Ikuti Kami

Jakarta Dipimpin Anies, Untaian Retorika Nol Aksi & Eksekusi

Rio Sambodo: Saya bisa menyimpulkan sekali lagi kepemimpinan daerah Gubernur Anies Baswedan itu masuk dalam kategori gagal total.

Jakarta Dipimpin Anies, Untaian Retorika Nol Aksi & Eksekusi
Wawancara langsung jurnalis Gesuri.id Haerandi dengan Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A, Rio Sambodo, Selasa (19/7). (istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Anies Baswedan terpilih sebagai gubernur pada Pilgub DKI Jakarta 2017 silam. Kala itu ia berpasangan dengan Sandiaga Uno, yang kemudian memutuskan mundur dari kursi Wagub demi mengikuti Pilpres 2019. Lalu, posisinya diganti oleh Ahmad Riza Patria. 

Tak terasa, masa bakti Anies-Riza akan berakhir Oktober mendatang, kepemimpinan Anies sebagai gubernur DKI Jakarta dianggap gagal total karena banyak janji kampanye yang tidak terealisasi. 

Lantas apa parameter kegagalan itu, sejauh mana realisasi janji kampanye, berikut petikan wawancara langsung jurnalis Gesuri.id Haerandi dengan Anggota DPRD DKI Jakarta Komisi A, Rio Sambodo, Selasa (19/7).

1. Apa saja yang menjadi tupoksi komisi A DPRD DKI Jakarta?

Pertama, pembangunan di DKI Jakarta itu dibagi dalam lima bidang yang kemudian itu dinaungi dan menaungi eksekutif dan legislatif itu bidang pertama pemerintahan, kedua bidang perekonomian, ketiga bidang keuangan, keempat bidang pembangunan, kelima bidang kesra. Dalam klasifikasi atau pengelompokan di Di DPRD sebagai Legislatif itu sama dibagi dalam lima kelompok yang kemudian dibentuk dalam komisi A, komisi B, komisi C, komisi D dan komisi E. 

Saya ditugaskan tahun 2019 kemarin di komisi A bidang pemerintahan bidang pemerintahan dan pertanahan dimana bidang pemerintahan itu terdiri dari pamong, walikota, camat, kelembagaan pemerintahan, lurah, RT, RW, LMK, dewan kota, PKK dan sebagainya. Itu kelembagaan pemerintahan. Kemudian kita juga membawahi bidang kepegawaian ASN dan non ASN yang bertugas di DKI Jakarta, itu masuk dalam naungan Badan Kepegawaian Daerah.

Lalu, yang termasuk dalam kepegawaian termasuk belanja pegawai. Soal pertanahan, ini memang adalah mitra kerja pemerintah pusat tetapi sesuai dengan undang-undang persoalan pertanahan itu dan perkawinan itu tidak lepas dari unsur Pemda dalam hal ini lurah. 

Sehingga selama ini komisi A bermitra dengan BPN ATR kemudian berikutnya adalah bidang pemadam kebakaran penanggulangan bencana, berikutnya komunikasi dan informasi atau dinas kominfo berkaitan dengan smart city dan segala macamnya, dan kemudian biro hukum, biro SDM, biro kepala daerah, keanekaragam berkaitan dengan yang termasuk dalam bidang pemerintahan, termasuk Bappeda itu juga masuk dalam wilayah kerjanya komisi A atau bidang pemerintahan.

2. Apa saja target Komisi A di akhir masa Jabatan?

Kita acuannya RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) atau lebih dikenal sebagai janji kampanye yang termanifestasi dalam rencana kerja daerah. Kaitannya dengan AMJ gubernur itu urusannya adalah bagaimana kita mengkomparasikan/membandingkan antara RPJMD dengan capaian menjelang akhir masa jabatan. 

Contoh misalnya soal smart city kota cerdas berbasis komunikasi dan informasi berapa titik seberapa besar akses warga terhadap itu, setiap tahun ada alokasi ratusan miliar itu berarti kalau 4 sampai 5 tahun mencapai Rp400an miliar. Itu seperti apa?

Kemudian pelayanan publik pada warga DKI. Pelayanan publik yang diperankan sebagai garda terdepan pamong seperti walikota, camat, lurah dan seterusnya termasuk pembinaan RT RW dan itu seberapa besar, kita alokasikan untuk operasional RT RW dan sebagainya kita alokasikan untuk pelayanan di kelurahan, kecamatan.

Pelayanan itu tergantung pada sisi kepuasan masyarakat terhadap pelayanan tersebut, harus ada tolak ukurnya, bisa dari data-data survei independen maupun dari data survei yang bersifat simultan yang didapatkan oleh beraneka ragam kalangan, itu bisa dijadikan acuan apakah Kelurahan sekarang semakin baik. Transparansi anggaran sudah tidak dipertanyakan oleh masyarakat, akses informasi itu mudah, percaloan terminimalisir atau zero, dan seterusnya. 

BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga sama, Jakarta menghibahkan ratusan milliar untuk program pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSN, oleh hibah APBD juga ratusan miliar sejak 2017. Namun di 2019 sampai sekarang pertanyaannya kemudian bagaimana peran Pemda dalam mensukseskan itu, bagaimana arus informasi pada saat pra pendaftaran, legalisasi dan pasca, itu sudah terangkai secara sistematik dan mendapatkan kepuasan dari masyarakat. Data lapangannya memang sangat jauh sangat jauh dari memuaskan bahkan kecewa.

Kemudian, pemadam kebakaran, bagaimana peta, bagaimana ratusan miliar bahkan triliunan yang digelontorkan selama 4 sampai 5 tahun ini apakah sudah menjangkau peta rawan kebakaran. Bagaimana peta tentang penyebab kebakaran yang ujungnya bisa menyengsarakan masyarakat. Itu sudah diantisipasi secara preventif, bagaimana tindakan kuratifnya ketika itu terjadi. Itulah isu-isu yang berkaitan dengan pemadam kebakaran.

3. Masalah-masalah apa yang paling krusial yang harus ditangani?

Pelayanan publik pertanahan, kominfo, smart city, karena itu masuk RPJMD. Kota yang cerdas apalagi tempo hari gubernur Anies saat di ulang tahun Jakarta menyampaikan di tanggal 22 Juni kemarin Go Internasional. GO Internasionalnya yang seperti apa, capaiannya untuk memenuhi syarat kesana apakah sudah atau belum. Itu sangat krusial sekali.

4. Dampak hal tersebut ke kontituen bapak seperti apa?

Secara konsekuen maka itu bicara tentang aspirasi dan harapan masyarakat terhadap penanganan masalah-masalah yang mereka hadapi. Contohnya konektivitas antara PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) hubungannya peranan Pemda, karena jelas dalam Perpres nomor 86 tahun 2018 tentang reforma agraria itu disebutkan bahwa gubernur adalah ketua gugus tugas reforma agraria artinya dekat dengan Kepala BPN, dimana BPN adalah ketua harian. Artinya jelas bahwa Pemda memiliki peranan penting untuk memobilisir dan mengorganisir percepatan percepatan yang pengurusan tentang PTSL. Setidaknya memastikan informasi akurat, tepat, cepat kepada masyarakat. 

Itu aspirasi yang paling banyak kepada anggota dewan terutama saya di dapil saya Kecamatan Cakung, Kecamatan Pulogadung dan Kecamatan Matraman. Jadi itu yang paling banyak setiap saat, hampir setiap hari dan dalam pelayanan ini masyarakat banyak mengalami ketidakhadiran aparatur pemerintahan, itu yang pertama. Kedua, yang berkaitan dengan bidang pemerintahan itu adalah pelayanan publik seperti di kecamatan, kelurahan, dan sebagainya, akses informasi dan sebagainya. 

Konstituen di daerah pemilihan itu juga tidak sedikit yang punya aspirasi masalah tentang ini, kemudian yang berikutnya selain bidang komisi A atau bidang pemerintahan juga ada bidang-bidang lain yang berkembang di masyarakat, khususnya bidang kesra. Dan anggota dewan walaupun kita sudah terkelompokkan dalam komisi-komisi itu bersifat yang strategis dan menyeluruh jadi kita juga tidak hanya memenuhi harapan konstituen hanya dengan bidang kita saja. 

Contohnya, bidang kesra mengenai pengurusan KJP, apakah KJPnya terputus dan sebagainya mereka tidak termasuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) karena manual, karena online sulit, waktu habis, masa sosialisasi dan seterusnya. Kemudian soal ijazah ditahan, misalnya kebutuhan BPJS dari mandiri ke subsidi atau PBI (Penerima Bantuan Iuran) itu juga banyak, atau misalnya kebutuhan beasiswa kuliah, di bidang lainnya juga ada, ada yang termasuk pelayanan di Puskesmas, RSUD dan seterusnya. 

Di bidang lainnya lagi, misalnya pembangunan jalan yang rusak, got mampet dan bidang-bidang lainnya. Jadi kalau untuk urusan konstituen kita tidak hanya terpaku pada bidang-bidang kita saja tapi lintas bidang dan mereka masyarakat tidak mau tahu, soal kita di komisi apa. Bagi mereka hanya penting kita adalah anggota dewan sebagai wakil rakyat, wakil warga yang dipilih dan diberikan amanat untuk menangani dan menindaklanjuti masalah-masalah warga. Maka kita pendekatannya juga lebih bersifat strategis general, tidak parsial sektoral.

5. Bagaimana soal alokasi anggaran terutama di wilayah konstituen bapak?

Alokasi anggaran, kalau untuk pelayanan-pelayanan di wali kota sampai ke bawah, itu sudah pasti dialokasikan, item item jumlah anggaran, efektif tidak efektifnya seperti apa, kembali lagi bicara kepuasan masyarakat, jadi dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah itu ada yang namanya input, output dan outcome. Masukan aspirasi kebutuhan yang bukan sekedar keinginan dan segala macam, baru kemudian diplot untuk dilaksanakan untuk output, ketika dilaksanakan soal pertama apakah input sudah bersinergi dengan output itu dulu.

Bukan bicara soal daftar keinginan tetapi daftar kebutuhan. Kebutuhan pun diringkas lagi, karena memang stok APBD juga terbatas. Setelah bersinergi, output itu bersinergi tidak dengan outcome artinya output itu dilaksanakan atau tidak, outcome itu memuaskan atau tidak, memenuhi penanganan masalah- masalah warga atau belum. 

Jangan sampai terkesan gemuruh dan gemerlap pelaksanaan proyek pembangunan tapi tidak berdampak langsung pada kepuasan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Ini yang menjadi persoalan, dan inilah yang kemudian selalu kita kritisi dan kita sinergikan dengan peranan legislatif dengan eksekutif, karena dua bagian ini ibaratnya suami-istri tidak bisa terlepaskan. Apalagi undang-undang tentang pegawai daerah Perda nomor 23 tahun 2014 dimana jelas pemerintahan daerah terdiri dari Pemda dan DPRD.

6. Sajauh mana efektifitas penyerapan anggaran oleh pemerintah DKI Jakarta?

Penyerapan anggaran di sebagian masih sedikit, namun sebagian lagi sudah maksimal. Yang masih sedikit itu ibaratnya pelaksanaan outputnya belum optimal, masih kurang bagus, yang sudah jalan outcomenya banyak belum tercapai. Kalau misalnya soal input dan output bisa kita contohkan tentang penanggulangan banjir, outputnya tidak ada, apalagi outcomenya. Kita masih terkontroversi dengan polemik istilah normalisasi dan naturalisasi. 

Padahal, kita butuh eksekusi dan aksi. Apapun Namanya, it’s oke kita tidak ada masalah no problem. Itu persoalan input dan output. Sementara persoalan output dan outcome seperti itu misalnya soal pelayanan publik, semua sudah terlaksana tapi kepuasan belum sesuai harapan, termasuk bagaimana smart city dibangun sebagai implementasi  RPJMD atau janji kampanye kepala daerah?

Bagaimana smart city sebagai salah satu syarat untuk memenuhi ucapan Gubernur Anies tentang Jakarta Go Internasional. Itu masih jauh, kita masih berkutat di titik-titik RW kumuh padahal kebutuhan itu bukan sekedar daerah kumuh tapi di seluruh wilayah skematik dan penjadwalannya bagaimana, itu belum terlihat baik. Masalah RW yang kumuh juga belum termaksimalkan. 

Banyak plotingan biaya yang cukup besar tetapi kepuasan penggunaan masih jauh dan tidak sepadan dengan satuan biaya dan anggaran yang digelontorkan. Itu adalah beberapa isu tentang masalah pembangunan.

7. Apa yang bisa disimpulkan dari kepemimpinan DKI Jakarta oleh Gubernur Anies?

Saya menyimpulkan kalaupun tidak sebagai hipotesis atau kesimpulan sementara bahwa jika kita mengacu dan berusaha untuk tidak subjektif, tapi berusaha untuk objektif. Kalau kita mengacu pada RJPMD atau janji-janji kampanye maka gap atau jarak kesenjangannya antara realisasi dan kepuasan masyarakat itu sangat sangat jauh sekali. 

Sehingga saya bisa menyimpulkan sekali lagi kepemimpinan daerah Gubernur Anies Baswedan itu masuk dalam kategori gagal total. Memang yang bersangkutan memiliki talenta kapasitas dalam meracik situasi, operasional, dan lapangan hanya sebatas untaian retorika dan kata yang indah serta menarik. Tetapi apakah kita butuh itu saja? tentunya kita butuh kerja aksi dan eksekusi.

Quote