Jakarta, Gesuri.id - Dunia aktivisme menjadi 'kawah candradimuka' bagi dirinya untuk bisa memahami dan mendalami jiwa dan pikiran rakyat. Ia terjun ke berbagai medan juang demi kemaslahatan rakyat.
Berbagai pengorganisiran rakyat ia lakukan. Ia kencang menghantam berbagai kebijakan negara yang ia anggap tak berpihak pada rakyat.
Itulah Maeda Yoppy Nababan. Wanita kelahiran Kutacane, Aceh Tenggara ini telah akrab dengan dunia aktivis sejak mahasiswa. Ia berupaya memperjuangkan ideologinya melalui berbagai strategi dan taktik seturut dengan kebutuhan dan situasi.
Kini, Maeda maju menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPRD Provinsi DKI Jakarta dari PDI Perjuangan. Ia pun ingin menjajal medan juang baru dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, yakni medan juang parlementer.
Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta Timur IV yang meliputi Kecamatan Matraman, Pulo Gadung dan Cakung menjadi basis perjuangannya.
Lalu, bagaimana visi dan manifestasi perjuangan Maeda kedepannya? Berikut cuplikan wawancara Gesuri dengan Maeda di Jakarta, baru-baru ini:
Bisa dijelaskan, awal mula Anda bergabung dengan PDI Perjuangan?
Kiprah saya di PDI Perjuangan berawal pada akhir 2015. Saya direkrut oleh Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDI Perjuangan Bapak Bambang DH, sebagai staf beliau.
Kala itu, Pak Bambang sedang mencari staf. Ia ingin stafnya berlatar belakang aktivis, wanita dan bisa kerja lapangan. Saya pun direkomendasikan oleh kawan saya yang merupakan kenalan baik Pak Bambang, dan beliau cocok dengan saya.
Maka saya pun mulai bekerja membantu Pak Bambang DH dalam menunaikan tugas-tugasnya di kepengurusan DPP PDI Perjuangan.
Berarti Anda dahulu seorang aktivis. Aktif di organisasi apa saja?
Dahulu saya kuliah di Universitas Indonesia (UI), dan beriringan dengan pergolakan reformasi 1998. Saat itu saya memutuskan untuk ikut aktif di gerakan mahasiswa dengan masuk di organisasi Keluarga Besar-UI (KB-UI).
Kenapa saya ingin ikut aktif di gerakan mahasiswa? Karena saya memang punya minat yang tinggi pada sosial-politik sejak SMA. Ketika SMA, saya sudah rutin mengikuti perkembangan politik, terutama ketika meletus peristiwa 27 Juli 1996 yang kemudian mencuatkan nama Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Saya menjadi sangat simpati dengan PRD yang saya nilai sebagai kumpulan anak-anak muda pemberani karena melawan rezim Soeharto. Sedangkan sejak kecil, saya sudah tahu buruknya rezim Soeharto karena banyak mendengar pembicaraan orang banyak tentang itu. Sehingga ketika saya tahu ada PRD yang berani melawan Soeharto, maka bagi saya mereka adalah para pemberani.
Nah, ketika saya aktif di KB-UI, ternyata KB-UI pun bersinergi dengan PRD dalam menjalankan aksi-aksi lapangan. Saya sangat gembira sekali, karena saya memang ingin bergabung dengan PRD sejak lama.
Saya pun aktif di Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), organisasi yang satu front dengan PRD. Saya aktif di LMND sejak dari level komisariat kampus hingga ke pengurus nasional, hingga kemudian saya bersinergi dengan kerja-kerja PRD.
Berbagai strategi dan taktik coba diterapkan di PRD ketika itu. Seperti membuat partai politik untuk ikut Pemilu pada 2004 dan 2009, yakni membentuk Partai Persatuan Oposisi Rakyat (Popor) dan Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas). Namun semua strategi itu gagal.
Ketika masa Papernas, saya ditugaskan partai untuk memperluas struktur di Lampung. PRD ketika itu kritis terhadap Pemerintahan SBY yang dinilai berhaluan Neo-Liberalisme. Namun Papernas gagal ikut Pemilu 2009.
Saya pun kembali ke Jakarta, dan memutuskan tidak aktif lagi di PRD. Saya pun hanya membaca banyak buku di rumah, seperti Novel Taiko yang menjadi novel favorit saya.
Apakah sejak saat itu anda sudah berhenti total dari PRD?
Setahun kemudian, saya dihubungi kembali oleh kawan-kawan PRD untuk aktif lagi di PRD. Saya pun menyanggupi, karena menyadari bahwa saya terbiasa berorganisasi dan berjuang.
Saya pun aktif di PRD lagi, sambil bekerja di sebuah perusahaan konsultan investigasi. Namun kemudian, saya benar-benar tidak aktif lagi di PRD.
Selanjutnya, anda aktif dimana?
Setelah saya bekerja di perusahaan konsultan investigasi selama 4 tahun, saya tidak lanjut bekerja di perusahaan itu. Kemudian saya aktif di LSM bernama Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil, disingkat ASPPUK. LSM ini menaungi sekitar 50 LSM pendamping perempuan usaha kecil di berbagai sektor.
Saya aktif di Asosiasi sebagai koordinator jaringan. Di kemudian hari, oleh pengurus pusat, saya ditunjuk sebagai Manajer Pengembangan Bisnis di ASPPUK. Saya pun berusaha mengembangkan bisnis tenun melalui asosiasi ini.
Di ASPPUK ini juga saya menginisiasi pengembangan tenun menjadi produk siap pakai seperti tas, sepatu dan sebagainya. Saya juga berkesempatan mempromosikan tenun ke kota mode dunia, yakni Milan di Italia.
Selain itu, bersama kekasih saya dari Lampung, saya juga sempat membangun bisnis Kopi Luwak Siger. Kekasih saya mengadvokasi petani kopi, dan kemudian bersama saya mengembangkan bisnis kopi luwak.
Ketika 2014, saya aktif di Seknas Jokowi Perempuan, saya juga membuat Kopi Indonesia Hebat.
Namun bisnis Kopi Luwak Siger tidak berlanjut karena ternyata saya memang lebih berminat untuk berkiprah di ASPPUK. Ternyata saya memang lebih mencintai bekerja di organisasi yang berhubungan dengan pendampingan rakyat, hingga akhirnya saya direkrut oleh pak Bambang DH.
Maka saya pun bergabung dengan PDI Perjuangan, diiringi oleh kesadaran bahwa minat seseorang akan dunia politik itu harus disalurkan ke partai besar guna meningkatkan spektrum dalam perjuangan politiknya.
Apalagi saya memang sejalan dengan ideologi PDI Perjuangan yang merupakan pewaris ajaran Bung Karno. Karena dahulu PRD pun mengusung ajaran-ajaran Bung Karno sepeti Trisakti dan Marhaenisme.
Dan pada 1996-1998, PRD juga pernah mendukung Ibu Megawati ketika melawan rezim Soeharto.
Anda berkiprah di PDI Perjuangan sebagai staf Bapak Bambang DH. Bagaimana kesan anda selama bekerja bersama beliau?
Saya merasa memiliki kesamaan cara pandang dengan beliau. Pak Bambang DH dimata saya adalah seorang idealis.
Ia selalu berbicara dan berusaha agar partai konsisten memajukan kader-kader terbaiknya untuk menjadi kepala daerah. Pak Bambang juga tak pernah memutuskan sendiri soal rekomendasi kepala daerah. Ia selalu membawa itu ke rapat pleno.
Mengapa Anda maju dari Dapil Jakarta Timur IV?
Ya secara politik geografis saya memang sudah terbiasa di Jakarta sejak dahulu. Apalagi, perempuannya di Dapil itu tidak banyak.
Apa yang menjadi kendala selama anda berjuang sebagai Caleg?
Saya yang memang langsung berkiprah di DPP, menjadi kurang memiliki akses di level bawah. Namun, hal itu membuat saya terpacu membentuk struktur sendiri dalam pencalegan saya, dan berusaha untuk memperluas jejaring partai.
Selain itu, anggapan bahwa politik dan pemilu itu berbiaya mahal mulai saya rasakan sekarang. Karena memang realitasnya masyarakat kita, khususnya menengah kebawah, adalah masyarakat yang sibuk mencari nafkah. Sehingga ketika mereka membantu kita sebagai Caleg, kita harus mendukung mereka minimal dalam hal pulsa dan transport.
Saya pribadi memang tidak punya kekuatan finansial. Saya hanya memiliki tabungan yang tidak terlalu banyak, hasil dari bekerja selama bertahun-tahun. Namun, saya tak patah semangat. Saya terus blusukan mencari simpul-simpul massa dengan kemampuan yang ada.
Apa visi atau program yang Anda perjuangkan untuk masyarakat di Dapil anda?
Saya memperjuangkan rumah susun murah dan layak untuk warga miskin. Karena saya melihat rumah susun itu adalah kebutuhan warga DKI Jakarta.
Selama ini, rumah susun yang berdiri itu lebih pada konsep tempat menampung warga hasil relokasi atau penggusuran. Nah, saya mendorong agar rumah susun menjadi pilihan tempat tinggal di DKI Jakarta. Jadi, pilihan tempat tinggal yang tepat bagi warga DKI itu adalah rumah vertikal bertingkat keatas, bukan rumah padat kumuh ke samping kiri atau kanan.
Sedangkan faktanya saat ini memang sudah ada rumah-rumah susun yang berdiri, namun baru sedikit. Sehingga tak mampu menjangaku semua warga miskin. Sementara warga miskin banyak yang ingin tinggal di rumah susun. Inilah yang saya perjuangkan.
Saya juga memperjuangkan program Posyandu Lansia. Saat ini Posyandu Lansia banyak yang tidak berjalan. Saya mendorong agar Posyandu Lansia lebih masif lagi, dimana ada Posyandu Balita, disitu harus ada Posyandu Lansia.
Selain itu, kepada masyarakat, saya selalu mensosialisasikan diri sebagai Caleg Aktivis dan Caleg Pejuang Demokrasi. Karena saya memang punya rekam jejak seperti itu. Bahkan rekam jejak saya itu mengilhami novelis Ayu Utami membuat cerita film berjudul Ruma Maida pada 2009.
Uniknya, di film Rumah Maida, figur aktivis perempuan bernama Maida dikisahkan mempertahankan sebuah rumah yang dahulu pernah disinggahi Bung Karno. Jadi, jauh sebelum aku masuk PDI Perjuangan, Rumah Maida sudah menghubungkan sosok Maida dengan Bung Karno.