Ikuti Kami

Puan & Simbolisasi Politik Jadi Sopir Pimpinan DPR

Puan seperti ingin menunjukkan kepada rakyat Indonesia: supremasi kaum lelaki atas dunia politik juga bisa diimbangi kaum hawa

Puan & Simbolisasi Politik Jadi Sopir Pimpinan DPR
Ketua DPR RI Puan Maharani menjadi sopir bagi 3 Wakil Ketua DPR saat meninjau Komplek Parlemen DPR RI - Foto: Istimewa

PEREMPUAN menyetir sudah biasa. Tapi kalau Ketua DPR RI Puan Maharani menyetir untuk ketiga koleganya di Pimpinan DPR: Aziz Syamsuddin, Rachmat Gobel dan Sufmi Dasco Ahmad bisa jadi ada sebuah pesan dan simbol politik yang tersirat.

Tentu saja, seorang Puan Maharani, politisi PDI Perjuangan yang mencetak sejarah sebagai perempuan pertama dan termuda yang memimpin lembaga sekelas DPR merupakan sebuah lompatan peradaban demokrasi yang luar biasa bagi bangsa ini.

Sejak lahir 12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (29 Agustus 1945), di awal berdirinya, DPR bernama Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Kembali ke soal Puan menyupiri ketiga koleganya yang semuanya kaum lelaki. Secara implisit atau samar-samar, ada pesan politik yang ingin disampaikan: perempuan Indonesia juga bisa menjadi pemimpin lembaga politik terhormat seperti DPR yang merupakan representasi rakyat Indonesia karena dipilih langsung oleh rakyat dan memiliki kewenangan serta tupoksi yang luar biasa besar. 

Adegan Puan menyetir siang itu untuk berkeliling Komplek Parlemen bukan spontanitas terjadi begitu saja. Tentu sebagai seorang perempuan, sebagai bangsa dengan tradisi kuat Patriarki, dimana perempuan selalu dimuliakan dan sampai ada istilah ladies first, seharusnya Puan bisa duduk anteng sebagai penumpang.

Namun Puan memilih menyetir sendiri. Seperti ingin menunjukkan kepada rakyat Indonesia: supremasi kaum lelaki atas dunia politik juga bisa diimbangi kaum hawa.

Ketua DPR periode 2019-2024 Puan Maharani (kanan) mengacungkan palu disaksikan Wakil Ketua M Aziz Syamsuddin (kiri), Sufmi Dasco Ahmad (kedua kiri), Rahmad Gobel (ketiga kiri), dan Muhaimin Iskandar (keempat kiri) usai pelantikan dalam Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan I Tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.

(ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama)


Ya, sekali lagi, adegan Puan menjadi sopir dadakan itu menandakan dalam dunia politik seringkali menggunakan simbol-simbol. 

Tercatat, sejak DPR berdiri 29 Agustus 1945, hingga 74 tahun kemudian, lembaga ini selalu dipimpin oleh seorang laki-laki. 

Bahkan Wakil Ketua DPR dari perempuan baru diisi oleh 2 orang: Fatimah Achmad (PDI) sejak 1 Oktober 1997-1 Oktober 1999 (2 tahun). Kemudian ada nama Khofifah Indar Parawansa yang menjadi Wakil Ketua DPR hanya hitungan hari (6 Oktober 1999 - 28 Oktober 1999) karena diangkat Presiden Gus Dur saat itu menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

Bayangkan, setelah sekian lama DPR berdiri, baru kali ini seorang perempuan bisa menjadi Ketuanya. 

Dan Puan Maharani dengan legitimasi yang begitu kuat dari 404.034 suara yang memilihnya di Dapil Jateng V, menunjukkan kualitas dan kepercayaan rakyat yang tinggi sehingga ia memang pantas dan sangat layak memimpin 574 Anggota DPR RI lain yang dipilih langsung oleh rakyat.

Semua warga PDI Perjuangan optimis akan kiprah Cucu Proklamator RI Bung Karno itu di DPR RI dan ke depan bisa melanjutkan sepak terjang kepemimpinan politik ibundanya, Megawati Soekarnoputri yang menjadi perempuan pertama sebagai Presiden RI dan Pemimpin Partai Politik terbesar dalam periode yang cukup lama.

Dus, Puan dan momentum menyupiri 3 Wakil Ketua DPR yang merupakan representasi simbol riil kekuatan politik terkuat di Parlemen, dimana 5 Pimpinan DPR diurut sesuai posisi perolehan kursi terbanyak di DPR. Dan kiprah Puan sebagai Ketua DPR, pasti akan selalu menjadi sorotan: apakah ia bisa menahkodai DPR menjadi sebuah lembaga yang lebih produktif, inovatif dan rumah rakyat yang solutif.

Quote