Ikuti Kami

Musancab PDI Perjuangan Se-Kab Bangkalan Sita Perhatian

Tari “Kembangnga Naghara” yang dibawakan dengan kostum merah, dan dipadu dengan bendera kebesaran PDI Perjuangan memiliki makna tersendiri.

Musancab PDI Perjuangan Se-Kab Bangkalan Sita Perhatian
Musancab Serentak PDI Perjuangan se-Kabupaten Bangkalan menyita perhatian para kader dan pengurus PDI Perjuangan yang hadir dengan penampilan Sanggar Tarara pada acara pembukaan.

Bangkalan, Gesuri.id -  Musancab Serentak PDI Perjuangan se-Kabupaten Bangkalan menyita perhatian para kader dan pengurus PDI Perjuangan yang hadir dengan penampilan Sanggar Tarara pada acara pembukaan.

Baca: Novel Baswedan Dinonaktifkan, Dewi: Tumpas Kadrun Dari KPK!

Tari “Kembangnga Naghara” yang dibawakan dengan kostum merah, dan dipadu dengan bendera kebesaran PDI Perjuangan memiliki makna tersendiri. Sanggar Tarara ternyata punya jejak rekam yang membanggakan, dimana Sanggar Tarara pernah tampil di Jakarta, Surabaya, Malang, Solo, bahkan Ternate.

Tahun 2010, Sanggar Tarara pernah tampil di Ambon, mewakili Jawa Timur dalam Festival Olahraga Tradisional. Pada ajang tingkat nasional itu, Sanggar Tarara mampu menjadi juara umum. Tahun 2013, Sanggar Tarara mewakili Jawa Timur dalam festival Kraton Dunia di Jakarta festival dunia di Jakarta. Mereka juga pernah tampil di Tafisa World Games di Jakarta (2016), YGF (Yogyakarta gamelan Festival) di Yogyakarta (2016), YGF (Yogyakarta Gamelan Festival) virtual (2020), dan lain-lain.

Menurut Septiana Indrawati, S. Sos, bendahara dan manajemen penampil, tari Kembangnga Naghara menceritakan tentang perjalanan dan perjuangan gadis Madura dalam mempertahankan adat-istiadanya.

“Kembangnga Naghara ini filosofinya perjuangan seorang gadis Madura yang hidup di era modernisasi dan globalisasi. Seperti kita tahu, era itu telah mengubah adat kita. Nah, gadis Madura itu berusaha mempertahankan adat-istiadat dan budayanya di era sekarang ini. Bisa dibilang dia pejuang kebudayaannya untuk tetap ada dan lestari," ujar Septiana, Kamis (27/5).

Alumni MAN Model Bangkalan itu bercerita, Sanggar Tarara didirikan pada tahun 2002. Akan tetapi, proses perjalanannya jauh sebelum itu. Setiap tahun, Sanggar Tarara menghasilkan puluhan bahkan ratusan kreasi tari.  

“Setiap tahun kita proses tarian. Jadi, begini, pendiri Sanggar Tarara itu Bapak Sudarsono. Di bawahnya, ada struktur. Di bawah struktur ini pelatih-pelatih. Setiap pelatih disiapkan sebagai penggarap tari. Selain menggarap tari, Bapak Sudarsono juga mengajarkan pada teman-teman pelatih untuk menjadi seorang koreo. Jadi, sudah tidak terhitung berapa tarian yang kami produksi setiap tahunnya. Karena pelatih yang dipersiapkan itu ada sekitar 15 orang yang diterjunkan ke sekolah-sekolah untuk mengajar. Mereka punya tanggung jawab kalau lomba pekan seni pelajar, festival, dan lomba-lomba tari lainnya. Jadi, tari yang kami produksi sudah banyak. Musiknya pun kami garap sendiri. Selain itu, kami juga menggarap tari pesanan,” jelas Septiana.

Tentang nama Tarara, sarjana lulusan Universitas Wijaya Putra Surabaya itu menjelaskan, Tarara itu tarian rakyat Madura. Basic Sanggar Tarara adalah tari tradisi, terutama Madura.  

“Cuman, kami juga bisa melayani tari pesanan. Tari yang mungkin keluar dari tema tradisional. Sebenarnya kami, tidak hanya tari. Kami juga menggarap musik seperti karawitan, musik band, musik orkestra. Intinya, kami menampung semua hal yang berkaitan dengan seni budaya,” urai Septiana.

Pegawai Honorer di lingkungan Pemkab Bangkalan itu, juga bercerita tentang karakter tari Madura. Menurutnya, tari Madura identik dengan gerakan dan hentakan kaki. Selain itu, tari Madura juga bisa dilihat pada bagian bokong ke bawah.

“Tari Madura itu identik geraknya dengan hentakan kaki. Hentakan kaki yang nongkak. Ketika menggarap tari Madura, kami pasti ada sentuhan patah-patahnya. Selain itu, Gerakan Madura dapat dilihat pada bokong ke bawah. Maksudnya itu, gerakan bokong dan kaki lebih diutamakan. Kalau tarian Bali, dari bahu ke atas, ke kepala. Terutama gerakan tangan, kepala dan mata. Kalau Banyuwangi, dari bahu ke bokong lebih ditonjolkan,” urai Septiana.

Gerakan kaki menghentak menggambarkan karakter dan perjalanan hidup orang Madura. Orang Madura yang pejuang, teguh pendirian, terus melangkah, tanpa rasa putus asa.

Meski menggarap tari tradisional, Sanggar Tarara tidak kehilangan peminat. Sanggar Tarara memiliki anak didik dari usia TK, SD sampai perguruan tinggi. Septiana menjelaskan, dalam proses pengenalan tari pada anak didiknya ditentukan oleh koreografernya. Bukan jenis tariannya. 

“Di Sanggar Tarara, banyak menampung generasi muda. Saya rasa meraka meminati. Bergantung pada setiap koreo menampilkan tarian tradisional. Dengan cara apa? Meski kami tari tradisional, kami menampilkannya tidak seperti dulu. Kami melakukan modifikasi dengan tetap mempertahankan unsur tradisi sesuai pakem yang ada. Kami mengembangkannya dari sisi penampilan. Kami fasilitasi, kami perbaiki. Coba cek di Ig Sanggar Tarara, setiap tarian, setiap konsep tarian yang kami bawakan, kostumnya berbeda-beda.kostum yang kami pakai tidak membuat anak-anak malu untuk tampil,” jelas Septinana.

Strategi lain Sanggar Tarara dalam menggali potensi anak didiknya,  memiliki dua cara. Pertama, Sanggar Tarara tidak hanya melatih kemampuan tari anak didiknya. Mereka juga melatih mental anak didiknya untuk mencintai tari sepenuh hati.    

Baca: 97.000 Data PNS Fiktif, Rifqi Karsayuda: Negara Dirampok!

“Kami tidak hanya melatih hitungan 1 sampai 8 gerakan mereka. Akan tetapi, juga ada unsur mendidik secara mental mereka. mereka belajar kesenian tidak sekadar ikut-ikutan teman atau paksaan dari orang tua. Jadi, mereka mengalir. Mereka akan menikmati kesenian mereka. Kami menggali potensi mereka itu adanya di apa? Apa di tari, apa di musik? Kami juga mempelajari anak-anak seperti apa dulu, baru kami kelompok ke wadah masing-masing yang ada di sanggar.

Jadwal latihan Sanggar Tarara antara lain, Selasa dan Jumat sore untuk anak kecil, dan  Rabu dan Minggu untuk remaja.

Quote