Ikuti Kami

Jejak Karir Politik Megawati Penuh dengan Tetesan Air Mata

Putri Presiden pertama RI Soekarno ini memiliki rekam jejak panjang dengan berbagai rintangan yang ia lewati di karir politiknya.

Jejak Karir Politik Megawati Penuh dengan Tetesan Air Mata
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Foto: Gesuri.id/ Elva Nurrul Prastiwi.

Jakarta, Gesuri.id - Lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947, Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau yang lebih dikenal dengan nama Megawati Soekarnoputri merupakan sosok perempuan tangguh yang lekat dengan PDI Perjuangan.

Putri Presiden pertama RI Soekarno ini memiliki rekam jejak panjang dengan berbagai rintangan yang ia lewati di karir politiknya.

Baca: DPP PDI Perjuangan Tidak Akan Lupakan Jasa Frans

Setelah tumbangnya Orde Lama, keluarga Soekarno memilih hidup sebagai masyarakat biasa. Megawati bersama suaminya Taufik Kiemas adalah pengelola sejumlah pom bensin di Jakarta.

Berawal dari tawaran Politisi senior pendiri Partai Demokrasi Indonesia, yang kini terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2019-2024, Sabam Sirait, saat bertemu dengan Megawati dan Taufik usai makan malam di daerah Kemayoran di pertengahan tahun 1980an. 

Sabam membujuk keduanya untuk terjun ke dunia politik dan berkiprah di partai yang didirikannya. "Fik coba lah kamu berdua masuk ke politik," ujar Mega saat menirukan ajakan Sabam kepada Taufik.

Mendengar ajakan Sabam, Megawati dan Taufik hanya tertawa. Menurut keduanya ajakan terjun ke dunia politik nyaris mustahil dilakukan keluarga Bung Karno pada masa itu. Karena saat itu pemerintah melarang keluarga Bung Karno terjun ke dunia politik.

"Waktu itu sedang keras-kerasnya orang antikeluarga Bung Karno. Mana mungkin kami ke politik," kata Megawati.

Beberapa lama setelah pertemuan itu Taufik kembali bertemu dengan Sabam. Kali ini tanpa ditemani Megawati. Usai pertemuan, Taufik kembali ke rumah. Dia ceritakan pertemuannya dengan Sabam. Tak perlu waktu lama bagi untuk Megawati menerka isi pembicaraan keduanya. "Pasti diajak ke politik lagi kan?," ucap Megawati.

Baca: Politik Nasi Goreng Ala Megawati Luluhkan Hati Prabowo

Terjun ke Politik

Apa yang difikirkan Megawati pun tak salah, Sabam rupanya masih penasaran membujuk keduanya untuk terjun ke politik. Lama Megawati menolak masuk ke politik. Sampai akhirnya pada 1986 hati Megawati luluh dan ia memutuskan untuk menerima ajakan Sabam bergabung dengan PDI.

Karier Megawati di dunia politik pun diawali dengan menjadi Ketua DPC PDI Jakarta Pusat dalam struktur partainya. Pada tahun 1982 Megawati bersama Taufik pun berkeliling untuk kampanye dan sukses mendongkrak suara PDI dengan merebuat 40 kursi DPR pada Pemilu 1987. Sebelumnya PDI hanya mampu meraih 24 kursi. Selain itu, Nama Megawati dan adiknya Guruh Soekarnoputra pun masuk dalam daftar Anggota DPR.

Baca: Eva Ingatkan Parpol KIK Tak Khawatir dengan Partai Gerindra

Memimpin PDI

Bergabungnya Megawati di PDI mampu mendongkrak popularitas partai. Sehingga mengkhawatirkan penguasa Orde Baru, begitu pula Ketua Umum PDI saat itu Soerjadi.

Rekayasa dan konflik internal pun diciptakan di tubuh PDI. Kongres PDI di Medan pada Juli 1993 untuk mengukuhkan Soerjadi kembali sebagai ketua umum menemui jalan buntu. Kongres Luar Biasa (KLB) pun digelar di Surabaya pada Desember 1993.

Pada saat KLB, Megawati justru tampil sebagai pemenang dengan meraih dukungan dari 27 DPD untuk mengambil alih pimpinan PDI. Berdasarkan Kongres Surabaya 1993, Megawati adalah Ketua Umum PDI periode 1993-1998.

Dikutip dari buku Megawati dalam Catatan Wartawan (2017), pascaterpilih sebagai ketua umum, Megawati berkeliling Indonesia untuk konsolidasi dan menemui rakyat.

Ketidaksukaan pemerintah Orde Baru akan popularitas Megawati justru membuat Megawati makin dicintai orang banyak. Ia adalah simbol perlawanan terhadap tekanan Orde Baru. Megawati sempat diusulkan sebagai calon presiden. Namun ia juga terus digoyang dan coba didongkel di tengah jalan.

Baca: Pertemuan Megawati-Prabowo Kikis Polarisasi di Masyarakat

Peristiwa Kudatuli

Pada 1996, lawan politik Megawati yang didukung pemerintah di dalam partai menggelar kongres Medan yang memilih Soerjadi sebagai ketua umum. Pascakongres PDI di Medan, pucuk pimpinan PDI terbelah dua. Ada PDI Soerjadi yang didukung pemerintah dan ada PDI Megawati yang didukung akar rumput.

PDI kubu Megawati menguasai Kantor Dewan Pimpinan Pusat PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Insiden berdarah pecah di sana saat massa dari kubu Soerjadi yang didukung pemerintah merebut paksa kantor. Lima orang dilaporkan tewas, sementara ratusan orang mengalami luka-luka.

Tekanan terhadap Mega justru menguatkan dukungan rakyat terhadapnya. Pendukungnya di PDI bahkan pindah ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan membentuk "Mega-Bintang". Mega sendiri memilih golput saat Pemilu 1997.

Baca: Taufiq Kiemas & Budi Gunawan, Dua Tokoh Pemersatu Bangsa

Mendirikan PDI Perjuangan

Lengsernya Soeharto pada Mei 1998 membawa angin segar. Megawati hengkang dari PDI dan mendirikan PDI Perjuangan untuk bertarung pada Pemilu 1999.

Karisma putri Soekarno membahana. PDI Perjuangan besutannya menjadi pemenang Pemilu dengan memperoleh 33,74 persen suara. Sementara, PDI Soerjadi hanya mengantongi 0,33 persen.

Baca: Anies Mau Nyapres, Adian: Memang Kuat Kampanye?

Menuju Medan Merdeka Utara

Sayangnya, jalan Megawati menuju Merdeka Utara tak berlangsung mulus. Di Parlemen ia terganjal manuver poros tengah yang dimotori Amien Rais. Parlemen memilih Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden.

Megawati menjemput takdirnya yang tertunda di Medan Merdeka Utara pada 23 Juli 2001 ketika ia dilantik menjadi Presiden kelima Indonesia sekaligus Presiden Perempuan pertama yang pernah memerintah negeri ini menggantikan Gus Dur yang dilengserkan Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Quote