Jakarta, Gesuri.id – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Romy Soekarno, menilai pidato Megawati Soekarnoputri di Denpasar bukan sekadar arahan internal partai, melainkan momentum ideologis yang turut memberi warna pada arah politik nasional.
Menurut Romy, pesan Megawati mencerminkan panggilan untuk kembali menempatkan rakyat sebagai pusat politik, sekaligus koreksi atas praktik kekuasaan yang kerap terlepas dari denyut aspirasi masyarakat.
Sejarah, lanjutnya, kerap hadir bukan dalam gegap gempita, melainkan lewat tanda-tanda yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang peka. Pidato di Denpasar disebutnya sebagai salah satu tanda penting itu.
“Dan kali ini, denyut itu berpijak di Denpasar, ketika Megawati Soekarnoputri, dalam forum konsolidasi Fraksi PDI Perjuangan dari pusat hingga daerah, menyampaikan sesuatu yang lebih dari sekadar arahan partai. Ia menyampaikan kredo ideologis, doktrin gerak, dan panggilan pulang: kembali ke rumah rakyat,” kata Romy, dikutip dari pdiperjuangan-jatim.com, Sabtu (6/9).
Romy, yang berasal dari dapil Blitar Raya, Tulungagung, dan Kediri Raya, menegaskan bahwa arahan Megawati adalah kritik terhadap cara berpolitik yang hanya mengejar kekuasaan tanpa berpijak pada kepentingan rakyat.
“Dharma eva hato hanti atau kebenaran yang mati akan menghancurkan. Namun kebenaran yang ditegakkan akan menyelamatkan. Arahan itu bukan perintah turun ke bawah dalam arti organisatoris semata,” ujarnya.
“Ia adalah ajakan untuk menyentuh ulang dasar kekuatan politik: suara rakyat yang murni, jerit perut yang sering tak terdengar di ruang istana, dan denyut harapan yang tak bisa dicapai oleh retorika kekuasaan,” sambung Romy Soekarno.
Ia juga menilai momentum pidato itu berkelindan dengan keputusan politik besar tak lama berselang, yaitu pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto kepada Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong.
“Dalam waktu yang sangat singkat setelah pidato itu, sebuah rangkaian peristiwa menggemparkan jagat politik nasional: Presiden Prabowo mengajukan amnesti dan abolisi kepada DPR, yang mencakup tokoh-tokoh penting seperti Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong. DPR menyetujui, keputusan presiden diteken, dan gelombang baru kekuasaan pun terbentuk,” bebernya.
Romy menekankan, PDI Perjuangan dengan ideologi dan garis perjuangannya tetap memosisikan diri sebagai penyaring aspirasi rakyat. Kekuatan partai, menurutnya, bukan diukur dari posisi dalam kabinet, melainkan dari perannya memengaruhi arah sejarah dan menjaga politik tetap berpihak pada rakyat.