Ikuti Kami

Ganjar: Toleransi Beragama Sudah Ada Sejak Zaman Nabi dan Wali

Ganjar: Keberagaman itu sudah menjadi sunnatullah. Kebhinekaan di Tanah Air kita sudah termaktub di lauhul makhfudz.

Ganjar: Toleransi Beragama Sudah Ada Sejak Zaman Nabi dan Wali
Capres Ganjar Pranowo.

Jakarta, Gesuri.id – Capres Ganjar Pranowo mengatakan toleransi beragama bukan hal yang baru bagi warga Nusantara, bahkan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan bahkan sudah dicontohkan sejak zaman nabi dan wali.

Baca Ganjar Pranowo Bukanlah Pemimpin Retorika

“Keberagaman itu sudah menjadi sunnatullah. Kebhinekaan di Tanah Air kita sudah termaktub di lauhul makhfudz. Maka para ulama telah mewanti-wanti, terlebih dahulukanlah adabmu sebelum kau junjung ilmumu,” ungkap Ganjar.

Ganjar menambahkan, banyak kisah yang mengajarkan sikap toleransi. Bahkan saking luar biasanya sisi kemanusiaan Rasulullah, beliau seminggu tiga kali menyuapi seorang nenek Yahudi, dengan suapan yang sangat lembut.

“Padahal nenek Yahudi tersebut tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah,” imbuh Ganjar.

Sikap toleransi juga ditunjukkan para wali di Nusantara, seperti Sunan Kudus, yang demi menghormati pemeluk agama Hindu, ia melarang muridnya untuk menyembelih sapi. Ganjar menegaskan, laku untuk menghargai dan menghormati siapapun, termasuk yang berbeda keyakinan, telah dicontohkan sejak agama ini dikibarkan di bumi Nusantara. Oleh karena itu, saat ini tidak ada alasan bagi siapa pun untuk tidak menerapkan kemuliaan akhlak tersebut.

“Maka lewat kirab ini, kami berharap akulturasi agama dan budaya dijadikan semangat untuk memperkokoh persatuan. Mudah-mudahan pawai ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kirab dengan peserta yang berbeda-beda suku, agama, ras dan golongan ini semakin menyadarkan bahwa bangsa ini beragam, namun tetap satu,” harap Ganjar.

Senada dengan Ganjar, Habib Luthfi bin Yahya mengatakan, tujuan Kirab Kebangsaan Merah Putih tiada lain untuk menyatukan masyarakat. Dengan kirab budaya itu, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan rasa memiliki Merah Putih sebagai simbol negara.

“Ada tiga hal yang ditekankan dalam merah putih, bukan hanya simbol tanpa makna. Di dalamnya ada kehormatan bangsa, harga diri bangsa dan jati diri bangsa,” kata Luthfi.

Luthfi mengatakan, masyarakat sudah tidak boleh lagi meributkan isu perbedaan. Menurutnya, dunia saat ini sudah memikirkan tentang kemajuan, bukan lagi memperdebatkan perbedaan.

“Bangsa Indonesia terdahulu sudah pandai dan berpikiran ke depan. Mereka bisa membuat Candi Borobudur, Prambanan, Masjid Agung dan lainnya dengan hebat. Kenapa sekarang kita justru ketinggalan dan masih menunjukkan perbedaan. Untuk itu, dengan kirab budaya ini, mari kita sadar akan pentingnya menjaga persatuan bangsa,” tandas Luthfi.

Kirab Kebangsaan Merah Putih diikuti ribuan warga Jawa Tengah. Mengenakan beragam pakaian adat, mereka berbaur dari berbagai suku, agama, ras dan golongan, dan mengikuti kirab dari Jalan Depok Semarang menuju Lapangan Pancasila Simpanglima. Peserta kirab juga membawa bendera merah putih sepanjang 500 meter.

Baca: 10 Tahun Menjabat, Ganjar Bantu Perkara Hukum Ribuan Warga Miskin

Selain kirab budaya, dalam acara itu juga dibacakan deklarasi bersama. Ada empat poin deklarasi yang dibacakan dalam acara itu. Yakni, setia pada Pancasila dan UUD 45, setia pada NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, setia kepada pemerintah dan menolak setiap upaya provokasi yang ingin menjatuhkan pemerintahan serta menghormati perbedaan dan menolak segala bentuk faham radikalisme, terorisme, anti pancasila, intoleransi pun gerakan apapun yang dapat menimbulkan perpecahan.

Quote