk untuk tujuan sementara, sepatutnya diteruskan dan dipermanenkan menjadi sebuah pranata sosial. 

Sebelum pandemi Gubernur Ganjar Pranowo juga sudah mempraktekkan gotong royong untuk mengatasi kemiskinan. Zakat para ASN dikelola pemerintah propinsi dan Gubernur menunjuk SKPD tertentu untuk menjadi pendamping dan mengentas desa-desa tertinggal, hasilnya luar biasa. Penurunan kemiskinan Jateng di atas rata-rata nasional bahkan Jateng menjadi penyumbang terbesar penurunan kemiskinan nasional. 

Jika kita renungkan, contoh-contoh gerakan Gotong royong di masa pandemi di atas bertujuan untuk membangun kemandirian, pertahanan komunitas dalam menaklukkan krisis dengan kekuatan sendiri. Ini benih bagus untuk mewujudkan Konsep BERDIKARI (terutama di Bidang Ekonomi) dari Trisakti yang digagas Sukarno. 

Gotong royong tidak harus berbasis wilayah, koperasi atau Credit union misalnya yang berorientasi pada anggota dimanapun asalnya. Aspek (solidaritas) sosial dan kesejahteraan ekonomi menjadi 2 tujuan organisasi yang sama bobotnya. Hal tersebut diakomodasi dalam socio-enterpreneurship yang sekarang menjadi trend dunia.

Dalam socio-enterpreuner kita tidak lagi fokus kepada ego-sentris (profit oriented semata) tetapi eco-sentris (dukungan lingkungan demi keberlanjutan). Konsekuensinya adalah pebdekatannya adalah kolaborasi atau gotong royong. Artinya gotong royong menjadi keniscayaan yang rasional untuk hari ini dan masa mendatang.

 

Mengantisipasi Kebudayaan Baru

Sebagai masyarakat religius tentu semua setuju dengan filosofi “sangkan paraning dumadi” bahwa tujuan hidup di dunia ya untuk kembali ke Sang Pencipta. Artinya etika dan moralitas menjadi faktor penting untuk menjalani hidup, sebagai bekal/investasi untuk akhirat. 

Ibarat dalam agama, syariat (aturan) harus di tarekatkan (dijalankan), tanpa keduanya tidak akan ada manfaat. Demikian juga ketika punya panduan/ajaran gotong royong dari Pancasila tidak dijalankan maka kebahagiaan hidup dari relasi sosial tidak akan tercapai. 

Apakah sikap egoistis akan membawa kebahagiaan bagi yang bersangkutan? Tidak, karena egoistis dan tamak punya daya rusak ke dalam dan keluar diri seseorang tersebut. Kesenangan karena sikap egois hanya bersifat sesaat tapi kebahagiaan dari gotong royong bersifat abadi karena terhubung dzat yang langgeng dan abadi yaitu Tuhan. 

Setelah 10 tahun ini muncul kesadaran beragama di seluruh dunia, maka saat ini terjadi gelombang baru berupa kesadaran spiritualitas, hakekat/substansi agama. Salah satu tanda yang jelas adalah di dunia bisnis, orang mulai meninggalkan orientasi ke material (kuantitas), tetapi kualitas dan terutama untuk kepentingan bersama termasuk kesadaran terhadap keberlanjutan terkait dukungan lingkungan dan alam. 

Strategi gotong royong yang berisi 5 sila dari Pancasila menegaskan dimensi kualitas spiritualitas seseorang. Egoisme (terutama agama), diskriminasi/rasisme, pecah belah, sikap otoriter (anti demokrasi) dan yg tdk berjiwa sosial tentu akan menolak gotong royong. Sebaliknya, pelembagaan gotong royong akan “memaksa” orang unt berkarakter dan berperilaku positif, anti tesa dari karakter di atas. 

Pelembagaan gotong royong akan menguatkan penegakkan etika dan moralitas di masyarakat. Hal ini kelak akan menjadi modal besar untuk membangun budaya kesadaran hukum akibat orientasi implementasi hukum positif yang mengalahkan dimensi substansi hukum yaitu keadilan. Masjid dan gereja kita selalu ramai tetapi praktek korupsi dan deforestasi selalu dan sempat paling tinggi se dunia, penjara selalu over capacity. 

Sukarno penggali Pancasila menegaskan, bahwa demokrasi Indonesia berdasar hikmah dari musyawarah (konsensus) bukan sekedar teknik mengambil keputusan. Hal tersebut berangkat dari kesadaran ketidaksempurnaan makhluk vis a vis Tuhan yang Maha Sempurna sehingga manusia perlu bermusyawah, saling menyempurnakan. Gotong royong (Pancasila) instrumen kebudayaan baru dunia, moralitas atau budi pekerti.

Quote